Kata 'Suka' Sudah Disuarakan

Kalau kata 'suka' sudah disuarakan, berarti cuma ada dua pilihan.

Terima. Jadi milik dia.

Tolak. Siapin diri, lihat yang ada di depan.

***

Kantin SMA Cendera Satya.

Rachel sedang berada dalam mode marah sama Karin. Jadi, Karin dia tinggal ketika bel jam istirahat pertama berbunyi. Tapi tiba-tiba, baru niat gadis itu menaiki tangga menuju ke kantin lantai dua. Tangan kanan dan kiri Rachel ditarik oleh dua orang yang tidak asing lagi se-SMA Ceniya ini.

Siska--ketua ekskul cheers, bersama Kaila--ketua ekskul teater. Kalau sudah ada mereka, pasti tahulah siapa leader-nya.

Rachel didudukkan di bangku kantin lantai satu, posisinya di tengah-tengah, diapit oleh Siska dan Kaila. Orang yang mendudukkannya, Rachel sangat yakini pasti bernama Raline, kalau tidak salah... Raline adalah ketua ekskul modeling. Bahkan anak sekolah sebelah juga pasti kenal dengan dia.

Mata Rachel menyapu sekeliling kantin lantai satu. Di sini benar-benar ramai orang. Mereka hanya menonton aksi Raline and the geng. Dan tidak jauh dari posisi meja yang kini ditempati oleh Rachel, ada Sania, Nilga, Rasya, dan geng mereka.

Nilga cuma menatap dengan tatapan yang sulit Rachel artikan.

Bahkan gadis itu pun dibuat bingung, tidak tahu apa yang ada di pikiran Raline dan apa yang akan perempuan itu perbuat padanya. Yang jelas, firasat Rachel mulai tidak enak.

Seketika kantin bertambah ramai. Semengerikan itu sosial media menyebar informasi. Mereka malah mengabadikan momen ini dan meng-share ke grup angkatan masing-masing, sungguh, tidak berperi kemanusiaan.

"Lo tau ini apa, Cantik?" tanya Raline dengan nada mengejek.

Dalam pikiran Rachel, 'Gue rasa anak sekolah dasar juga tau apa yang dipegang sama lo sekarang.'

"Kenapa diem? Takut sama gue? Gue nggak bakal nyakitin 'kesayangan'-nya Kak Zenkra kok," ucapnya lagi.

Rachel masih terdiam di tempat. Namun batinnya mulai merutuk, 'Tau gini gue ajak aja si Karin. Biar kita takutnya barengan.'

Tangan Raline terangkat, siap menuangkan isinya. Sontak Rachel memejamkan mata sambil berharap, 'Siapapun tolongin gue!'

BYURRR!

Tega. Benar-benar tidak ada yang menolong gadis itu. Air mineral yang tinggal setengah membasahi dari rambut sampai ke badan.

Rachel syok, langsung berdiri. Yang lain sama kagetnya.

Masalahnya, selevel Sania yang hobi bully pun, cuma bully fisik saat penataran ekskul cheers dan modeling. Sisanya, paling hanya adu mulut saja.

Sedangkan Raline, dengan percaya diri dan dengan tidak ada takutnya, menyiramkan air ke Rachel di hadapan anak-anak se-SMA Ceniya

Rachel geram. Tangannya sampai terkepal, kemudian melirik ke arah gelas jus yang isinya tinggal setengah di atas meja. Entah punya siapa itu, Rachel tidak tahu.

Yang jelas... gadis itu lantas memegang dan mengangkat gelas jus dari meja. Namun, tangannya dicekal oleh seseorang yang menyita fokusnya sampai menghentikan aktivitas.

Orang itu melepaskan sweater-nya dan menaruh ke atas meja dekat Rachel sekarang. Dan ya, itu Nilga, orang yang mencekal tangan Rachel dan entah mungkin karena kepanasan jadinya melepas sweater yang dikenakannya.

"Kalau lo siram balik, berarti lo sama aja kaya dia," ucap Nilga.

Kini arah pandang Nilga tertuju tajam kepada Raline. "Raline! Dari tadi gue diem, berpikir kalau lo nggak akan bertindak sejauh ini. Ternyata, sebegitu dengkinya hati lo!" ucap Nilga lagi.

'Nilga nih?' Dalam hati Rachel mempertanyakan. Pasalnya dia hampir tidak percaya. Nilga yang katanya konyol, seketika berubah menjadi pahlawan kesiangan.

Semua yang menyaksikan pula pasti sama tidak percayanya. Bahkan Sania kini kelihatan gusar. Karena setahu Rachel, Sania sedang pendekatan alias PDKT ke Nilga.

Benar juga.

'Kalau gue balas perlakuan Raline and the geng, turun image gue sebagai ketos--ketua OSIS SMA Cendera Satya,' batin Rachel setuju dengan ucapan dari Nilga.

Rachel menatap Raline tajam, lalu memasang senyum terbaiknya. Senyum tercantik yang pernah ada.

"Nyiram lo?" tanya Rachel tanpa melepaskan tatapan dari Raline, "Cuma nambah dosa!"

"Baju lo basah, lo bisa pakai sweater gue," ujar Nilga. Namun Rachel belum mau menggubris niat baik laki-laki itu.

Sementara para murid yang lain menyaksikan, ada juga yang mem-video kejadian tersebut.

Rachel berucap lagi kepada Raline. "Gue haus! Ternyata siraman lo tadi nggak bikin haus gue hilang!" Setelahnya mengangkat gelas jus dan meneguk isinya hingga tandas.

Raline dan geng dia hanya bisa bungkam. Tatapan tajam disertai tampang jutek andalan Rachel sukses membuat mereka bergeming di tempat. Ditambah lagi, Nilga yang kini ada di pihak gadis itu.

Rachel melangkah, mendekat ke sang leader, Raline. Raut wajah Raline sudah pucat, dia tidak menyangka akan menjadi serunyam ini.

Di sini sangat ramai orang, tapi tidak ada satu pun yang berani bersuara. Lantas Rachel memulai.

"Raline..." ucap gadis itu memanggil. Sekarang tepat berdiri di depan Raline.

"Lo tau 'kan, anak paskib kalau gerak jalan teratur banget?" tanya Rachel sinis.

Raline masih bergeming.

"Mending lo gabung, biar jalan hidup lo ikut teratur," lanjut Rachel. "Ohh atau... lo mau ikutan OSIS?"

Tak ada jawaban dari Raline. Rachel pun kembali berucap.

"Bagus juga. Latihan Dasar Kepemimpinan mungkin bisa menjadikan lo pemimpin pasukan ke jalan yang lebih bener."

Raline hanya diam saja mendengar semua penuturan Rachel yang amat sangat penuh kekesalan.

Kini gadis itu lebih mendekat. Melirik dasi Raline yang terpasang berantakan. Kemudian, membenarkannya supaya rapi.

"Gue nggak nyangka ya. Hati lo ternyata sama berantakannya kaya dasi lo. Tapi itu udah gue benerin. Syukur-syukur, hati lo juga ikut bener deh."

Jengah. Menjadi tatapan anak se-SMA yang hanya bisa bungkam melihat kejadian kaya gini. Kini Rachel berjalan menghampiri Nilga yang tengah bergeming sambil terus menatap ke arah dia.

Tangan Rachel tergerak mengambil sweater milik Nilga yang dari tadi bertengger di atas meja.

"Gue pinjem dulu," ucap Rachel tertuju untuk Nilga.

"Lo bisa bilang ke gue, kalau mau ambil sweater ini. Gue orangnya pelupa. Bahkan, kejadian sekarang ini bisa dengan mudah gue lupain. Tapi, kalau terulang... jangan harap dapet ampun dari gue!" Rachel berucap lagi dengan volume yang sengaja dikencangkan, supaya sepenjuru kantin dapat mendengar. Sebelum akhirnya dia pergi dari tempat laknat tersebut.

Rasanya sangat puas. Baru berapa langkah, kini ada yang bersuara dengan berteriak menginterupsi, "Gue sekarang paham kenapa Kak Zenkra bisa sebegitu bucinnya sama lo, Hel! Ternyata lo emang sekeren itu..." ucap Rasya sambil mengacungkan jempol ke arah Rachel.

'Ngelihat dia bikin gue senyum. Ternyata lo juga sekonyol itu...' pikir Rachel, sehabis itu benar-benar pergi dengan tujuan utamanya kelas 11 IPA 1.

***

Ketika di kelas 11 IPA 1.

"Hellllllllllll..." panggil Karin begitu melihat sosok Rachel berada di ambang pintu.

"Lo sendirian di kelas?" Rachel menengok ke kiri dan kanan, tidak ada orang sama sekali. Ya, iyalah, semuanya pada di kantin.

"Iya nih, Hel. Lo sih, ninggalin gue," ucap Karin, dia sama sekali tidak marah pada sahabatnya.

"Lo nggak ke kantin?" tanya Rachel heran.

"Nggak laper gue, Hel."

"Lo nggak tau di kantin ada apaan?" tanya Rachel lagi.

"Emang ada apaan?" tanya Karin dengan wajah polosnya.

"Handphone lo mati?" tanya gadis itu lagi alih-alih menjawab.

"Enggak, nih, Hel." Karin menunjukkan ponsel yang menyala di genggamannya.

Lagi-lagi pertanyaan dari Rachel yang mencuat. "Emang nggak ada bunyi chat dari grup?"

"Waktu itu 'kan lo yang suruh gue mute grup sama silent handphone, Hel. Emang ada apa sih?"

"Haduh... Rin... Rin... Cek grup dah."

Karin mengikuti instruksi dari Rachel. Matanya membelalak tatkala melihat percakapan yang ada di grup, bahkan ada yang sampai mengirim video di sana. Mata Karin semakin membelalak, melihat adegan di kantin tadi dari video.

Sekarang matanya terfokus ke diri Rachel.

"Lo nggak apa-apa, Hel? Kak Zenkra nggak nolongin lo?" tanya Karin cemas, sambil membolak-balikan tubuh sahabatnya itu ke kiri dan ke kanan.

"Nggak apa-apa tuh, masih sehat, anggota tubuh gue juga masih lengkap," sahut Rachel tak acuh sambil memakai sweater milik Nilga yang kebesaran. "Kak Zenkra? Peduli apa gue sama dia. Bullshit! Kalau dia bilang mau bikin gue jatuh hati. Nyatanya, dia-lah alasan utama gue diperlakukan kaya gini. Gue nggak tau dia ke mana, meninggal kali."

Kali ini Rachel benar-benar kesal. Karin pula maklum akan keadaan sahabatnya dan memutuskan untuk memberi ruang untuk Rachel menenangkan diri dulu.

Bel berbunyi. Dan Rachel melenggang duduk di bangku samping Karin. Karena kini jam pelajaran mau dimulai. Rasanya ingin sekali cepat-cepat pulang karena sekarang gilirannya mapel Sejarah Wajib.

'Mood hancur hari ini...' keluh Rachel dalam hati.

Bersambung.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!