Bukan Cinta Biasa
Maura mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang nampak remang-remang dengan kilatan cahaya lampu tembak warna-warni yang cukup menyilaukan, suara musik berdentum memekakkan telinga, tapi semua yang berada dalam ruangan pengap tersebut seperti menikmati dan larut dengan suasana yang ada. Bau asap rokok dan minuman beralkohol sangat menyengat penciumannya, Maura merasa sesak berada disana.
Ini pertama kalinya Maura menginjakkan kakinya ke sebuah club malam, itupun terpaksa karena paksaan Nadia sahabatnya yang sedang merayakan ulang tahunnya di club itu. Sebenarnya dia sudah menolak karena memang dia tak pernah datang ke tempat seperti ini, tapi Nadia dengan segala rayuan gombalnya berhasil membuatnya menginjakkan kaki kesini.
"Nad, aku tak nyaman berada di tempat ini. Aku pulang duluan ya," rengek Maura pada Nadia yang nampak santai dengan kekasihnya.
"Jangan pulang dulu, Ra. Masih jam sembilan, belum larut kok. Nanti biar aku antar ya pulangnya," Nadia kembali merayunya.
"Aku takut Jericho marah padaku jika dia tahu aku ke tempat seperti ini, dia pasti tak menyukainya."
Jericho adalah kekasih Maura yang sudah empat tahun ini mendampinginya, saat ini dia sedang ada tugas keluar kota, sehingga tak mungkin menemaninya kesini. Karena itulah Maura memenugi undangan Nadia tanpa meminta ijin pada Jericho, dia sangat tahu Jericho tak akan mengijinkannya.
"Dia tidak akan tahu, Ra. Aku janji menutup mulutku," Nadia menggerakkan jari telunjuk dan jempolnya di bibirnya, mengisyaratkan seperti menarik resleting.
Maura menghela napas, dia sungguh tak suka dengan suasana tempat ini, tapi dia juga tak tega meninggalkan Nadia yang sedang menikmati hari bahagianya.
"Aku ke toilet dulu ya," akhirnya Maura sekali lagi mengalah pada permintaan Nadia.
Setelah mendapat anggukan dari Nadia, Maura beranjak dari tempat duduknya menuju toilet. Mungkin dia dapat menghirup sedikit kelegaan di dalam toilet yang pastinya terang benderang oleh lampu putih, tidak ada nuansa kelap kelip seperti di ruangan ini. Dengan bergegas dia berusaha mencapai toilet, sedikit menghiraukan pemandangan tidak senonoh yang dijumpainya di sudut-sudut ruangan ini. Dia mencoba memaklumi pemandangan beberapa pasangan yang sedang berciuman dan berpelukan, meskipun menurut kata hatinya itu adalah tindakan memalukan, tapi ya sudahlah.
Karena berjalan sambil menunduk, Maura merasakan tubuhnya menabrak sesuatu. Dia mendongak dan mendapati sesosok pria bertubuh atletis, wajahnya tidak terlalu jelas terlihat karena minim pencahayaan. Maura melihat pria yang terlihat cukup matang menurutnya, dengan kemeja putih yang menempel sempurna di tubuh liat itu, dua kancing teratasnya terbuka dan bagian lengannya digulung sebatas siku. Pemandangan yang cukup menarik di tempat gelap seperti ini, meski tak terlalu jelas, Maura sangat yakin pria ini cukup tampan dengan rahang tegas dan hidung mancungnya. Tatapannya setajam elang menusuk Maura hingga seperti menghujam jantungnya.
"Lain kali berhati-hatilah, Nona," suara berat pria itu terdengar seksi.
Maura menggeleng pelan, menepis pikiran kacaunya tentang pria matang yang masih berdiri di hadapannya, dia memberanikan diri membalas tatapan pria itu.
"Om juga hati-hatilah, kok saya saja yang disalahkan?" Maura berkata dengan berani.
"Om? Sejak kapan aku menikah dengan tantemu?" Pria itu mulai bersikap menyebalkan menurut Maura.
Sambil menghela napas Maura tersenyum tipis pada pria itu. "Anda kan sudah om-om, lantas saya harus panggil apa? Tak terima kenyataan kalau anda memang sudah tua?"
Sepertinya Maura merasa cukup keterlaluan dengan kalimat yang baru saja diucapkannya, dia melihat kilatan emosi di mata pria itu. Maura bergerak mundur menghindari tubuh pria yang condong ke depan untuk memperhatikannya lebih intens, ketika dia melangkah maju, otomatis Maura mundur untuk menghindar. Pada akhirnya dia terdesak ke dinding dan terperangkap oleh tubuh pria yang semakin mengikis jarak di antara mereka.
"Kau mau apa?" Tanya Maura panik.
Pria itu tersenyum mengejeknya yang terlihat sangat panik saat ini, dia meletakkan kedua tangannya di samping kiri kanan wajah Maura, mengungkungnya dalam perangkap sehingga membuat Maura tak bisa sekedar bergerak atau menghindar, apalagi melarikan diri, sangat mustahil.
"Menurutmu apa yang diinginkan oleh seorang pria tua ketika melihat gadis muda sepertimu?" Pertanyaannya membuat Maura semakin panik.
"Darling, disini kau rupanya. Aku mencarimu dari tadi," suara manja seorang wanita memecah kepanikan Maura.
Dia tak mengenal wanita bergaun merah dengan belahan dada rendah yang kini sedang memeluk pria itu dari belakang tubuhnya, mungkin usianya tak jauh beda dengan Maura. Hanya penampilannya yang terlalu mencolok yang membuatnya terlihat lebih tua dari usianya yang sesungguhnya. Persetan dengan semua itu, yang apsti kehadirannya cukup melegakan Maura.
"Lepaskan pelukanmu, aku sedang bersama kekasihku," suara berat nan seksi itu membuat Maura dan wanita muda yang sedang memeluk snag pria membelalak bersamaan.
Sementara si pria masih asyik mengungkung Maura yang tersudut ke tembok dengan kedua tangannya, dia tersenyum aneh pada Maura yang sedang terperangah karena pria ini menyebutnya sebagai kekasihnya.
"Tapi, darling..."
"Lepaskan pelukanmu, pergilah sebelum kekasihku marah."
Maura menggeleng mendengar perkataan si pria tak punya malu itu, ingin dia berteriak bahwa dia bukanlah siapa-siapanya, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu karena tatapan pria itu. Tangan wanita itu sudah melepaskan pelukannya dari si pria tua.
"Kau bohong kan, darling? Akulah satu-satunya kekasihmu di tempat ini," ucap si wanita sambil mengelus lengan si pria.
Tanpa diduga sama sekali, si pria memagut bibir Maura yang kian terpaku dengan tindakan agresif yang tiba-tiba itu. Dengan penuh kelembutan pria itu mencium bibir Maura, menari-nari dengan bebasnya di dalam rongga mulut Maura yang masih syok dengan perlakuan kurang ajar pria itu.
"Kau sangat keterlaluan, tunggu pembalasanku," teriakan wanita bergaun merah menyadarkan Maura dari keterpakuannya.
Dengan ekor matanya dia sempat melihar wanita itu pergi, Maura mendorong tubuh pria yang masih sibuk mengeksplor mulutnya dengan ciuman panasnya itu. Tubuhnya tak bergeser sedikitpun, hanya saja dia menyudahi ciuman tersebut seraya menyunggingkan senyum. Diusapnya bibir Maura yang sedikit membengkak karena perbuatannya itu, dengan mata berkilat Maura melayangkan tamparannya. Tapi pria itu bergerak lebih gesit, dia berhasil menangkap tangan Maura.
"Rasanya sangat manis, aku merasa tak bisa berhenti. Sayangnya malam ini aku tak punya waktu untuk itu, mungkin lain waktu," ujar pria itu masih dengan senyumnya yang menawan itu.
"Kurang ajar, apa yang sudah kaulakukan? Kau mencuri ciumanku," geram Maura.
Dilihatnya si pria merogoh saku belakang celana mahalnya, dia mengambil dompet dan menarik lembaran uang kertas berwarna merah yang cukup tebal dari sana. Dia melipatnya menjadi gulungan kecil dan meletakkannya di telapak tangan Maura.
"See you..."
Belum sempat Maura memakinya, pria itu meninggalkannya dengan gulungan uang yang cukup tebal dan banyak untuk harga sebuah ciuman.
***
From author :
Hai guys, novel keduaku ya. Yuk baper-baperan dengan kisah baru ini, semoga suka.
Jangan lupa vote, rate, like, comment n share ya, as usual lah pokoke...
Tq, luv u all, Lanny Tan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Fania kurnia Dewi
mampir
2023-06-13
0
Julia Lia
mampir, masih memantau 👁️
2022-01-17
0
Ira Wati
😍😍😍😍😍
2021-10-08
0