"Kalo mau survive, lu nggak boleh gengsi. Kerja apapun yang penting halal, cia yo Manda!” pekik Amanda menyoraki dirinya. Sejak kehilangan rumah, harta orangtua beserta orangtuanya, dan teman-teman yang ngaku sahabat tapi menghilang saat tahu ia tidak punya apa-apa, Amanda lebih sering bicara sendiri. Ia kesepian dan sangat rawan frustasi, namun masih mencoba kuat dan berjuang dengan kedua tangan serta berdiri tegak di atas kedua kakinya. Hanya anak muda yang malas berusaha yang akan mati kelaparan, itu prinsipnya.
Ia baru saja mendapatkan ID card sebagai driver online resmi sebuah perusahaan angkutan online. Mobil mewahnya harus bisa menghasilkan, tidak hanya menghabiskan bensin untuk mutar-mutar tanpa tujuan jelas. Meski nomanden saat ini, yang penting ia masih kuat bertahan hidup dan tidur dari pom bensin ke pom bensin asalkan aman.
“Semangat! Kira-kira siapa penumpang pertama yang beruntung mendapatkan supir secantik aku ya?” Ujar Amanda kelewat narsis. Ia mulai mengaktifkan GPS dan akunnya untuk menampung orderan.
***
Sofie menyadari triknya menarik perhatian cowok ganteng yang mirip boy band itu mulai masuk ke skenario. Ia tak menyangka pria berkulit putih mulus itu ternyata cowok imporan dari Korea, beruntung sekali ia yang selama tiga tahun mempelajari bahasa Korea saking getolnya menonton drakor. Sofie tidak kesulitan berkomunikasi dengan pria itu, ia harus mendapatkan perhatian lebih dari si tampan.
“Sorry, aku nggak sengaja. Hpmu rusak ya, aku akan ganti rugi.” Sofie menyatakan rasa bersalahnya dalam bahasa Korea.
Seo Jun gagal fokus pada permintaan maaf gadis yang menabraknya, ia justru terkesima mendengar bahasa yang dilontarkan. Akhirnya ia tidak merasa berada di planet Namek dengan bahasa yang lain sendiri, ada juga orang lokal yang bisa diajak komunikasi. Seo Jun melirik sekeliling, wajah Devi tidak juga muncul. Ia harus memanfaatkan gadis yang bisa berbahasa Korea ini agar menjadi pemandunya sebagai alternatif jika Devi mangkir dari kerjaan. Bagaimanapun Seo Jun perlu seorang guide agar kedatangannya tidak sia-sia, ia tidak bisa bebas berwisata di kota besar yang sangat asing baginya.
“Gimana caranya kamu ganti rugi? Ini satu-satunya alat komunikasi yang aku bawa dan aku belum bertemu tur guideku.” Seru Seo Jun tidak bersahabat. Ia harus menggertak gadis itu agar tidak kabur dengan mudah.
“Ng… aku beliin yang baru deh gimana? Sorry banget aku nggak sengaja.” Sofie memelas, namun dalam hati ia tertawa girang.
“Tidak, aku tidak mau yang baru. Di dalam banyak data penting dan nomor kontak yang tidak aku hapal. Kamu harus bawa aku ke tempat servis ponsel sekarang atau kamu akan menyesal sudah membuang waktuku.” Ancam
Seo Jun.
Sofie terbahak dalam hati, pria itu mulai menunjukkan ketergantungan padanya. Boro-boro mengusirnya, pria itu nyatanya takut Sofie meninggalkannya.
“Ya sudah, kita ke pusat servis ponsel.”
Mereka berjalan menuju pemberhentian taksi, akhirnya Sofie bisa berlagak seakan pria Korea itu adalah kekasihnya. Berjalan berdua dan mencuri perhatian di sekitar saja sudah membuat kepalanya besar, apalagi kalau pria itu bisa digandengnya. Ia yakin semua wanita yang melirik bakal iri setengah mati padanya.
Sebuah taksi berhenti kemudian supirnya keluar dan berlari membukakan bagasi mobil serta mengambil alih koper dari pegangan Seo Jun. Mereka berdua masuk ke dalam mobil, Sofie seketika lega. Ia tetap takut jika Reagan datang mencarinya lalu memergokinya bersama pria asing. Bergegas dimatikan ponselnya agar kekasihnya tidak mengacaukan rencananya.
“Kemana ya bos?” tanya pak supir dari balik kemudi.
“Pak, tempat servis hape dimana ya?” Sofie bertanya balik, ia sendiri bukan orang asli Jakarta, gimana ia bisa tahu seluk beluk kota ini?
“Ow… ke mal area selatan deh neng, banyak konter hape di sana.” Ujar supir, ia memencet argo dan mulai berjalan.
Sementara itu Reagan celingukan mencari Sofie, bahkan menunggu di depan toilet wanita. Ia meronggoh kocek dan mengeluarkan ponsel, kepanikannya mulai menjadi saat nomor yang ia hubungi tidak aktif. Sofie tidak
tahu jalan dan sering tersesat, Reagan menyalahkan diri sendiri yang tega membiarkannya sendiri. Mereka masih punya waktu 15 menit sebelum boarding dibuka, Reagan harus menemukannya sebelum pesawat meninggalkan mereka.
***
Lee Moon baru bisa menghubungi Devi setelah puluhan kali miscal. Ia begitu panik mencemaskan sepupunya yang tidak familiar berada di tempat baru dan belum bertemu orang yang ia tunjuk sebagai guide. Jika terjadi sesuatu pada Seo Jun, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya.
“Devi, kamu kemana saja. Apa sudah ketemu sepupuku?” Moon enggan basa basi lagi, ia sudah over panic.
“Ng… aku tadi bolak balik toilet, sorry banget perutku lagi bermasalah hari ini. Dari tadi aku cari yang namanya Seo Jun tapi nggak ada yang menghampiri, aku udah ke pusat informasi tapi belum ada juga yang menemukannya.” Devi merasa sangat bersalah, suaranya terdengar jelas ketakutan.
Moon kehilangan tenaga, ia terhuyung duduk di atas kursi. “Jadi sepupuku hilang? Kamu nggak coba telpon dia?” teriak Moon mulai emosi.
“Udah, tapi nomornya nggak aktif.” Devi makin pesimis, rasa bersalahnya kian besar. Kalau sampai pria itu hilang, bukan tidak mungkin Lee Moon akan menuntutnya dan ia akan dapat sanksi dari perusahaan atau yang lebih parah ia akan dipecat.
“KAMU LAPOR POLISI CEPAT!” Moon makin tidak terkontrol, ia juga sedang menghubungi Seo Jun tetapi seperti yang Devi sampaikan, nomor itu tidak aktif. Tidak biasanya Seo Jun mematikan ponsel kecuali baterainya habis sebelum ia bertemu Devi. Tapi Moon kenal betul Sepupunya, pria itu tidak akan bertindak gegabah dan membahayakan dirinya. Mengingat itu akhirnya sedikit membuat Moon tenang.
“Kalau belum dua puluh empat jam hilang, belum bisa dinyatakan orang hilang. Maaf banget ya, Noona. Aku cari dia dulu, ada perkembangan apapun langsung aku kabari.” Devi mengakhiri pembicaraan, ia tidak boleh buang waktu lagi. Kemanapun pria itu pergi, ia bertekad harus menemukannya jika tidak mau kehilangan pekerjaan.
***
“Non, udah sampe nih.” Seru supir taksi dengan girang. Gimana tidak girang jika argonya mencapai dua ratusan ribu rupiah untuk perjalanan yang baru berakhir.
“Iy.. iya gue tahu kok. Bentar.” Sofie gelagapan, ia baru sadar dompetnya ia titipkan pada Reagan. Tas yang ia bawa hanya berisi beberapa recehan yang tidak sampai dua ratus ribu. Mampuslah ia yang seceroboh itu.
“Kenapa?” tanya Seo Jun saat melihat wajah kusut Sofie.
“Kamu punya rupiah? Bayarin ongkosnya.” Pinta Sofie separuh merengek. Pria itu datang ke Jakarta pasti punya persiapan, minimal ia punya pegangan uang Rupiah.
Seo Jun menghela napas dalam, gadis yang dari tadi sok bertanggung jawab itu ternyata malah minta ongkos padanya. “Berapa?”
“Neng lama amat sih.” Ujar supir makin tidak sabar.
“Bentar!” celetuk Sofie jutek. Ia baru saja senang hampir memenangkan pengalihan pembayaran namun malah disela oleh si bapak supir kumisan.
“Dua ratus dua puluh lima ribu.” Ungkap Sofie.
Seo Jun mengernyit, ia belum mengecek nilai tukar uang lokal dan langsung mempercayakan pada Moon untuk mengaturnya. Dan apesnya saat ia membuka dompet, ia baru sadar uang Rupiahnya tertinggal dalam amplop di atas meja kamarnya. Ia hanya membawa Won dalam jumlah banyak.
“Aku belum tukar uang.” Ujar Seo Jun sok cool.
Sofie memucat, jadi ia harus bagaimana? Kenapa ada kejadian di luar rencana yang menyusahkan dirinya? Pikirannya makin kusut saat mendengar ocehan si supir yang mulai habis kesabaran. Oh, God plis Help!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
finkfink
sofie oh sofie
2020-09-05
0
nonamanis
ada gitu ya org kek sofie
2020-07-30
5
rujak
seru seru lucu korea korea
2020-07-26
0