From author :
Hai good people, maaf update nya agak slow ya... Biasalah nyari inspirasinya agak mandeg nih, mampet. Anyway aq usahain utk selalu update, terutama untuk teman2 yang udah setia baca kisah ini. Mudah2an selalu suka ya dengan kisah cinta segitiga antara Kenneth, Maura, dan Jericho. Yang pasti akan ada bnyk konflik yang bakalan bikin baper, ikutin terus ya.
Bantu vote, like, comment, n share juga supaya aq semangat nulisnya. Tq ya guys...
Luv u as always,
Lanny Tan
***
Maura melangkah lebar menuju ruang pimpinan yang berada di lantai paling atas, dia mendengus kesal ketika mendapat pemberitahuan dari sekretaris CEO untuk segera menemui Kenneth di ruangannya. Dia sangat tahu pasti bahwa laki-laki itu pasti akan mempermasalahkan gambar yang dititipkannya pada sekretarisnya kemarin.
"Langsung masuk saja, Ra. Pak Kenneth sudah menunggu," ujar sekretarisnya ketika Maura sudah tiba di lantai atas.
Sambil tersenyum kaku Maura mengangguk sopan, kemudian dia melangkah menuju ruangan yang sangat tertutup itu. Dia mengetuk pelan pintunya, dari dalam dia mendengar suara berat yang menurutnya seksi mempersilakannya masuk. Shit, mengapa suaranya sangat seksi? Dan kenapa pula aku memikirkan suara laki-laki hidung belang itu?
"Duduk," perintah Kenneth ketika Maura sudah masuk dalam ruangannya.
Tanpa mengatakan apapun, Maura menyeret kursi yang ada di depan meja kerja Kenneth dan segera menghenyakkan bokongnya di kursi tersebut, dia tidak menanyakan apa maksud dan tujuan Kenneth memanggilnya, dia hanya menunggu saja.
Tiba-tiba Kenneth melemparkan sebuah gulungan kertas yang Maura sangat yakin itu adalah gambar hasil karyanya yang kemarin dititipkannya pada sekretaris Kenneth. Dengan malas Maura mengambil gulungan kertas yang jatuh tepat di meja di hadapannya, dasar tidak sopan, mentang-mentang dia bosnya.
"Kau tahu apa kesalahanmu?" Tanya Kenneth sinis.
"Tidak tahu, pak. Kan saya baru tiba di ruangan bapak dan bapak belum mengatakan apapun. Yang saya tahu bapak melemparkan gambar hasil karya saya barusan dengan tidak sopan," jawab Maura sekenanya.
Kenneth tersenyum tipis mendengar jawaban Maura, dia berpikir dalam hatinya bahwa gadis ini termasuk berani padanya. Dia tidak melihat raut wajah segan seperti yang sering diiperlihatkan oleh karyawan-karyawannya yang lain jika sedang berhadapan dengannya. Dengan santai dia bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di hadapan Maura sambil bersandar pada meja kerjanya.
"Kau tidak sopan padaku, aku ini pimpinanmu kalau kau lupa."
Dengan berani Maura mengangkat wajahnya, ditatapnya laki-laki jangkung yang juga sedang menatap padanya. Laki-laki yang memiliki daya tarik yang tidak bisa dideskripsikan oleh Maura, di usianya yang matang daya pikatnya termasuk kuat dan menyita perhatian, khususnya perhatian lawan jenis.Maura membuang tatapannya ke arah lain, dia merasakan pesona yang sangat kuat ketika Kenneth menatapnya dengan intens. Dia manjadi salah tingkah dan kehilangan kata-kata. Ada apa denganku? Kenapa aku jadi salah tingkah begini?
"Maafkan saya, pak. Kalau boleh tahu mengapa bapak memanggil saya kesini?" Tanya Maura tanpa menatap Kenneth yang berdiri santai sambil memasukkan tangannya ke saku celananya.
"Aku ingin kau perbaiki gambarmu dan harus selesai hari ini juga," Kenneth masih berkata dengan santainya.
Maura kembali mengangkat wajahnya dan sekali lagi tatapannya bersirobok dengan tatapan maut mata Kenneth yang terasa menghujam hatinya. Sambil menarik napas pelan, dia mengumpulkan kesabaran supaya bisa berkata-kata dengan sopan pada pimpinannya yang sangat menyebalkan ini. Dipikirnya menggambar tidak memerlukan waktu, sekarang saja sudah pukul empat sore dan dia tidak mungkin bisa menyelesaikan revisi gambarnya dalam waktu singkat.
"Ada masalah?" Tanya Kenneth mambuyarkan lamunan Maura.
"Iya, pak. Saya tidak mungkin bisa menyelesaikan revisi gambarnya hari ini. Sebentar lagi jam pulang kantor, mungkin saya akan merevisinya di rumah saja. Saya pastikan besok pagi gambarnya sudah ada di meja bapak," Maura sedikit menghela napas ketika berhasil menyuarakan pikirannya.
Hening sesaat, tiba-tiba keheningan itu dipecahkan oleh suara nada dering ponsel milik Maura. Ketegangan kembali muncul, Maura tahu siapa yang sedang memanggilnya di ponsel. Nada dering itu khusus dia atur untuk panggilan masuk dari Jericho, dan seharian ini dia memang sengaja tidak meladeni panggilan telepon ataupun pesan dari Jericho. Lebih tepatnya sejak kemarin malam, ketika dia memilih meninggalkan acara makan malam yang membuatnya merasa menjadi seorang tamu tak diundang.
Kenneth menyilangkan tangan di dadanya, dia masih menatap tajam Maura yang kembali menundukkan kepala tanpa berani mengambil ponsel di saku blazernya. Dering panggilan itu tak kunjung berhenti, membuat suasana semakin sulit untuk Maura.
"Berikan ponselnya," Kenneth mengulurkan tangannya.
Dengan tegas Maura menggeleng. "Maaf saya tidak bisa, pak. Ini privasi dan saya tidak akan menyambut panggilan telepon ini di hadapan bapak."
"Kau mau berikan dengan sukarela, atau aku akan mengambilnya sendiri dari saku blazermu?" ujar Kenneth pelan tapi penuh ancaman.
Maura memejamkan matanya, seraya menarik napas menahan emosinya. Entah mengapa kesabarannya menipis menghadapi laki-laki matang dihadapannya ini. Dengan kesal dia bangkit berdiri dari duduknya, kini dia berdiri berhadapan dengan Kenneth, kemudian dia agak mendongak sedikit supaya bisa menatapnya. Tingginya hanya sebatas dada Kenneth, oleh karena itu dia harus agak mendongak ketika ingin melihat wajah Kenneth.
"Saya sudah beusaha sopan dan bersabar menghadapi anda, karena saya sangat tahu bahwa anda adalah pimpinan dan pemilik perusahaan ini. Tapi saya tidak terima jika privasi saya dicampuri, saya punya hak untuk menolak. Mengenai revisi gambar akan saya kerjakan, besok pagi saya pastikan sudah siap di meja anda. Permisi," Maura membalik tubuhnya hendak beranjak dari ruangan tersebut.
Belum sempat Maura melangkah, Kenneth merengkuh pinggang rampingnya dan membalik serta menyudutkannya hingga bersandar pada pinggiran meja, kemudian dia mengungkung Maura dengan kedua tangannya bertumpu di meja. Maura terkesiap dan berusaha membebaskan diri dari kungkungan Kenneth, dia melihat seringai menyebalkan di wajah Kenneth.
"Lepaskan aku, atau aku akan berteriak," ancam Maura dengan tegas.
"Berteriaklah, tak akan ada seorangpun yang mendengarnya," Kenneth menatap wajah Maura penuh minat.
Maura segera menyadari bahaya yang melingkupinya, dia segera tersadar bahwa ruangan ini kedap suara. Dia menjadi panik, tapi berusaha kuat supaya tidak menampakkan kepanikannya pada laki-laki kurang ajar ini. Dia tidak mau terintimidasi, dengan tegas dia mengangkat wajahnya mensejajarkan tatapannya pada Kenneth.
"Pak, anda jangan macam-macam. Lepaskan saya," Maura mendorong dada Kenneth yang sengaja mengikis jarak dengannya.
Wajah tampan Kenneth menyeringai, dia menangkap kepanikan di mata gadis kecil dihadapannya, tapi gadis itu berusaha keras menyembunyikannya.Tiba-tiba suara dering telepon kantor memutus seringainya, wajahnya berubah menjadi serius.
"Saved by the bell," Kenneth melepaskan kungkungannya. "Besok pagi revisi gambarnya sudah harus ada di meja saya."
Maura menarik napas lega, dia segera membawa gulungan kertas gambarnya dan segera meninggalkan ruangan yang membuatnya penat itu.
***
"Hun, jangan menghindar seperti ini. Beri aku kesempatan menjelaskan semuanya," ujar Jericho yang ternyata sudah menunggunya di lobi kantor.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan, Jer. Aku lelah, mau pulang," Maura menepis tangan Jericho yang hendak menuntunnya.
"Aku antar kamu pulang," Jericho berhasil menangkap lengan Maura dan menggiringnya ke parkiran.
Maura mendengus kesal, dia tak memberikan penolakan lagi karena dia tahu akan percuma menentang Jericho. Akhirnya Maura menurut masuk ke dalam mobil Jericho.
"Aku tak suka kau menghindariku dengan cara seperti ini. Tidak mengangkat teleponku, pesanku tak dibalas. Kau tak seperti biasanya," Jericho mulai protesnya.
"Aku malas, kau membohongiku," jawab Maura ringan.
Jericho mencengkram kemudinya, berusaha menahan sabar menghadapi Maura yang hampir 24 jam ini membuatnya resah gelisah setelah kejadian makan malam yang gagal. Dia tak sepenuhnya menyalahkan Maura, karena memang semua tak sesuai prediksi. Orang tuanya merancang acara makan malam untuk menjodohkannya dengan Kiara, tapi Jericho tak menginginkan perjodohan itu terjadi. Oleh sebab itu dia sengaja membawa Maura untuk sekalian memperkenalkan kepada orang tuanya bahwa gadis itulah yang akan menjadi menantu mereka nantinya. Akan tetapi semua tak berjalan seperti yang diiginkannya, orang tuanya terutama ibunya tidak menerima kehadiran Maura dan menolak mentah-mentah kehadiran gadis itu.
"Maafkan aku, Ra. Aku sengaja tidak memberitahumu karena kupikir toh aku juga akan memperkenalkanmu sebagai calon istriku pada orang tuaku, aku juga tak menyangka reaksi ibuku akan seperti itu."
"Aku tidak masalah tentang sikap ibumu, tapi yang aku tak bisa terima, kenapa kau tak mengatakan padaku mengenai perjodohanmu dengan Kiara?" Maura berkata sinis.
"Ra, aku sengaja tidak memberitahumu karena menurutku itu tak perlu. Kamu satu-satunya wanita pilihanku yang akan menjadi istriku, aku tak akan menerima perjodohan dengan wanita manapun, percayalah."
Jericho menggenggam tangan kanan Maura sementara tetap fokus menyetir, Maura membuang tatapannya ke samping, menatap trotoar yang ramai oleh pejalan kaki.
"Hun, jangan marah lagi ya. I really love you, you're still the one."
Dengan lembut Jericho membawa punggung tangan kanan Maura untuk kemudian dikecupnya dalam, perlahan Maura melunak. Kekesalannya sedikit berkurang.
"Kiara cantik, kenapa kau tak mau dia jadi istrimu?" Tanya Maura lirih.
"Kau lebih cantik bagiku, dan seperti yang kukatakan tadi bahwa kaulah satu-satunya wanitaku."
"Gombal."
Senyum menghias bibir Jericho, dia merasa lega sekarang, Maura sudah melunak dan mau mengerti situasi dan kondisinya. Dia tak sanggup diacuhkan oleh wanita yang sangat dicintainya ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Nery Li
👍
2021-07-20
1
Noejan
👍👍
2021-04-19
0