Bab 1

Apa yang kamu tahu tentang pernikahan?

Hmmm, pernikahan itu ikatan janji. Dua orang yang saling mencintai, lalu berjanji untuk hidup bersama. Selamanya.

Seperti roman picisan.

Kisah dua orang manusia berbeda jenis, yang saling jatuh cinta. Lalu mengikat janji pernikahan.

Hah. Dulu, aku pernah berpikir begitu. Sebelum semuanya porak poranda saat aku malah terjebak dengan pernikahan dengan wanita yang tidak aku cintai.

Kesialan yang aku rasakan, entah karena kutukan apa.

Setiap hari, kerjaanku hanya marah ... dan marah. Pada dia, seorang wanita yang berstatus sebagai istri.

Ya, Hana Mahira. Wanita yang beruntung menjadi istri seorang David.

Sayang sekali. Aku justru mencintai adiknya. Alina yang cantik dan manja.

Alina-lah yang seharusnya menjadi istriku. Tapi, kesialan itu ternyata membuat Ana yang mendapatkan keburuntungan itu.

Aku tahu, setiap malam Ana menungguku pulang. Walaupun di rumah kami hanya melakukan perdebatan yang tak berujung.

Namun, istriku itu selalu menyiapkan semua keperluanku.

Waktu tidak bisa diulang. Tak bisa pula diputar balik sesuai yang aku inginkan.

Kelembutan hati seorang Ana nyatanya mampu meruntuhkan egoku.

Tepatnya, saat aku menemui Alina di rumahnya. Tiba-tiba Ana datang dan memergoki kami yang tengah melepaskan rindu.

Aku bisa melihat dengan jelas raut luka itu di matanya. Kecewa yang sangat dalam seorang wanita.

Akhirnya, Ana pun meminta berpisah.

Tak semulus itu memang, karena Mama tidak mengizinknku berpisah dengan Ana. Rasa bersalahku menggunung saat mengingat wajah terluka istriku itu.

Berulang kali aku berupaya meminta dia memaafkanku. Hati Ana telah tertutup rapat.

Mungkin, karena aku menjalin hubungan dengan adik kesayangannya. Ya, bisa jadi seperti itu.

Membuatnya bersikukuh meminta cerai dariku.

Mama tentu saja murka mendengar kabar ini. Harta warisan yang akan diserahkannya kepadaku nyaris gagal total, sebab perceraian ini.

Aku harus kembali ke titik nol, bekerja dengan gaji seadanya walaupun menjabat sebagai pemilik perusahaan. Tentu saja bersama Adrian.

Karena perusahaan ini adalah hasil jerih payah kedua orangtua kami.

Ah, lupakan itu semua.

Semakin lama, aku semakin menyadari. Ana adalah pribadi yang baik. Selalu ketulusan yang dia berikan kepada orang-orang di sekitarnya.

Dan, aku. Sangat ... sangat .... sangat menyesal sekali melepaskan berlian sepertinya.

Namun,di detik ini pula. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuknya, untuk Adrian dan untuk putri mereka. Sebagai ucapan maaf yang tidak akan pernah ada habisnya selalu kuucapkan saat kami berjumpa.

Mengenang kilasan masa lalu membuatku yakin. Ana adalah berlian yang seharusnya dipertahankan. Diperjuangkan dan ditempatkan pada tempat yang istimewa.

Bukan malah dibuang lalu diganti dengan kerikil tajam di jalanan.

Aku menyesal, Anna. Sangat menyesal. Berapa banyak kesakitan yang pernah kulakukan. Sebanyak itu pula kebaikan yang Ana berikan.

Masih adakah wanita yang seperti Ana? Yang mau denganku?

Mengingat itu, bahuku terkulai lemah. Andai saja ada, mungkin Mama tidak akan seheboh ini.

Lima tahun sudah aku menduda, belum jua kutemui wanita yang sesuai kriteria.

"Kamu mau wanita seperti apa, David? Mama enggak setuju kalau kamu menikah dengan si Alina itu." Mama selalu saja begitu. Tersulut emosi saat mengingat Alina.

Padahal Ana dan Alina itu terlahir dari ibu yang sama. Namun, memang memiliki karakter yang berlainan. Sangat berlawanan.

"David belum mau memikirkan itu, Mama," lirihku. 'Mau yang seperti Anna. Tolong carikan, Ma,' lanjutku dalam hati.

Mana mungkin aku berani mengucapkannya secara lantang. Bisa-bisa high heels Mama melayang ke wajah tampanku.

"Nunggu umurmu berapa? Kepala empat, baru mikir cari istri. Tuh, si Anna anaknya udah bisa lari-lari." Wajah Mama berubah muram. "Kalau saja kamu tidak mempermainkan pernikahan kalian. Pastilah cucu Mama sudah selucu itu," sesalnya.

Aku menunduk. Diam membisu. Tidak ada yang bisa kulakukan, saat Mama bersedih mengenang mantan menantunya itu.

Mama tidak tahu saja, kalau aku lah yang sangat menyesal karena berpisah dengan menantu kesayangannya.

Nasib ... nasib .... Nasi telah menjadi bubur, tidak akan bisa lagi berubah menjadi nasi. Biarkan saja aku memakan bubur itu dicampur ayam agar terasa nikmatnya.

"Apa kamu tidak pernah menyesal karena berpisah dengan wanita sebaik Anna, ha?! Mama heran deh sama kamu," keluh Mama.

"Mau bagaimana lagi, Ma. Enggak mungkin juga David mau merebut Anna dari tangan Adrian," elakku.

"Kamu dari dulu memang bodoh. Selalu saja kalah oleh Adrian. Padahal, secara tampang. Wajahmu itu lebih tampan dari dia. Lebih tinggi, lebih gagah ... lebih segala-galanya. Tapi selalu kalah soal wanita."

"Ya ampun, Mama." Terang-terangan amat yak.

"Coba ingat lagi. Dulu Marisa, terus ... Ana. Semuanya jadi milik Adrian, kan?"

Iya juga sih.

Entah apa kelebihan Adrian dibandingkan aku.

Apa wanita memang enggak butuh ketampanan untuk membuat hatinya luluh.

"Cuma satu kelebihan Adrian itu ...," ucap Mama pelan. Aku menunggunya dengan tidak sabar. "Dia punya hati yang tulus. Dan wanita sangat sensitif masalah hati."

Ah, itu. Aku juga tulus.

"Coba ingat. Marisa mengkhianati pernikahan mereka. Namun, Adrian tetap berbuat baik kan sama mantan istrinya itu. Adrian enggak pernah mempermainkan wanita seperti kamu. Dia sangat memegang teguh sebuah janji."

Ya, memang Adrian sangat memegang teguh sebuah janji. Dia tidak pernah berkhianat, dan tidak pernah membuatku menunggu saat kami janjian ketemu.

"Tampang memang tidak menjamin kesetiaan seseorang. Laki-laki itu yang dipegang adalah janji dan tanggungjawabnya. Laki-laki tidak akan memiliki harga saat dia berkhianat, apalagi mengkhianati pernikahan yang seharusnya menjadi nyawa bagi kehidupannya," lanjut Mama panjang lebar.

Kali ini aku merasa sangat kerdil di hadapan Mama.

"Lihatlah, si Marisa itu. Berkhianat, lalu menyesal setengah mati. Dan sekarang kamu. Kamu juga menyesal kan telah mengkhianati pernikahan kalian?" Aku mengangguk lemah. "Terlepas dari awal mula pernikahan kamu seperti apa. Karena kesalahpahaman. Harusnya kamu bisa memegang janji pernikahan itu sendiri. Janji itu agung lho, bukan hanya di hadapan manusia saja, tapi janji kepada Tuhan. Sayangnya, kamu memilih mengkhianati perjanjian itu. Jika perjanjian dengan Tuhans saja kamu khianati, apalagi dengan manusia."

"Maaf, Ma."

"Jadi pelajaran. Rubah jalan hidupmu mulai sekarang. Mama bersedih bukan karena kegagalan kamu. Mama bersedih karena kamu tidak juga bisa bersikap dewasa. Kamu itu laki-laki, seorang pemimpin. Bagaimana kehidupan kamu selanjutnya jika kamu terus begini."

"Maaf, Ma."

"Pokoknya Mama enggak mau tahu. Besok kamu temui anak temen Mama. Dia juga cantik kok, baik. Berpendidikan juga. Pokoknya dua jempol. Mama sudah ketemu sama orangnya."

"Tapi, Ma."

"Enggak ada tapi-tapian. Pokoknya kamu temui dulu. Dari kemarin-kemarin kamu enggak pernah mau 'kan?"

"David tinggal di apartemen saja ya, Ma."

"Mau Mama mati berdiri. Ha?"

"Kok Mama ngomongnya gitu. Enggak boleh lho, Ma."

"Makanya, nurut."

Aku mengangguk lemah. Kali ini Mama enggak bisa diajak kompromi.

Terpopuler

Comments

Elisa Girlz

Elisa Girlz

mantep mama nya....👍👍👍👍

2021-05-05

0

Jong Epha Yunitaggf

Jong Epha Yunitaggf

mamanya mantabbb

2021-04-24

0

NURUL LAILI MUFIDAH

NURUL LAILI MUFIDAH

lucuuuuuu

2021-03-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!