Ketika persahabatan mengajarkan untuk tidak bolos.
***
Sebelum berangkat sekolah.
"Duh... Sebenarnya gue agak ragu nih, mau masuk sekolah atau nggak. Ini semua gara-gara si Karin," dumel Rachel setengah kesal pada sahabatnya itu.
Bagaimana tidak? Semalam Rachel melanjutkan berbalas chat dengan Karin.
[Rachel]: Rin
[Karin Lemot]: Hm? Apaan\, Hel? Udah buka grup\, belom?
[Rachel]: Udah
[Karin Lemot]: Jd gmn?
[Rachel]: Gmn apanya?
[Karin Lemot]: Bsk
[Rachel]: Nggak sekolah lah\, gue demam
[Karin Lemot]: Bagus banget lo alesannya
[Karin Lemot]: Hel
[Karin Lemot]: Hellll
Rachel abaikan chat dari Karin. Sahabatnya itu yang paling mengerti Rachel.
Buktinya sekarang...
Pagi-pagi buta. Dia ke rumah Rachel, sudah berpakaian rapi dengan seragam. Langsung masuk kamar. Menarik selimut. Sehabis itu, menarik tangan Rachel dan Langsung digerek dari kasur dipaksa masuk ke kamar mandi.
Dan...
BYUR!!
"Dinginnnnnn.... Rinnnnnn!!!!" teriak Rachel menggelegar seantero rumah.
"Gue bangun pagi-pagi cuma buat bangunin lo biar nggak bolos, Hel!" ucap Karin.
"Ish, rese banget lo! Ini gue masih pakai baju tidur.... Karin...." teriak Rachel membalas.
"Berisik lo, Hel! Cepetan mandi, gue tunggu di bawah!"
Jegrug!
Karin keluar dan menutup pintu. Meninggalkan Rachel sendirian, di kamar mandi. Mau tidak mau, dia mandi juga.
Dengan terpaksa Rachel berpakaian seragam.
Dan kebetulan, ini hari Selasa. Jadi dia masih harus memakai seragam putih, rok span panjang warna abu-abu, serta dasi berwarna senada dengan rok sebagai pemanis.
"Sejujurnya, tanpa dasi pun gue udah manis. Iya kan?" katanya selagi mematut diri di depan cermin.
Rachel sudah siap berangkat sekolah.
Dari tangga, gadis itu melihat Karin tengah mengobrol dengan Claresta. Entah sebelumnya membicarakan apa, Rachel tidak tahu.
"Iya, Tante," kata Karin.
"Omong-omong, udah lama kamu nggak main ke sini."
"Iya juga ya, Tan. Tapi di sekolah Karin masih suka ke kantin bareng Rachel kok," sahut Karin menjawab.
"Sebelumnya 'kan kalian nggak sekelas, ya?"
"Iya, Tan. Tahun ini kita sekelas kok, jadi... Tante bakal sering lihat Karin lagi. Malah sampai bosen."
"Nggak apa-apa dong, seneng malah Tante."
"Mamah seneng, Rachel yang menderita nih. Karin tega guyur Rachel. Melek juga belom, masih pakai baju tidur pula," gerutu Rachel menyergah pembicaraan keduanya. Niatnya mengadu, mereka malah menertawakan gadis yang kini semakin menekuk wajah bad mood.
"Ayo, Karin. Sarapan dulu," ajak Claresta.
"Makasih, Tan. Karin udah sarapan kok tadi," tolak Karin sopan.
"Besok-besok kalau ke sini, jangan sarapan dulu. Kamu bisa nemenin Rachel sarapan bareng," suruh wanita setengah baya itu.
"Ish, Mamah... Ini Rachel yang belom sarapan nggak ditawarin?" ucap Rachel sebal karena dicuekin. Karin malah senyum-senyum.
"Ya udah, sarapan sana."
"Mamah nyebelin!" Rachel keburu malas, lantas langsung pergi mengentakkan kaki meninggalkan mereka. Namun beberapa saat setelahnya, dia kembali lagi sebab ingat untuk berpamitan terlebih dahulu. Mengecup tempurung tangan Claresta lembut. "Assalammu'alaikum, Rachel berangkat."
"Eh? Nggak jadi sarapan, Hel?" tanya Claresta menatap heran ke putri semata wayangnya, tapi yang ditanya malah sudah telanjur berjalan ke luar.
"Ngambek tuh dia, Rin."
"Hahaha... Iya, Tan. Karin juga berangkat ya, Tan. Assalammu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Di depan rumah.
"Eh, Kak Karel?" tanya Rachel terkejut ketika melihat Karel sedang bersandar di mobil yang terparkir di depan rumah Rachel.
Laki-laki itu melambaikan tangan. "Halo, Rachel!"
"Ngapain, Kak?" tanya Rachel tampak bingung. Terlihat dari kerutan dalam di antara kedua alisnya.
"Nganterin kita," ucap Karin yang baru keluar dari dalam rumah Rachel menyela pembicaraan mereka.
Rachel hanya ber-oh ria.
"Ayo masuk, Rachel, Karin!" sila Karel pada keduanya. Menyuruh memasuki mobil sebab sudah waktunya berangkat sekolah.
***
Di SMA Cendera Satya.
Karin berjalan dengan santai, begitu juga dengan perempuan jutek di sebelahnya. Dari gerbang sampai ke koridor kelas 11, teramat banyak tatapan yang mengekori mereka dari atas sampai ke bawah dan dari ujung ke ujung oleh para murid yang keduanya lewati.
"Hel..." panggil Karin.
"Hmm..." deham Rachel menjawab asal.
"Kenapa kita dilihatin, ya?"
"Lah? Paling gara-gara yang di grup angkatan kemaren, Rin."
"Soal mapel, Hel?"
Rachel menghela napas.
"Rin..." panggil dia.
Ini bukan saatnya buat Karin lemot. Padahal kemarin siapa yang menyuruh Rachel untuk membuak grup angkatan?
"Iya, Hel?" sahut Karin.
"Lo kemaren kenapa nyuruh gue baca grup angkatan?" tanya Rachel mulai tegas.
"Karena ada jadwal mapel kita 'kan?" jawab Karin begitu enteng.
"Itu aja? Padahal kemaren lo nyuruh gue maksa-maksa."
"Oh iya, Hel!" Karin menepuk jidat. "Gue lupa bilang sama lo."
Rachel tersenyum menang. Akhirnya Karin teringat juga.
"Itu, Hel. Gue syok pas lihat jadwal mapel kita hari ini. Ada mapel sejarah wajib dong... Lo tau sendiri kan, kita dari dulu anti banget sama sejarah," ucap Karin menggebu-gebu.
Rachel membuang napas kasar. 'Gue memang anti sama segala hal yang berbau sejarah. Banyak menghapal dan gue nggak suka. Lebih baik hitung-hitungan. Tapi bukan itu bahasan kita sekarang.'
CTAK!
Gadis itu sudah tidak bisa bersabar menghadapi sisi lemotnya Karin.
"Sakit, Hel..." Karin mengelus jidat yang mendapat sentilan dari Rachel.
"Rin.... Rin.... Gue pikir, lo nyuruh gue cepet-cepet buka chat buat ngasih tau masalah di grup angkatan. Ternyata cuma gara-gara sejarah wajib?" kesal kepada Karin, akhirnya Rachel menyentil lagi jidatnya dibarengi cerocosan itu.
"Iya, Hel. Emang di grup ada masalah apaan sih?"
"Bodolah, baca aja sendiri."
Rachel pergi meninggalkan Karin di koridor gedung kelas 11.
"Rachel... tungguin... Gue salah apa sama lo?" teriak Karin. "Lo lagi PMS yaaa? Dari pagi kenapa keselan gitu sih?"
Rachel cuma terus berjalan dan tidak menggubris panggilan dari Karin, apalagi tatapan teman sekelasnya yang dari masuk sampai ke singgasana dan menaruh tas, tidak melepas penglihatan mereka dari gadis itu. "Gue tau, gue cantik, tapi liatinnya biasa aja kali. Bodo amat ah, gue nggak peduli," gerutunya pelan.
Rachel duduk di bangku paling belakang barisan tengah, supaya bisa dekat dengan loker dia.
Hari ini barang bawaan Rachel sangat berat. Ketika gadis itu mengeluarkan seluruh isi di dalam tasnya, Karin datang sambil tercengang-cengang.
"Ya ampun, Rachel... Itu buku semua mapel?"
"Hmm..." Gadis itu masih kesal sama Karin, jadi cuma berdeham sebagai jawaban.
"Buat apaan dibawa semua?" tanya Karin heran bukan main.
"Biar nggak berat," jawab Rachel singkat disertai ketus.
"Lah? Bukannya malah berat, Hel, kalau semuanya lo bawa?"
Rachel tahu Karin bingung, tapi dia lebih memilih diam saja. Dalam pikirannya, 'Males, belom sarapan juga, nggak ada tenaga buat jelasin ke Karin. Gue mesti naik napas banyak-banyak sambil nahan emosi kalau mau dia ngerti.'
Dengan tak acuh, Rachel membawa semua buku paket ke loker nomor 26, loker miliknya. Dimasukkan seluruh buku yang gadis itu bawa, dan seketika membuat tas yang sebelumnya gemuk pun langsung langsing. Sementara loker sudah sesak.
Setelah itu, Rachel mengunci loker tanpa peduli dengan Karin yang mengamatinya seraya mengerutkan kening dalam.
Rachel sengaja membawa semua buku mata pelajaran dan menaruhnya ke loker. Itu semata-mata demi menghemat tenaga setiap pagi. Kan, kalau buku paket sudah di sekolah, berarti dia tinggal membawa LKS sama buku tulis.
Kalau ada PR?
Mudah saja, Rachel hanya perlu bawa pulang buku paket atau LKS dan buku tulis mapel yang ada PR. Sisanya dia tinggal. Cerdas, bukan?
'Gue itu orangnya cinta kebersihan. Kalau di meja belajar penuh buku, bawaannya keburu pusing duluan sebelum ngerjain PR. Jadinya gue terapin cara itu biar meja belajar gue senantiasa tetap bersih,' benaknya.
***
Rachel sedang berada dalam mode marah sama Karin. Jadi, Karin dia tinggal ketika bel jam istirahat pertama berbunyi. Tapi tiba-tiba,--
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments