MENANTI MENTARI
Pembaca yang bijak,
Novel ini bisa dikatakan kelanjutan karyaku sebelumnya, SELALU ADA TEMPAT BERSANDAR. Untuk mengenal karakter para tokoh, pembaca bisa menengok novelku tersebut. Untuk melengkapinya, baca juga novel Kak Indri Hapsari, Cinta Strata 1. Di sini bukan lagi Via dan Farhan yang menjadi tokoh utama, melainkan sang adik yaitu Azka dan istrinya, Meli.
Selamat membaca.
❤️❤️❤️
Meli menarik kopernya ke luar peron. Kedua orang tuanya mengikuti dari belakang. Mereka menuju parkiran.
“Nak Via bilang kalau kita dijemput, Mel?” Bu Fatimah mempertanyakan, seperti kurang yakin.
“Iya, Bu. Sebentar, Meli lihat dulu.”
Mata Meli menyapu tempat parkir. Hanya ada beberapa mobil yang terparkir di sana. Semuanya mobil rakyat.
“Kok nggak kelihatan ada mobil Mbak Via, ya?” gumam Meli.
“Memangnya kamu hafal mobilnya? Semua kan plat AB,” celetuk Pak Roni.
“Ih, Ayah ni! Meli memang nggak hafal mobil Mbak Via. Tapi, setidaknya mobilnya bukan mobil rakyat yang harganya di bawah 500 juta,” sahut Meli.
Pak Roni menatap Meli ragu.
“Memangnya kamu tahu harga mobil-mobil itu?”
“Persisnya ya nggak tahu. Meli tahunya mobil-mobil itu harganya paling mahal sekitar 250 juta.”
Pak Roni menatap kagum. Ia merasa Meli sudah banyak tahu barang-barang mewah.
Meli mengambil gawai dari tasnya. Ia bermaksud menghubungi Via. Namun, hal itu diurungkan saat sebuah mobil premium produksi negeri sakura memasuki lokasi parkir. Tak lama seorang pria berusia sekitar 50-an tahun berlari mendekat.
“Ma-maaf, Mbak Meli, saya terlambat. Tadi terjebak macet karena ada kecelakaan dan saya tidak bisa putar balik,” ucapnya.
“Tidak apa-apa, Pak Nono. Kami juga belum begitu lama. Belum ada 30 menit, kok,” jawab Meli.
“Mari, kita ke rumah. Biar saya bawakan barang-barangnya,” kata Pak Nono sopan.
“Bapak bawa kardus itu saja. Kalau koper, biar Meli dan ayah yang bawa. Kardusnya agak berat,” sahut Meli.
Pak Nono menurut. Ia membawa 2 kardus besar yang cukup berat ke mobil. Setelah menata semua barang bawaan keluarga Meli, Pak Nono mengemudikan mobil menuju kediaman Via.
“Kenapa kita nggak ke kediaman Eyang Probo?” tanya Meli.
“Mbak Via nyuruh kita ke rumah Mbak Via,” jawab Pak Nono.
Jawaban Pak Nono memang tidak memuaskan. Namun, Meli tak mungkin mendesak. Ia memilih diam hingga sampai kediaman Via.
Via menyambut kedatangan mereka dengan hangat. Ia mempersilakan ketiganya untuk membersihkan diri terlebih dahulu.
“Ada sesuatu yang terjadi hingga terlambat?” tanya Via setelah mempersilakan tamunya mengambil hidangan makan malam.
“Tadi ada kecelakaan kata Pak Nono. Sampai stasiun juga agak terlambat. Lalu dari stasiun ke sini ambil jalan memutar menghindari lokasi kecelakaan.” Meli menjelaskan.
“Oh, begitu. Silakan dinikmati, jangan sungkan!” ucap Via. Ia menuangkan air putih untuk ketiga tamunya.
“Kenapa kami nggak nginep di rumah Eyang Probo?” tanya Bu Fatimah.
“Iya, kami kan juga ingin menemui beliau,” sambung Pak Roni.
Via menghela nafas panjang. Kemudian, ia mengulas senyum tipis untuk menutupi kegundahan hatinya.
“Maaf, kalau Om dan Tante ingin menemui eyang, sebaiknya sepulang dari Medan saja. Eyang tidak tahu kalau Om dan Tante akan ikut menghadiri wisuda Dek Azka. Kalau sampai tahu, tentu beliau akan merengek ikut. Padahal, kondisi eyang belum memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh. Ayah juga besok nggak ikut karena menjaga eyang. Cuma bunda yang hadir.”
“Oh, begitu. Lalu Nak Farhan ke mana? Belum pulang?” tanya Pak Roni.
“Mas Farhan di rumah Eyang Probo. Hampir setiap malam Mas Farhan di sana, menemani eyang hingga eyang tidur. Kalau sudah tidur, barulah Mas Farhan pulang. Biasanya sekitar jam 9 malam.”
Dalam hati kedua orang tua Meli memuji akhlak Farhan. Mereka pun berharap sang menantu memiliki akhlak tak berbeda dengan kakaknya.
“Kita berangkat jam berapa besok?” ganti Bu Fatimah yang bertanya.
“Sekitar jam 10, Bu. Lusa kita baru menghadiri wisuda Dek Azka.”
“Kita berenam yang berangkat ke Medan?” tanya Meli.
“Bukan berenam, tapi berdelapan. Mas Rio akan ikut, sekalian jenguk adik angkatnya. Lagian dia kan dekat banget sama Dek Azka sejak dulu. Dan, jangan lupakan Zayn! Dia ikut juga.” Via menyunggingkan senyum.
Meli menepuk keningnya. Ia lupa keponakan lucunya.
“Kenapa aku bisa lupa Zayn?” desis Meli.
“Karena kau jauh darinya,” sahut Via.
Baru saja mereka menyelesaikan makan malam, Farhan pulang. Ayah satu anak itu menyapa keluarga Meli yang akan meninggalkan ruang makan.
“Nak Farhan baru pulang dari kediaman eyang? Bagaimana kondisi beliau?” tanya Pak Roni setelah saling bertanya kabar.
“Alhamdulillah stabil. Tapi, tetap saja beliau belum bisa bepergian jauh. Makanya, besok eyang nggak boleh ikut. Sebenarnya, eyang sangat ingin menunggui saat wisuda Dek Azka.”
“Ya, bagaimana lagi? Semua untuk kebaikan beliau,” ujar Pak Roni.
“Betul, Om. Silakan ke ruang keluarga. Kita bisa lanjutkan ngobrol di sana,” ajak Farhan.
Meli dan kedua orang tuanya menurut. Mereka meninggalkan ruang makan menuju ruang keluarga.
Tak lama kemudian, Bu Inah menyuguhkan teh hangat beserta camilan.
“Bagaimana rencana acara di Medan?” tanya Bu Fatimah.
“Insya Allah kita tiba di sana menjelang ashar. Kita menginap di rumah Om Candra. Insya Allah kami akan ke lapas untuk menjenguk adik angkat Rio sekitar jam 4 sampai jam 5. Esoknya, kita ke kampus Dek Azka menghadiri acara wisuda. Biar bunda dan Meli yang ikut masuk aula mengikuti prosesi. Setelah itu, kita menginap lagi semalam. Baru keesokan harinya kita kembali ke Jogja.” Via menjelaskan panjang lebar.
“Kampus Mas Azka jauh nggak dari rumah Om Candra?” tanya Meli.
“Enggak. Perjalanan nggak sampai setengah jam. Itu pun dalam kondisi lalu lintas padat.” Kali ini Farhan yang menjawab.
Mereka kemudian banyak bertanya tentang kuliah Azka. Akhirnya, mereka beralih topik ke resepsi pernikahan. Ya, Azka sudah menikah dengan Meli beberapa bulan sebelumnya di Jember, di kediaman Meli. Namun, mereka belum sempat mengadakan resepsi di Jogja, kota kelahiran Azka.
“Kalau Om dan Tante berkenan, dari Medan Om dan Tante kembali lagi ke sini. Kita bicarakan tentang resepsi pernikahan di rumah Eyang Probo. Sebenarnya, detailnya nanti bisa diserahkan kepada pihak WO. Tapi, untuk menghormati eyang, ayah dan bunda ingin pembicaraan ini melibatkan beliau,” tutur Farhan.
“Bagaimana, Bu? Sekalian kita liburan seminggu?” Pak Roni menawari.
“Terserah Ayah saja,” jawab Bu Fatimah pasrah.
“Kalau Meli bagaimana?”
Meli celingukan mendapat pertanyaan dari ayahnya. Ia ingin segera menetap di Jogja agar dekat dengan Azka, suaminya. Namun, ia sendiri malu mengungkapkan.
“Meli mungkin menyusul saja pulangnya. Dia cari kampus dulu,” usul Via..
“O iya, kamu juga mesti cari sekolah yang baru,” ucap Pak Roni.
Sampai saat ini, Meli kuliah di Jember, mengambil fakultas ekonomi. Berhubung Azka sudah lulus S-2 dan akan pulang menetap di Jogja, Meli pun ikut tinggal di Jogja. Kuliahnya juga harus pindah.
Perbincangan mereka berakhir kala waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Mereka perlu memenuhi hak raga untuk beristirahat. Paginya, mereka kembali melakukan perjalanan ke Medan.
***
Pukul 7 semua orang sudah selesai sarapan. Zayn, putra sulung pasangan Farhan dan Via, tak ketinggalan. Ia begitu senang diajak bepergian. Sambil menunggu waktu keberangkatan, ia bermain dengan Meli, sang tante.
“Pak Yudi sudah berangkat jemput bunda?” tanya Via.
“Iya, sudah. Pak Nono sedang jemput Rio,” jawab Farhan.
Koper sudah berbaris di teras. Oleh-oleh untuk keluarga Pak Candra, adik dari almarhum papa Via, ikut berbaris di dekat koper.
Via buru-buru mengambil gawai dari dalam tasnya ketika mendengar notifikasi panggilan. Ikon warna hijau ia geser.
“Assalamualaikum.”
….
“Iya, sebentar lagi berangkat. Ini lagi nunggu bunda dan Rio.”
….
“Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Kapan, Om?”
….
“Iya, Om. Via mengerti.”
….
“Waalaikumsalam warahmatullah.”
Via menyimpan kembali benda pipih cerdasnya. Wajahnya terlihat sendu. Farhan segera menanyakan berita yang baru Via dapatkan.
“Siapa yang menelepon tadi? Ada apa? Ada yang meninggal?”
Via tidak langsung menjawab. Ia tampak menenangkan diri. Semua orang, kecuali Zayn yang belum tahu apa-apa, tampak tegang menanti.
“Om Candra yang menelepon. Iya, ada yang meninggal, Om ….”
Ucapan Via terjeda karena kedatangan Rio. Mata Via menatap lelaki teman Azka, adik iparnya.
***
Bersambung
Mohon dukungan dengan klik like dan tinggalkan komen di setiap episode. Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Ana Yulia
tiga like mendarat 😘
2021-04-20
0
🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ
mampir dengan slow kaka, saling dukung ya🥰
2021-04-12
0
yuli novelis🕊🕊
Aku mampir ya 🙂🙂
2021-03-19
0