Ya, begitulah jadinya kalau sekolah berasa punya sendiri.
***
Di paling pinggir lapangan.
"Misi... misi... misi ya..." Serentak Rachel dan Karin berniat memecah kerumunan. Niatnya ingin memotong jalan guna melihat apa sih yang ada di depan.
"Yailah, apaan sih tuh, Rin? Udah gue bilang 'misi' aja nggak ada yang mau minggir," kesal Rachel, ucapannya tak ada yang menggubris, tidak ada yang mau menyingkir mempersilakan jalan untuknya.
"Nggak tau, Hel." Karin mengedikkan bahu tak acuh, namun selepasnya dia malah melompat-lompat.
Rachel bingung melihat Karin lompat-lompatan begitu. "Ngapain sih, Rin?"
"Itu, Hel..." Telunjuk Karin mengarah ke tengah kerumunan di sela lompatannya.
"Ada apaan?" tanya Rachel heran.
Masih sembari lompat-lompatan, Karin berkata, "Ada... orang... di tengah... lapangan..." Ucapan gadis itu terjeda-jeda akibat napas yang tersengal lelah.
"Siapa, Rin?" Kini giliran Rachel yang ikut melompat-lompat. Dalam benaknya, 'Duh... nggak keliatan apa-apa. Derita badan pendek kalau udah begini.'
Karin berhenti melompat, setelah itu memasang raut wajah lelah. "Hahhh... capek, Hel. Tapi tadi gue lihat ada orang di tengah lapangan pakai baju santai, bukannya seragam."
"Oalah, itu doang?" Mata Rachel menyipit menanggapinya.
"Iya, Hel. Itu doang."
"Lebay banget. Cuma orang nggak pakai seragam aja sampai anak se-SMA yang lihatin. Gue bilang 'misi' aja, sampai nggak ada yang mau minggir, kirain sepenting apa," dumel Rachel mengundang tatapan dari murid di depannya. Namun Rachel tak peduli.
"Tau tuh, berasa sekolah punya sendiri. Nggak penting banget, gue udah lompat-lompatan biar bisa lihat. Bikin capek doang, sia-sia makanan kantin yang udah masukin ke perut."
"Ya udah, yuk!" ajak Rachel.
"Ke mana?"
"Kelas dong, Rin. Pasti sepi, 'kan yang lain aja ada di sini."
"Ayo deh, Hel. Sekalian bagi minum ya. Haus nih."
"Oke."
***
Di kelas.
"Hahhh... hari pertama sekolah se-gabut ini. Tau gitu nggak usah masuk sekalian," embus napas Rachel mengeluh.
"Nanti lo nggak tau lagi kelasnya di mana," balas Karin mengekori Rachel memasuki kelas.
"Ya 'kan lo bisa kasih tau gue, Rin."
"Iya juga, ya, Hel."
Kalau dipikir-pikir, Sella kuat juga setahun duduk sebangku sama Karin. Dalam pikiran Rachel, 'Gue aja yang udah belumutan begini bareng dia, rasanya masih geregetan banget, ih.'
"Rin." Rachel menyodorkan botol minum miliknya ke Karin.
"Gue ada kue cokelat nih. Lo mau nggak?" Setelahnya menyodorkan kotak bekal berwarna merah muda yang katanya berisi kue cokelat.
Karin lagi minum, jadi dia cuma mengangguk-anggukan kepala. Mengiyakan.
Mereka berdua duduk di lantai, depan kelas, dekat dengan papan tulis. Rachel melihat sekeliling kelas.
Dalam hatinya menggerutu, 'Di sini juga ramai kok, ada banyak bangku-meja, terus di bagian belakang kelas juga ada banyak loker. Memangnya, di lapangan doang yang ramai. Kesel, kalau diinget-inget gue udah lompat-lompat tapi tetap nggak kelihatan apa-apa. Berasa pendek banget.'
Bruk, gubruk, gubruk, gubruk...
"Eh, eh, eh. Ada apaan tuh, Rin?" panik Rachel. Suara yang dia dengar sudah seperti gerombolan gajah lewat.
Ada yang masuk ke kelas mendekati mereka. Seketika, Rachel melotot melihatnya. Dia menghitung dalam hati. 'Satu, dua, tiga, banyak banget, woii...
'Nih orang pada mau ngapain?'
Sekarang bukan hanya Rachel yang melotot kaget. Barusan gadis itu melirik sebentar dan ternyata si Karin juga sudah membulatkan mata sempurna, terkejut bukan main.
Setelah menyapu kerumunan, sekarang Rachel mengerti sebabnya.
"Kak Zenkra? Ini pada ngapain sih?" tanya Rachel ke sumber penyebab para murid berbondong-bondong memasuki kelas mengikuti laki-laki itu.
"Gue mau ngomong sama lo, Hel," kata Zenkra.
"Kak? Lo mau ngomong apa? Nggak usah macem-macem deh, pakai bawa pasukan kaya gini segala."
Zenkra tersenyum.
Dalam hati Rachel panik-panik sendiri melihatnya. 'Duh, jantung, tahan! Gue tau Kak Zenkra ganteng, tapi gue nggak mau lo copot di sini,' batin Rachel saat melihat senyuman Zenkra, dia menenangkan jantung supaya berdebar tidak terlalu hebat.
Zenkra juga ternyata orang yang Karin lihat tidak memakai seragam di tengah lapangan tadi. Pantas saja ramai.
"Gue suka sama lo, Hel."
Bamn!
'Lo boleh copot, tung, gue udah nggak bisa nahan lo.' Jantung gadis itu serasa mencelos mendengarnya.
Sementara gerombolan murid SMA Ceniya malah bersorak.
"Cieee... Terima, terima, terima."
'Ini apa sih, terima, terima aja!' pekik batin gadis itu.
"Kak? Gue salah dengar kan?"
Zenkra tersenyum lagi, kini sambil menggeleng.
"Will you be my girlfriend?" Tambah-tambah dia berkata begitu.
Mulut Rachel refleks menjawab. "Hah? No!"
Seketika senyap, sorak-sorai berhenti. Bahkan angin saja sungkan ingin lewat.
"No?" tanya Zenkra dengan tampang nyaris tak percaya, mengangkat sebelah alis tanda bingung.
"I-iya... No, ya, Kak," jawab Rachel terbata-bata.
"Gue belom suka sama lo, lagian gue juga masih kecil, nggak boleh pacaran," ucap gadis itu lagi.
"Kalau nikah... boleh?" Dengan alis terangkat sebelah, Zenkra malah bergurau.
"Cieeeeeeeeeeeeee..."
Yang lain kembali bersorak. Dan Rachel, dengan susah payah menenangkan jantung lagi.
'Nikah katanya,' pikir Rachel.
"Apalagi nikah, Kak. Bisa ditawan di kamar gue kalau Mamah tau," kata Rachel sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal, takut-takut salah bicara. Pasalnya yang berada di hadapan dia bukan orang sembarangan.
Ketika Rachel menilik ke arah Karin, gadis itu cuma senyum-senyum sambil sesekali ikutan bersorak.
"Duh... Gue patah hati nih, Hel. Jadi... seorang Zenkra, kena ditolak nih?"
Walaupun Zenkra berkata sambil tersenyum, entah mengapa Rachel tetap bungkam dibuatnya. Lantas gadis itu hanya menganggukan kepala.
"Ya udah, Rachel. Mulai sekarang, lo harus terima karena gue bakal jadiin lo hal favorit gue."
"Maksudnya, Kak?" Rachel menautkan alis heran.
Yang lain diam. Mereka sama tidak mengertinya seperti Rachel.
"Ya... gue nggak terima penolakan dan bakal bikin lo suka sama gue."
"Cieeeeee….."
Lantas Zenkra pergi selepas sorakan terakhir. Diikuti yang lainnya meninggalkan ruang kelas 11 IPA 1. Mereka kecewa, tontonannya tidak sesuai harapan dan ekspektasi. Beberapa siswi yang lain malah kelihatan kesal mendapati Zenkra menembak salah satu dewi di SMA Cendera Satya yang notabene adalah adik kelasnya.
Di kelas hanya tersisa Rachel dan Karin, berdua. Karena Zenkra juga yang menginstruksi supaya semuanya meninggalkan kelas. Kata Zenkra sebelum pergi, "Cabut, Rachel is mine!"
"Duh, jantung. Kenapa nggak copot? Atau paling enggak, bikin gue pingsan kek tadi pas Kak Zenkra setengah jalan nembak gue," gerutu Rachel sambil mengelus dada, setelah semua orang pergi meninggalkannya. "Lo juga, Rin. Sahabat macam apa yang malah senyum-senyum? Nggak lihat nih? Muka gue udah pucet banget."
Rachel menilik pantulan diri di layar ponsel yang gelap.
"Ya maap, Hel. Gue nggak nyangka aja kalau lo malah nolak Kak Zenkra."
"Gue belom yakin, Rin."
Bagi Rachel, Zenkra memang tampan, famous, jago taekwondo, pasti bisa melindungi dia.
Tapi dalam hatinya ragu, 'Memangnya... gue nggak boleh nolak? Gue juga punya alasan nolak dia. Gue belum yakin karena suatu hal.'
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
🥀🥀Rasyid-Rahmani🥀🥀
up up up up,,
2020-08-02
0