BAB. 3

Teman-teman sekelas Meira sibuk mengomentari video yang sekarang sedang viral di kampus mereka, apalagi itu melibatkan salah satu teman sekelas mereka.

Seolah-olah Meira adalah artis yang sedang naik daun penuh sensasi dengan membuat masalah dengan para ZACKS. Bahkan video Meira berhasil mengalahkan jumlah penonton artis sensasional Lucinta Luna yang katanya lagi hamilton.

"Meira... Meira..." Panggil teman-temannya. Mereka saling berebutan menginterogasi Meira yang baru saja masuk dengan wajah ditekuk. Salah satu teman dekatnya yaitu Ami memilih duduk di samping Meira dan bertanya.Kemudian disusul teman-temannya yang lain, Sany dan Mita.

"Meira, kamu kenapa mencari masalah dengan ZACKS sih?" tanya Ami dan di angguki dua teman lainnya.

Meira menatap Ami dengan wajah tidak mengertinya. "Meira tidak punya teman yang namanya Jak-Jak," sahutnya. Kebiasaan Meira yang selalu memplesetkan nama orang.

"Bukan Jak-Jak tapi ZACKS." koreksi Ami.

"Dan mereka memang bukan temanmu, Meira. Tapi musuh dan kamu akan mati." lanjutnya kemudian.

"Iih... Mimi jahat! Kok doa'in Meira mati sih, lagi pula Meira kan tidak punya musuh." polosnya.

"Bukan maksudnya doa'in kamu mati, Meira. Tapi nih lihat..." Sany memperlihatkan video yang tadi beredar, "Kamu sudah membuat masalah dengan ZACKS." tekannya.

"Iih... kok bisa Meira masuk yutup-yutup. Untung tadi Meira dandan," katanya senang.

"MEIRAA..." teriak mereka bertiga karena kesal. Meira benar-benar tidak terselamatkan stupidnya memang sudah mendarah daging.

"Bukan itu intinya, Meira. Kamu tau mereka?" tunjuk Ami pada sekelompok orang di video tersebut.

"Hemm..." gumamnya sambil ngangguk-ngangguk, "Mereka penjahat yang memukul dua orang tadi." jawabnya.

"Terus Meira teriakin deh! Untung Pak Abibi denger teriakkan Meira kalau enggak dua orang itu mati." bangganya.

"Iya, sekarang kamu yang akan mati." sahut Sany saking kesalnya, kesabarannya entah menghilang kemana ketika menghadapi sifat oon'nya Meira.

"Iih... Sansan kok ikut-ikutan doa'in meira mati sih?" cemberutnya.

"Uuh sabar... sabar..." ucap sany sambil ngelus dada. Ngomong sama Meira kudu stok kesabaran berlimpah sepanjang masa.

Sany kemudian memperlihatkan video tadi dan menunjuk cowok-cowok yang ada di video tersebut, "Mereka ini ZACKS, geng kampus ini. Kalau kamu cari masalah dengan mereka bisa dipastikan kamu akan mendapatkan masalah besar, apalagi tadi kamu sudah melaporkan mereka sama Pak Abyan. Sekarang mereka pasti marah sama kamu, ngerti?" Sany menjelaskan panjang lebar.

Meira mengangguk, "Apa mereka akan bunuh Meira?" tanyanya namun teman-temannya cuma mengedikkan bahu mereka, karena mereka juga tidak tahu.

Tapi yahh... nggak sampai separah itu juga sih, pikir mereka. Mungkin ZACKS hanya akan mengerjai Meira habis-habisan.

"Sebaiknya kamu hindari mereka dari sekarang?" Suruh sany.

"Pokoknya jangan sampai kamu bertemu mereka." tambah Mita. Meira hanya menganggukkan kepalanya.

 ****

 

Di sebuah ruangan yang memang sering mereka kunjungi tanpa adanya rasa bosan sedikitpun, dan sepertinya sudah jadi rumah mereka sendiri.

"Kalian tidak bosan saya panggil setiap hari ke sini?"

"Tidak Pak, kami justru sangat senang bisa melihat Pak Abi tiap hari." ucap Christ yang mendapat delikan tajam dari teman-temannya.

"Saya tidak mengerti mau ngomong apalagi sama kalian, kalian sudah cukup dewasa untuk mengerti yang salah maupun baik. Masa depan kalian ada di tangan kalian sendiri." nasehat Pak Aby.

Meskipun dia yakin anak-anak muda ini tidak mencerna kata-katanya dengan baik.

"Terutama kamu Alan! kamu cerdas seandainya kamu mau memanfaatkan kecedasan kamu itu." ya, Alando Garindra memang cerdas bahkan dia sering membawa prestasi untuk kampusnya hanya saja Alando lebih suka membuat masalah di kampusnya.

"Saya cuma minta jangan pernah berurusan dengan polisi," tegas Pak Abi memandang ke lima mahasiswanya "Kali ini saya tidak akan memberikan hukuman karena itu percuma, saya lebih baik langsung bicara pada orang tua kalian." lanjutnya.

"Yahh, Pak..." Koar Kenny dan Christ yang tidak terima justru berbanding terbalik dengan Alando, Zaden dan Steven yang tidak terlalu peduli justru mereka menanggapinya dengan santai.

"Orang tua saya ada di London loh Pak." ucap Kenny.

"Tenang saja. Saya bisa menunggu mereka kapan pun, kalian boleh keluar." Pak Aby menyilakan.

"Ahh... bisa kena marah bokap nih gue." keluh Kenny begitu pun Christ.

"Bokap nyokap gue pasti gak akan peduli dengan masalah ini, paling omongan pak Abiyan dianggap angin lalu dan ujung ujungnya mereka akan transfer untuk kesejahteraan kampus ini dan semuanya beres." kali ini Zaden yang bicara, dia sudah kenal orang tuanya seperti apa. Waktu Zaden kecil dia suka protes dengan sikap kedua orang tuanya tapi semakin dewasa dia sudah tidak peduli apapun yang mereka lakukan. Yang penting dia punya segalanya. Tidak beda jauh dengan Steven karena itu dia juga tidak menanggapinya terlalu berlebihan.

"Lan loe gimana?" Tanya Zaden yang juga di ikuti ketiga teman lainnya.

"Hemm... Loe tau sendiri gue sudah gak punya nyokap." jawabnya santai.

"Tapi loe kan masih punya bokap." Christ langsung mendapat tatapan tajam dari Alando serta pukulan di bahunya dari Zaden dan Steven, meskipun tidak terlalu keras tapi mampu menyadarkan dari keteledorannya "Upss gue salah ngomong." Christ merasa tidak nyaman.

Bukannya mereka tidak tau bagaimana Alando sangat membenci papanya itu apalagi kalau harus membahasnya. Karena mereka lah orang pertama yang tahu tentang kehidupan Alando.

"Bokap gue sudah mati, jadi jangan coba membahasnya lagi," Alando menatap Christ dengan kesal "Gue pergi." ucapnya, dan menghilang di balik pintu. Mereka sekarang berada di sebuah rooptop yang biasa mereka pakai untuk nongkrong.

"Oke kami akan menyusul." ucap Zaden, meskipun Zaden adalah ketua gengnya tapi dia sangat menghargai Alando. Mereka sudah bersahabat sejak mereka SMA. Zaden masih ingat bagaimana awal mereka bisa bersahabat dulu.

Flashback.

Seorang pelajar berpenampilan bersih dan tampan dan dilihat dari seragamnya itu adalah salah satu sekolah elit di kota ini. Namun pemuda itu terlihat sedang dipukuli tiga orang pelajar yang sepertinya bukan dari sekolah yang sama. Tiga pemuda itu memakai seragam SMA dari sekolah biasa putih dan abu-abu.

"Jangan sombong loe, mentang-mentang orang kaya loe rebut cewek gue." ucap salah satu pemukul. "Rasain nih, buk... buk..." mereka terus memukuli pemuda itu, meskipun dia juga melawan tapi sepertinya kekuatannya tidak mampu mengimbangi keroyokan tiga pemuda yang juga seusianya itu.

"Siapa yang rebut cewek loe sih? Cewek loe aja yang ngejar-ngejar gue!" ucapnya sombong.

"Setan loe... buk... buk..." dia terus digebukin.

"Cemen loe semua, beraninya main keroyokan." ucap seseorang yang tidak sengaja lewat di sana dan melihat seseorang dipukuli, hingga membuatnya ingin ikut campur. Dia paling tidak suka dengan orang yang sukanya main keroyokan dan tidak sportif.

"Eh siapa loe? Nggak usah ikut campur urusan kami." ucap salah satu dari mereka bertiga yang sepertinya dialah ketuanya.

"Urusan gue kalau loe mainnya kayak banci." ucapnya ketus.

"Kita hajar aja dia." mereka bertiga pun berusaha memukul kepala pemuda tadi namun berhasil ditangkis olehnya dan berbalik memukul perut salah satu dari mereka hingga jatuh dan dia kembali mengarahkan kakinya dan menendang tubuh keduanya dan menjatuhkan tubuh mereka ketanah hingga mereka mengaduh kesakitan.

"Ampun... ampun...! Kami minta maaf." ucap mereka bertiga kesakitan dan bergegas pergi dari sana.

Kini mata Alando tertuju pada pemuda seumurannya itu yang baru saja habis di keroyok.

"Lemah banget sih loe." ejeknya kepada pemuda yang tadi dipukuli.

"Gue bukannya lemah, gue sendirian mereka bertiga." Ucapnya tak mau kalah.

"Gue juga sendirian, tapi lihat... gue mampu menghadapi mereka." ucapnya balik dengan gaya sombongnya.

"Ya itu..." dia berusaha mencari alasan yang tepat, namun akhirnya. "Oke, gue ngaku! Gue lemah nggak kaya loe yang kuat dan kayaknya loe juga hebat menguasai bela diri, puas loe!" songongnya.

"Hemm..." dia pun hendak beranjak pergi namun ditahan oleh pemuda tadi.

"Kenalin, gue Zaden." ucap pemuda yang dipukuli tadi dengan senyum ramahnya.

Alando menatap pemuda itu menyelidik, namun akhirnya dia menerima uluran tangan itu. "Gue Alando." balasnya.

Sejak saat itu Zaden selalu mengikuti Alando bahkan dia pindah ke SMA yang sama dengan Alando padahal sekolah mereka sangat berbeda jauh.

Saat itu mereka masih kelas satu SMA Zaden bersekolah di SMA elit internasional yang mahal sedangkan Alando bersekolah di SMA Negeri, walaupun bisa dikatakan cukup favorite di kotanya.

Bahkan sejak mamanya Alando meninggal yang saat itu dia baru kelas dua SMA Zaden banyak membantu keuangan Alando untuk biaya sekolahnya, sedangkan untuk biaya sehari-harinya Alando mengandalkan uang tunjangan ibunya yang dulunya seorang PNS kadang-kadang Alando juga bekerja part time di sebuah warnet yang buka 24 jam saking banyaknya para penggila game.

Alando merasa berhutang budi kepada Zaden karena itu dia selalu berusaha menjaga temannya itu meskipun zaden tidak pernah mempermasalahkannya dan dia juga merasa mampu untuk melindungi dirinya sendiri.

Zaden justru senang memiliki sahabat seperti Alando. Sejak kenal dengan Alando hidupnya tidak pernah monoton lagi. Seperti roller coaster kadang naik kadang turun tidak seperti dulu yang dia tahu hanya peraturan dan tata kerama menjadi seorang Pramudya. Tapi untungnya orang tuanya tidak pernah melarangnya untuk berteman dengan Alando buat mereka mungkin pekerjaan jauh lebih penting dari pada sekedar mengurusi pergaulan anaknya.

Flashback end.

"Christy loe merusak suasana saja sih," tuduh Kenny, "Loe tau sendiri kan Alan benci banget sama bokapnya." tambah kenny.

"Siapa yang nggak benci, kalau dari kecil dia dan nyokapnya ditinggalin begitu saja hanya untuk seorang perempuan. Gue juga kalau berada di posisi Alan pasti benci banget tuh sama bokapnya." sambung Steven dengan gaya cueknya.

"Iya maaf, tadi gue gak sengaja keceplosan," sesal Christ, dia khilaf hingga tidak sadar sudah membahas bokapnya Alando.

Seketika Christ tersadar, dia merasa ada yang aneh dengan panggilan Kenny tadi. "Ehh... bule nyasar loe barusan manggil gue apa hah?" tanyanya marah, enak aja dia dipanggil Christy diakan bukan cewek.

Sedangkan Kenny langsung kabur menghindari amukan Christ. Sudah biasa melihat mereka seperti itu. Justru menjadi tidak biasa kalau melihat mereka adem ayem.

*****

Pagi-pagi sekali rumah kecil mereka sudah tampak riuh dengan dengan celotehan Meira.

"Iih... Radodo ayo cepet makannya!" suruh Meira kepada adik lelakinya Rado yang baru SMA kelas 3 yang usianya cuma beda tiga tahun darinya, "Nanti Meira terlambat." katanya lagi. Meira kalau bicara sama siapa pun selalu menyebut namanya bukan dengan kata ganti aku atau saya, itu sudah menjadi kebiasaannya.

Meira memiliki kedua orang tua yang begitu sayang kepadanya serta adik laki-laki yang sangat menyebalkan menurut Meira tapi dia juga menyayanginya.

Mereka bukan dari keluarga kaya, ayahnya cuma buruh pabrik perusahaan makanan sedangkan ibunya cuma ibu rumah tangga yang menyambi jualan pisang goreng di depan rumahnya. Namun kehidupan mereka sangatlah bahagia karena mereka selalu mensyukuri apa pun yang didapat dan jarang mengeluh juga.

"Apaan sih Meira, ini baru jam 07.00 masih ada waktu. Aku saja yang masih SMA nggak masalah." omel Rado.

"Kamu kenapa sih Ra, tidak biasanya kamu ingin cepat ke kampus? Kemarin aja kamu berangkatnya telat!" tanya ayahnya.

Sekarang mereka lagi sarapan di meja makan sederhana sebelum beraktivitas masing-masing.

"Kemarin itu kan Meira bangun kesiangan yah, hari ini tuh Meira ada urusan sama teman-teman Meira." jawabnya berbohong. Padahal dia lagi berusaha untuk tidak ketemu si Jak-Jak itu, makanya dia mau masuk lebih pagi.

***

Rado menghentikan motor matiknya tepat di depan gerbang kampus Meira. Kampus terlihat masih sepi, mungkin cuma mahasiswa teladan mirip kakaknya yang datang sepagi ini, pikir Rado.

Akhir-akhir ini kakaknya memang sering naik angkot dari pada berangkat bareng dengannya namun hari ini entah kenapa Meira ingin diantar olehnya. Setelah turun dari motor, Meira langsung masuk ke kampusnya dengan berhati hati.

"Eeh... kenapa Meira harus hati-hati? Mana mungkin juga jam segini Jak-Jak ada di kampus." pikirnya kemudian, seperti orang gila yang lagi ngomong sendirian.

Akhirnya Meira memutuskan berjalan dengan santainya, namun saat berada di kelasnya dia menemukan dua orang yang dikenalnya kemarin sedang tersenyum mengejek ke arah Meira.

"Mau menghindari kami hah...?" ucap salah satu dari mereka yang tatapannya lebih kejam, sedangkan yang satunya kelihatan lebih ramah.

"I iya..." jawabnya jujur, "Kata Mimi, Sansan dan Mimit. Meira harus menghindar dari Jak-Jak dan tidak boleh ketemu Jak-Jak. Kalau enggak Jak-Jak bisa membunuh Meira. Meira kan masih mau hidup. Meira belum menikah, belum punya anak, terus bagaimana dengan Ibu Meira nanti? Ibu Meira pasti sedih lagi. Terus ayah Meira juga sudah cape-cape kerja tiap hari cari uang buat kuliah Meira, eh Meira udah mati duluan sebelum lulus, kan kasian Ayah Meira. Terus Radodo adiknya Meira juga kasian entar nggak ada lagi yang minta antarin ke kampus. Terus..."

"STOP... DIAM...!" teriak Alando sambil mengangkat kelima jarinya. "Bawel banget sih nih cewek." kesal Alando, seumur-umur baru kali ini dia ketemu cewek kayak gini, bikin pusing. Sedangkan Zaden yang awalnya melongo malah ketawa keras mendengar ocehan cewek manis tersebut.

Diantara keempat teman-temannya Alando memang tidak memiliki sifat yang sabar dan dia juga sangatlah pemarah. Sedangkan Zaden, dia lebih tenang dan dewasa.

"Loe aja deh kali ini yang urusin nih cewek," mintanya pada zaden, "Bisa stress gue menghadapi dia." ucapnya pada Zaden lagi.

"Oke, tidak masalah." ucap Zaden.

Kemudian Alando langsung berlalu keluar dari kelasnya dengan tatapan amarah.

Zaden memandang Meira cukup lama seakan meneliti gadis yang ada di depannya. Gadis aneh yang bisa membuatnya tertawa dan membuat sahabatnya menyerah. Biasanya kalau ada masalah apapun maka Alando lah orang pertama yang akan menyelesaikannya, dia tidak akan pandang buluh siapa pun itu dan dia tidak peduli mau cewek atau pun cowok. Tapi kali ini dia malah menyerahkan padanya.

Sedangkan Meira sejak tadi diam membeku seakan dia adalah patung. Patung yang manis menurut Zaden.

"Apa kamu cuma akan jadi patung di sini? Tidak mau ngomong?" tanyanya. Karena tidak sedikit pun Meira membuka suaranya.

"Kan tadi Meira disuruh diam. Jadi Meira diam." ucapnya polos, "Meira nggak mau mati ah." lanjutnya hingga membuat Zaden tertawa.

"Oke. Jadi nama kamu Meira?" tanyanya lembut, menghadapi cewek kayak gini kudu sabar.

Meira mengangguk dengan senyum manisnya, "Iya, kata Ibu waktu Meira sekecil ini," Meira memegang ujung telunjuknya, "Meira itu kecil, merah dan cantik kayak seorang putri. Makanya Ibu memberi nama Meira putri." Jawabnya lucu.

Hingga membuat seorang Zaden tertawa geli. 'Ya ampun cewek ini lucu sekali.' mengingatkannya pada seseorang, batin Zaden.

"Baiklah, karena kamu lucu dan sudah membuat saya tertawa, maka saya memaafkan kamu." kata Zaden.

"Hah... kok kakak ganteng bisa tertawa sih, Meira kan bukan badut?" tanya Meira bingung.

"Yahh... lucu aja. Jadi menurutmu kakak ganteng yaa?" tanya Zaden, secara tidak sadar dia mengganti panggilan saya menjadi kakak. Selama ini banyak cewek-cewek yang bilang dia ganteng tapi itu hal yang biasa buat Zaden. Tapi entah kenapa kalau gadis ini yang bilang rasanya dia ingin terus menggodanya.

"Iya... kakak ganteng banget." sambil mengacungkan kedua jempolnya dengan imut yang membuat Zaden sangat gemes hingga tak sadar mengacak rambut Meira.

"Tapi kakak tadi juga ganteng banget, tapi sayang suka marah-marah coba senyum dikiiit aja sama Meira pasti juga ganteng banget-banget malah." tambah Meira dengan tingkah polosnya.

"Haahaa... kamu benar, dia itu memang sangat pemarah dan tidak suka tersenyum."

"Kasihan. Kata Ibu Meira Kalau kita suka marah-marah entar cepat tua, makanya Meira nggak pernah marah. Takut cepat tua, Meira kan belum lulus kuliah. Meira juga sangat suka senyum." katanya lugu. Membuat Zaden semakin gemes.

"Meira mau tau nggak siapa namanya?" tanyanya memancing gadis polos di depannya.

"Meira tau, dia Jak-Jak."

"Jak-Jak?" apa maksudnya ZACKS ya, pikir Zaden.

"Maksud Meira ZACKS ya?" Tanya Zaden. Dan Meira cuma mengangguk polos, meski tidak mengerti perbandingan kata-katanya.

"Bukan Meira, ZACKS itu nama geng kami. Itu diambil dari inisial nama kami." Zaden mencoba untuk menjelaskannya. "Dan teman kakak yang pemarah tadi Itu namanya Alando."

"Oh... namanya bagus banget, tapi namanya susah kak, Meira panggil Kak Al Al Aja ya kak?" tanyanya minta persetujuan takut salah lagi.

"Hahaha... iya terserah Meira aja. Oh iya Meira juga belum tau nama kakak kan?"

Meira menggeleng cepat, "Belum, Meira kan belum tau nama kakak juga." polosnya.

"Zaden, tapi Kalau Meira juga kesusahan manggil nama kakak, terserah Meira mau manggil kakak apa." semakin kesini, Zaden semakin mengerti karakter unik yang dimilki gadis polos di depannya ini. Bahkan mungkin kelebihan polos. Zaden berasa lagi ngomong sama seorang adik yang usianya 5 tahun yang pernah dimilikinya. Zaden membelai sayang rambut gadis di depannya tersebut.

"Meira mau menolong kakak nggak?" tanya Zaden.

"Kalau Meira bisa pasti Meira tolong. Tapi kalau tidak, ya tidak." jawabnya yakin.

"Oke. Meira bisa nggak membuat kak Alando tadi tidak menjadi pemarah lagi terus buat juga kak Alando bisa tersenyum?" entah kenapa dia merasa Kalau Meira bisa mengubah sifat sahabatnya tersebut. Zaden ingin Alando bisa bahagia lagi seperti sebelum kematian mamanya.

"Ehmm, mau tapi Meira nggak tau caranya." bingung Meira.

"Nanti Meira pasti tau sendiri kok caranya, tapi untuk sekarang Meira harus terus mengikuti Kak Alando."

"Tapi kan Meira harus pulang. Meira nggak bisa terus ikutin kak Al Al." Matanya menatap Zaden lugu penuh kebingungan.

"Meira tidak perlu ikutin kak Alando sampai ke rumahnya, cukup di kampus aja." Zaden berusaha menjelaskan. Maklum otaknya Meira ketukar sama otaknya anak kecil.

Tidak lama kemudian, teman-teman sekelas Meira berdatangan hendak masuk ke kelas dan saat melihat di kelas mereka ternyata ada ketua geng ZACKS mereka lansung berbalik keluar karena tidak mau mendapat masalah. Mereka hanya berdoa untuk keselamatan Meira. Jahat memang, tapi itulah hidup. Menyelamatkan diri sendiri lebih penting.

"Ya Sudah, kakak keluar dulu nanti Kita ketemu lagi." Zaden pun beranjak dari duduknya dan segera keluar.

Setelah Zaden berlalu dari sana barulah, teman-teman Meira bergegas masuk kelas, mencari tau keadaan Meira.

"Meira Kamu tidak kenapa-kenapa kan, tidak ada yang terluka kan, apa dia menyakitimu?" Ami, Mita dan sany bertanya bergantian, dan memutar tubuh Meira kalau-kalau Ada yang terluka.

"Meira nggak kenapa-kenapa kok, Meira sehat." jawabnya tidak mengerti maksud dari pertanyaan teman-temannya, dia kan selalu sehat, pikir Meira.

"Terus kak Zaden kenapa menemui kamu, dia tidak menyakiti kamu kan Meira?" tanya mereka lagi.

"Engga kok, kak Zad Zad baik. Kak Zad Zad bilang sudah memaafkan Meira. Tapi Meira harus bisa buat kak Al Al tersenyum," ucapnya bikin gemes teman temannya. "Jadi Meira harus selalu mengikuti kak Al Al." Tambahnya.

"Haah...?" kaget mereka, sepertinya ZACKS memang akan menyiksa Meira Perlahan.

Membuat Kak Alando tersenyum sama seperti Mengisi botol yang penuh lubang yang artinya tidak akan bisa. ZACKS benar-benar memanfaatkan ke stupid'an Meira, pikir mereka. Tapi mereka bertiga tidak bisa melakukan apa-apa selain berdoa untuk keselamatan Meira.

***

Vote, like dan koment yaa... terima kasih.

Terpopuler

Comments

nhenhe

nhenhe

meira oh mèira lucu bgt sih kamu pengen nyulik jadi nya bwt maenan di rmh aku /Joyful/

2023-12-27

0

Cruyff

Cruyff

aaa suka banget😭 knp baru nemu si novel

2022-06-07

0

Winda Nurmayani

Winda Nurmayani

sy suka karyamu thor..naikkan imun ne

2022-01-01

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 90 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!