“Jadi gimana nih neng bayarannya lama amat, kalo nggak punya duit jangan naik taksi noh.” Sepuluh menit digantung tanpa kepastian pembayaran membuat tensi darah pak supir naik.
Sofie kelabakan, ia tidak punya siapapun yang bisa diandalkan. Tidak lucu jika ia mengaktifkan ponsel lalu merengek meminta bantuan Reagan, baru satu jam ia menghempaskan kekasihnya gara-gara kecantol pria Korea.
“Dompetku hilang, aku tidak bisa bayar ongkos ini. Uang yang kupegang nggak cukup, kamu bayarin dulu deh.” Seakan bermain ping pong, Sofie keukeh melempar tanggung jawab pembayaran pada Seo Jun.
“Nggak usah sok pake bahasa dewa neng, buruan bayar! Saya mau narik lagi nih!” Pak supir sudah seperti rentenir kebakaran jenggot.
Seo Jun harus membuat keputusan, ia tidak mau terlalu lama membuang waktu hanya untuk cekcok. Dikeluarkannya selembar uang 50.000 Won dan disodorkan pada supir. Uang itu segera ditarik pak supir yang sudah tidak sabar menerima bayaran.
“Duit apa ini? Palsu?” mukanya mengkerut, baru pertama kali melihat uang asing. Pak supir membolak balik selembar uang yang jika ditukar rupiah sudah mencapai dua kali ongkos.
“Uang Korea pak, tukarin sendiri di money changer. Itu udah lebih dari cukup buat bayar taksi bapak, lebih-lebih malah.” Jawab Sofie yang sewot dikasarin supir taksi. Setelah Seo Jun bisa membayar lebih, ia mulai bertingkah melakukan pembalasan.
“Udah beres kan? Ayo turun.” Seo Jun malas berbasa basi, harusnya ia sudah berkeliling kota minimal ke Monas, tapi malah menghabiskan waktu dengan kekonyolan seperti ini.
Pak supir yang masih belum yakin berusaha menahan mereka, “50.000 mana bisa buat bayar. Nambah selembar lagi!” todong pak supir galak.
“ih… bapak ini ya dikasih hati minta jantung. Tuman! Buruan turunin koper kami, itu duit udah sangat cukup.” Bentak Sofie tidak kalah ganas hingga si supir ciut.
Alhasil Seo Jun dan Sofie seperti turis nyasar ke mal, sembari menarik koper menyusuri pusat keramaian. Sekeliling mulai melirik keanehan mereka hingga membuat Sofie kegeeran, ia mencoba merangkul lengan Seo
Jun namun gagal karena pria itu berjalan sangat cepat di depannya.
“Mana tempat servis hape?” Seo Jun menoleh ke belakang, mencoba mencari jawaban dari pemandunya.
Sofie berjalan tersoak-soak dengan napas tersengal, ia lebih mirip ayam jago yang kalah tempur. “Di sono…” Ia menunjuk ke blok kiri, tangannya gemetaran.
Seo Jun mulai cemas melihat gadis itu, “Kamu kenapa?” ia menunggu Sofie menyusulnya.
“Ca... Capek…” Sofie langsung meraih lengan Seo Jun dan mencengkeramnya dengan kuat. Tangan kekar itu dijadikan tiang penyanggah agar tubuhnya tidak roboh.
Meskipun agak risih tetapi Seo Jun membiarkan Sofie bergelanyutan pada lengannya. “Buruan, ini udah makin siang. Aku mau jalan-jalan habis ini.” Ujar Seo Jun, setengah hari sudah ia buang waktu dengan hal yang tak berguna. Agendanya untuk keliling Monas tampaknya akan gagal jika ia berlama-lama di pusat perbelanjaan.
Sofie merengek kecapekan, ia akhirnya bisa berjalan bergandengan dengan Seo Jun. Senyum yang ia sembunyikan tampak mengerikan andai Seo Jun bisa melihatnya, ia berhasil beracting hingga bisa bergandengan layaknya orang kasmaran dan membuat berpuluh pasang mata menatap iri padanya.
Hihihi… Sempurna!
***
Devi menunggu di pusat informasi bandara namun Seo Jun tak kunjung muncul. Ia mulai tidak betah, menunggu dalam diam seperti patung sangat membosankan. Ditinggalkannya pusat informasi yang ia rasa tidak bisa diandalkan lagi. Lebih baik ia bergerak dan mencari info dari pihak lain, bila perlu ia akan bertanya satu persatu pada petugas yang standby di sana.
“Kalo dia udah nggak di sini, berarti dia bakal naik taksi.” Devi berpikir logis, ia harus mewawancarai supir yang mangkal di sana.
Berbekal foto yang dikirimkan Moon, Devi melacak taksi mana yang ditumpangi pria Korea itu. Satu demi satu taksi di pangkalan diinterogasi olehnya, namun belum membuahkan hasil yang memuaskan hingga tersisa satu unit taksi yang baru saja masuk ke pangkalan yang perlu didatangi Devi.
“Misi pak.” Sapa Devi ramah walau dengan wajah lelah dan senyum yang kaku dari bibir keringnya.
“Ya? Mau kemana non. Silahkan!” si supir salah sangka mengira Devi adalah calon penumpang.
“Nggak pak, aku lagi cari seseorang. Apa bapak melihat cowok ini?” Devi menunjukkan foto dari ponselnya, penglihatan si bapak yang buram terpaksa membuatnya menyipitkan mata untuk melihat layar ponsel.
Pria tua itu mengernyit, antara ragu dan yakin foto itu adalah orang yang sama dengan penumpangnya. “Ah, ini bocah yang ngomong pake bahasa asingkan?” Tanya si supir dengan volume lupa terkontrol saking kerasnya.
Devi mulai optimis, secerca harapan menyinari hatinya saat mendengar jawaban itu. “Iya pak bener. Bapak lihat dia di mana?”
Tiba-tiba bapak itu sewot, wajahnya yang semula bersahabat kini seakan bisa menelan orang. “Bukan lihat lagi, ini habis nganterin dia. Dasar kere, nggak punya duit tapi sok-sokan naik taksi. Masa tarifnya 220 ribu dibayarnya Cuma 50 ribu.” Si supir meronggoh uang yang dibayarkan oleh Seo Jun.
Devi mesem, antara geli atau prihatin dengan si supir. Padahal ia untung dua kali lipat dengan uang sebesar itu, namun dikiranya setara dengan Rupiah. Devi yakin supir itu pasti baru saja mengantarkan Seo Jun, bapak tua
itu pasti bisa mengantarnya pada tempat kliennya berada saat ini.
“Pak, saya bayarkan ongkos dia tadi. Uang ini saya ambil kembali ya, maaf banget. Dia teman saya dan nggak bisa bahasa Indonesia. Bapak tolong antarkan saya ke tempat dia sekarang. Ini saya bayarkan ongkos dia dulu,
kembaliannya ambil aja pak.” Devi menyodorkan uang 250 ribu Rupiah lalu meminta si supir segera membawanya ke tempat Seo Jun.
“Makasih non, ini aku balikin uang 50rbnya.” Ujar supir dengan polos, ia betul betul tidak percaya nilai uang tersebut lebih tinggi dari harga ongkosnya. Jika bukan karena Devi memberinya uang ganti, ia tidak akan bersenang hati meladeni gadis itu.
“Tadi mereka kemana pak?” tanya Devi penasaran, ia lupa belum sempat bertanya kemana tujuan Seo Jun saking senangnya berhasil memecahkan misteri.
“Ke mal non. Kok non nggak hubungin aja kalo emang temannya.” Tanya si supir mulai kepo.
“Justru itu aku gak bisa hubungin dia, kucari sampe bikin pengumuman di pusat informasi. Kok dia malah ke mal sih?” devi mengira ia salah menduga Seo Jun yang asing dengan kota ini, justru ia pendatang yang nekad pergi ke pusat keramaian sesampainya di sini tanpa pendamping.
“Ooo… mungkin karena itu temen ceweknya minta diantar ke mal, dia sempat tanya bapak tempat
servis hape di mana, makanya bapak bawa ke sana.” ujar si supir sembari melirik Devi dari kaca kecil di depannya.
“Waduh… hape temenku rusak pak? Pantesan aja ditelpon nggak nyambung.” Devi mulai mengerti situasinya.
“Eh tapi temen cewek? Dia bawa temen pak?” Devi baru sadar ada yang janggal, Moon bilang sepupunya datang sendiri tapi supir yang mengantarnya berkata Seo Jun bersama teman cewek. Devi mulai mencium ketidak-beresan,jangan-jangan cowok ini bawa selingkuhan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Fitri Lin
waduh waduh ..besok2 jangan ada yg niruin devi ya.. mentang2 ketemu oppa terus pura2 nabrak hehe ..
2020-08-23
0
rujak
kocak kocak koca
2020-07-26
0
nonamanis
kocak lol
2020-07-06
2