Devi tiba di depan mal yang menurut pak supir adalah tempat pemberhentian Seo Jun dan seorang wanita. Ia masih penasaran siapa wanita yang dibawa pria Korea itu dan memutuskan menghubungi Moon sebelum ia masuk mencarinya.
“Devi, gimana udah ketemu sepupuku?” Tanya Moon dengan nada sangat khawatir saat percakapan mereka terhubung.
“Ng… Belum. Tapi aku udah dapat info dari supir yang ngantar dia pergi. Apa dia datang bersama teman wanita? Kata supir itu, Seo Jun ke mal bersama seorang wanita untuk memperbaiki hape.” Ujar Devi bertanya balik.
“Dia datang sendiri, ah… Devi cepat temukan sepupuku, jangan-jangan wanita itu berniat jahat apalagi kita tidak bisa menghubunginya, jangan-jangan ponselnya yang rusak.” Moon semakin terdengar panik.
“Oke oke… aku masuk sekarang. Nanti kuhubungi lagi ya.” Devi mengakhiri telpon, sebaiknya ia tidak membuang waktu lagi. Jika ia kehilangan kesempatan ini, entah di mana lagi ia bisa menemui pria itu.
***
Hampir setiap mata yang berpapasan dengan sepasang anak muda norak itu selalu melirik dengan tatapan risih dan aneh. Seo Jun kian gerah diapit terus oleh Sofie yang menempel bak perangko. Ia menyingkirkan tangan gadis agresif itu yang menggandengnya dengan manja.
“Lepasin! Kita jalan biasa aja.” Seo Jun menepis tangan Sofie.
Bukannya menyingkir, Sofie malah mempererat gandengannya. “Hapemu dua hari baru bisa diambil. Sekarang
kita makan yuk, aku laapaar.” Rengek Sofie manja.
Seo Jun merasa lapar juga, ia hanya sempat makan dalam pesawat. Semula ia tidak menyangka rencana
perjalanannya seberantakan ini. Yang semestinya ia diatur oleh guide, kini ia malah jadi tempat bergelanyut gadis manja.
“Aku harus ke money changer dulu, atau kau mau traktir?” Ujar Seo Jun. Mengharapkan gadis yang tidak mampu membayar uang taksi itu untuk membayar, sama saja seperti peribahasa pungguk merindukan bulan, yang ada ia mati kelaparan.
Sofie berkelit, ia pun tidak punya pegangan lagi. “Ng, aku temenin tukar uang deh. Di sini kayaknya nggak ada. Aku tanya bentar di mana money changer terdekat.”
Akhirnya gadis itu bisa melepaskan sendiri gandengan tangannya. Ia berlari menuju pusat informasi, membiarkan Seo Jun berdiri di tempat. Tak lama kemudian Sofie berlari menghampirinya, ia langsung menggeret tangan Seo Jun dan berjalan setengah berlari.
“Bisa pelan aja nggak? Aku nggak nyaman nih.” Protes Seo Jun yang masih diseret Sofie padahal ia kepayahan menyeret koper juga.
“Buruan, katanya money changer terdekat bentar lagi tutup jam istirahat.” Ujar Sofie tanpa peduli betapa kepayahannya Seo Jun.
Di saat mereka saling menyeret, Devi dari arah berlawanan celingukan mencari sosok Seo Jun. Ia melewatkan kesempatan baik bertemu yang dicari lantaran Seo Jun melangkah ke pintu keluar sedangkan Devi naik eskalator ke lantai dua.
***
Peluh keringat mengucur hingga membasahi kemeja Seo Jun, ia kegerahan berjalan di bawah terik matahari. Kulitnya yang putih merona bahkan memerah lantaran kejemur.
“Bisa nggak sih kita naik taksi aja.” Keluh Seo Jun sembari mengipas wajah dengan tangan.
“Nanggung banget, bentar lagi sampe.” Sofie tak kalah gerah, make upnya mungkin akan luntur total jika mereka tidak sampai dalam waktu 10 menit lagi. Ia tidak punya banyak pilihan, naik taksi dengan uang pas-pasan itu sangat mengerikan.
“Berapa jauh lagi? Nih gantian bawain!” Seo Jun merasa dikerjain Sofie, seumur-umur ia tidak pernah panas-panasan berjalan di trotoar menghirup debu dan asap knalpot, sekarang gara-gara ponselnya rusak disenggol gadis manja itu, segalanya berantakan. Diopernya koper itu pada Sofie, meskipun merengek protes namun Sofie terpaksa membawanya karena Seo Jun sudah berjalan jauh meninggalkannya.
***
Amanda sesenggukan dalam mobil, sejak tadi mencoba mencari pelanggan pertama namun belum satupun notif penumpang yang masuk. Alih-alih bisa narik penumpang, ia harus melapor ke bagian custumer service atas kendala yang ia alami. Sembari menunggu sistem yang error kembali normal, ia memutuskan mengisi perut dulu di warung bakso pinggir jalan. Uang yang menipis tidak boleh sembarang digunakan, ia harus belajar pelit pada diri sendiri sampai keadaan lebih membaik.
“Seporsi berapa bang?” tanya Amanda. Tips perhitungan harus dimulai dengan bertanya harga sebelum memutuskan membeli apalagi di tempat makan yang tidak mencantumkan harga pada menu.
“Dua puluh ribu neng.” Jawab abang penjual sembari sibuk menyiapkan beberapa porsi sekaligus.
Amanda tampak berpikir, jika hanya makan bakso mungkin tidak awet kenyang. Tapi ia sudah tergiur mencium aromanya, “Hmm… kalau pake nasi?”
“Tambah lima ribu.” Jawab abang penjual sambil menyiduk pentolan.
“Trus pake es teh?” Amanda tanya lagi.
Kali ini abang penjual berhenti menyiduk lalu melirik wajah calon pembeli yang getol bertanya. Melihat paras Amanda yang cantik dan tengah sendu, abang penjual itu langsung adem hatinya. “Tambah empat ribu.”
Amanda menghitung dalam hati, lumayan mahal untuk sekali makan tapi ia bosan makan masakan warteg terus. “Yaudah bang, seporsi bakso pake nasi sama es teh ya.”
Ia mengambil tempat duduk di pojokan dekat tali pengikat tenda, hanya tempat itu yang dirasanya terpojok dan tidak jadi perhatian. Ia bebas mengamati orang yang lalu lalang di sekitar jalan, anggap saja cuci mata gratis.
Tak lama kemudian pesanannya sudah diantarkan, suara konser perutnya kian menjadi ketika mencium kelezatan bakso yang menggiurkan itu. Ia tidak perlu makan dengan perasaan bersalah, sesekali menyenangkan diri bukan termasuk dosa besar. Lagian siapa yang menyangka, minggu lalu ia masih berstatus nona muda yang kaya raya dengan segala fasilitas mewah, dan kini ia roda nasib berputar ke bawah. Ia belum terbiasa dengan perubahan status yang dadakan itu.
Lamunannya buyar saat seorang pria mencolok dan gadis yang berisik datang. Amanda mengunyah satu pentolan utuh sambil memperhatikan keduanya, gadis itu sangat fasih berbahasa asing pada pria itu. Amanda merasa cukup familiar dengan logat tersebut hingga ia yakin bahwa mereka pasti adalah turis dari Korea. Tetapi wajah gadis di sampingnya terlihat seperti wajah orang lokal, dan itulah yang membuat Amanda penasaran.
Pria di hadapan Amanda tampak tertarik dengan makanan lokal ini, tetapi gadis itu terlihat keberatan. Amanda menilai dari gestur tubuhnya, walaupun ia tidak mengerti apa yang mereka bicarakan namun ia bisa sedikit menebak dari mimik wajah dan tingkah mereka.
Setelah perbincangan nggak jelas sesaat, gadis yang terlihat kekanakan itu akhirnya memesan dua mangkuk bakso. Tebakan Amanda terbukti, gadis itu bukan orang asing. Didengar dari nada bicaranya yang sangat fasih bahasa Indonesia serta ia tidak terlihat mirip dengan pria di sampingnya yang putih merona. Gadis pendampingnya lebih berkulit kuning langsat dengan sepasang mata besar.
Pria asing itu kini celingukan mencari tempat duduk dan tatapannya terhenti saat melihat bangku kosong di samping Amanda. Ia mengincar posisi itu juga padahal di sebelah lain masih tersisa bangku kosong.
Amanda sadar mejanya dilirik pria itu hingga ia kelabakan. Ia enggan berbagi satu meja dengan mereka, quality timenya pasti akan terusik.
Pria itu tidak mau tahu apa itu quality time, me time, ia berjalan menuju tempat yang diincarnya. Semakin ia melangkah, semakin kencang debaran jantung Amanda yang tidak tahu mengapa bisa berdetak seheboh itu gara-gara dia.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
unknown
mampir thor
2021-01-29
2
Yuniyas Anthomy
Yessss
2020-05-13
2
Winon
akhirnya ketemuuu
2020-03-31
0