Bab 3.

Selesai pertemuanku dengan Tasya aku tidak langsung pulang. Memilih mampir ke rumah Adrian.

Bermain bersama Putri sepertinya mengasyikkan. lagian, aku telah rindu dengan ma-ma nya.

Ah, sial.

Perasaan rindu di hati untuk mantan istriku itu belum bisa aku enyahkan juga.

Aku mengendarai mobil dengan tidak sabar, Agats segera sampai ke rumah mereka.

Entah karena alasan apa, jantungku mendadak berpacu kencang. Aku gugup saat mobil telah berhenti di halaman Adrian.

Aku berdehem pelan, mengatur napas yang memburu di dada. Mengurai gugup yang menyesakkan.

Sial. Rupanya begitu menyiksa.

Perlahan tapi pasti aku meneruskan langkah menuju pintu masuk.

Dadaku semakin berdentam-dentam hebat saat mendengar suara tawa bahagia dari dalam.

Aku menekan bel sekali, suara tawa mereka mendadak berhenti. Tersisa langkah mendekat.

Tidak menunggu lama, pintu terbuka lebar menampilkan sosok wanita yang kurindukan.

"Hai, Ann!" sapaku sembari melambaikan tangan. Kedua bibir terangkat ke atas menampilkan barisan gigi putih bersih. Cling. Aku meringis.

"Eh, Bang David. Masuk, Bang ...," balasnya lembut seperti biasa.

Duh, Anna. Bisa enggak suaranya biasa aja gitu, enggak usah dilembutkan. Memancing sesuatu dalam diriku.

Tentu saja kalimat itu hanya tercekat di tenggorokan.

Aku terbatuk.bKerongkonganku kering.

"Lho, Bang?"

"Siapa, Sayang?"

Pertanyaan dari dalam membuat dadaku bergemuruh panas. Panggilannya itu membuat sesuatu dalam kepalaku serasa ingin meledak..

Aku bahkan tidak ingat pernah memanggil Anna dengan sebutan sayang atau tidak.

Aku benar-benar lelaki bodoh.

Sampai kapan aku harus merutuki diri. Menyesali diri pada apa yang telah terjadi?

Aku menjambak rambut frustrasi.

Namun, seketika merubah ekspresi wajahku sedatar mungkin. Tidak ingin mereka tahu kegalauanku.

"Ada Bang David, Mas!" seru Anna.

"Oh, ajak masuk dong." Adrian melangkah lebar, meraih pinggang Anna. Dia tersenyum ramah padaku.

Aku yakin, itu bukanlah senyuman mengejek seperti yang ada di kepalaku.

Adrian bukanlah orang sepicik itu.

Namun, entah mengapa aku merasa dia tengah tersenyum mengejek atas kebodohanku melepaskan berlian demi baru kerikil jalanan.

Rasakan, David!

"Hai, Bro. Apa kabar? Ayo masuk!" sapa Adrian sembari mengepalkan tinju ke udara.

Aku menyambutnya dengan senyum di wajah.

"Sehat. Makasih," jawabku singkat.

Tidak berniat menanyakan kabarnya. Aku yakin dia dan putrinya sehat bugar serta bahagia. Mereka diurus oleh wanita penyayang, dan cekatan.

Kami pun masuk. Aku mengikuti langkah sepasang suami istri itu di belakangnya.

"Hai, Putri. Ponakan Om Avid yang cantik jelita seperti mama nya," sapaku pada Putri saat melihat dia menghampiriku.

Aku pun segera berjongkok, merentangkan kedua tangan menyambutnya datang dalam pelukan.

Benar saja, Putri berlari. Masuk dalam pelukanku.

"Harumnya! Ponakan siapa sih ini?" Aku mencium pucuk kepalanya dengan gemas.

"Om Avid," jawabnya dengan suara cedal. Lucu ... menggemaskan.

"Nih, Om bawain cokelat kesukaan kamu. Nanti kalau udah boleh makan es krim kita beli yang banyak," ucapku dengan kedua tangan terentang mengisyaratkan jumlah yang banyak.

Putri terkekeh geli, lalu mengangguk berulang kali. "Mauuuu."

"Minum dulu, Vid!" seru Adrian. Dia tengah duduk di sofa depan televisi.

Aku menoleh sekilas lalu mengangguk. Kemudian mengelus kepala Putri dengan perasaan sayang.

"Om Avid ngobrol sama Papa dulu, ya ...."

Setelah berpamitan pada bocah lucu itu, aku pun segera menyusul Adrian. Duduk di sampingnya, lalu mengambil cangkir di meja kecil samping sofa. Menyeruput teh beraroma melati itu pelan. Mataku terpejam menghirup harumnya.

"Jadi gimana pertemuan lu sama Tasya?" Pertanyaan Adrian sukses membuatku tersedak.

"Pelan-pelan Om Avid. Baru dengar namanya aja sampai terbatuk-batuk gitu," kekeh Adrian.

"Sialan, lu." Aku meletakkan cangkir teh kembali ke meja tadi.

"Jadi, gimana?"

"Enggak gimana-gimana. Berasa enggak cocok aja."

"Yaelah. Cewek cantik begitu lu gak cocok."

"Jutek, Bro ... jutek. Gua 'kan nyari yang lembut dan penyayang gitu. Masak baru ketemu langsung marah-marah. Enggak asyik ah."

"Masak sih?" tanya Adrian tidak percaya. Matanya memicing dengan kening berkerut.

Aku berdecak kesal. Untuk apa bohong masalah begituan coba.

Enggak penting banget.

Lantas, aku pun menceritakan rentetan kejadian tadi di cafe saat bertemu dengan si cantik Tasya yang jutek.

Adrian tertawa terbahak mendengar kisahku yang bisa dibilang menyedihkan.

Sialan banget memang. Teman lagi susah bukannya dihibur malah diketawain.

"Heran gua, Mama dapat dari mana sih cewek begituan?"

Bukannya menjawab pertanyaan yang aku ajukan. Si Adrian malah tertawa terbahak. Yaelah ini orang, bahagia banget lihat aku menderita.

"Anna! Kamu di mana sih? Enggak enak banget cerita sama suami kamu ini." Aku menoleh ke penjuru ruangan, tidak kutemukan Anna di sana.

"Lagi masak dia. Nanti makan di sini yaa," sela si Adrian.

"Ooh." Aku mengangguk mengerti.

Putri berlari kecil menghampiri kami. Bukannya ke arah papa nya, gadis kecil yang mirip banget dengan mama nya itu malah ke arahku lalu duduk di pangkuan.

"Papa dicuekin nih kalau ada Om Avid," rajuk Adrian.

"Yaelah, gak pantes lu pakai acara merajuk begitu."

Kami pun tertawa bersama. Tidak ketinggalan si putri yang menjadi objek candaan kami.

Aku mengelus wajah mulus menggemaskan di pangkuan ini. Pasti Anna kecils seperti si putri ini. Wajahnya seperti jiplakan mama nya. Benar-benar mirip.

Ya iyalah, masak mirip tetangga sih. David ... David lu ada-ada aja deh mikirnya.

"Tapi beneran lho, Dri. Mama kenal Tasya dari mana sih?"

"Anak temennya katanya. Dan Mama seneng banget lho, pas tahu lu mau ketemu sama Tasya itu. Biasanya kan lu bakalan kabur pas pertemuan."

"Iya juga yaa ... pertama kalinya pas bener gua kena omel. Nasib ... nasib." Aku menggeleng berulang kali. Menyadari nasib diriku yang sangat mengenaskan ini. Lalu menepuk-nepuk kening. Merasa lucu dengan apa yang telah terjadi.

"Eh, jadi Mama cerita semuanya sama lu ya?" tanyaku heran.

"Enggak sih. Mama enggak bilang tuh kalau Tasya pinter ngomel."

"Ah itu. Enggak tau kali yaa. Sumpah, gua bener-bener kayak orang bego gitu dibuatnya. Jangan sampai ketemu lagi deh. Asli kapok gua."

"Eh cerita apaan sih, asyik banget," sela Anna melangkah mendekati kami. "Putri Sayang, main sama si mbok dulu yaa ... Om Avid sama Papa mau makan. Putri kan udah makan tadi."

"Oke. Mama ...."

"Ya ampun, gemesin banget sih Putri nya Om ini." Aku mencubit gemas kedua pipi tembamnya. Gadis empat tahun itu terkekeh geli. Kedua pipi putihnya itu langsung berubah merah.

"Ini, Sayang ... kayaknya enggak bakalan berhasil deh hubungan Tasya dengan David itu."

"Oh kenapa?"

Yaelah Anna, enggak usah segitunya juga kali ekspresinya itu. Sepet banget lihatnya.

"Biasa aja kali, Anna." Kalimat panjang yang tersusun di kepala seketika buyar, dan hanya bisa keluar beberapa kata saja.

Sebegitunya aku sekarang di hadapan Anna.

Adrian mengedikkan bahu. Lalu meraih bahu Anna.

Mesraan teruuss, lupa kalau ada jomlo di antara mereka.

Aku hanya bisa menggerutu dalam hati.

Kami pun makan bersama.

Anna ternyata masih mau menyiapkan piring beserta nasi untukku.

Makasih, Ann. Setidaknya rindu itu sedikit terobati.

Terpopuler

Comments

Jong Epha Yunitaggf

Jong Epha Yunitaggf

hehehe

2021-04-24

0

Karlina S. Wiratmadja

Karlina S. Wiratmadja

semoga sehat terus ya thor, ttp semamgat yaa...

2021-04-16

0

Mbok Wami

Mbok Wami

langsung lari kesini

2021-03-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!