NovelToon NovelToon

Bukan Cinta Biasa

Pencuri ciuman

Maura mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang nampak remang-remang dengan kilatan cahaya lampu tembak warna-warni yang cukup menyilaukan, suara musik berdentum memekakkan telinga, tapi semua yang berada dalam ruangan pengap tersebut seperti menikmati dan larut dengan suasana yang ada. Bau asap rokok dan minuman beralkohol sangat menyengat penciumannya, Maura merasa sesak berada disana.

Ini pertama kalinya Maura menginjakkan kakinya ke sebuah club malam, itupun terpaksa karena paksaan Nadia sahabatnya yang sedang merayakan ulang tahunnya di club itu. Sebenarnya dia sudah menolak karena memang dia tak pernah datang ke tempat seperti ini, tapi Nadia dengan segala rayuan gombalnya berhasil membuatnya menginjakkan kaki kesini.

"Nad, aku tak nyaman berada di tempat ini. Aku pulang duluan ya," rengek Maura pada Nadia yang nampak santai dengan kekasihnya.

"Jangan pulang dulu, Ra. Masih jam sembilan, belum larut kok. Nanti biar aku antar ya pulangnya," Nadia kembali merayunya.

"Aku takut Jericho marah padaku jika dia tahu aku ke tempat seperti ini, dia pasti tak menyukainya."

Jericho adalah kekasih Maura yang sudah empat tahun ini mendampinginya, saat ini dia sedang ada tugas keluar kota, sehingga tak mungkin menemaninya kesini. Karena itulah Maura memenugi undangan Nadia tanpa meminta ijin pada Jericho, dia sangat tahu Jericho tak akan mengijinkannya.

"Dia tidak akan tahu, Ra. Aku janji menutup mulutku," Nadia menggerakkan jari telunjuk dan jempolnya di bibirnya, mengisyaratkan seperti menarik resleting.

Maura menghela napas, dia sungguh tak suka dengan suasana tempat ini, tapi dia juga tak tega meninggalkan Nadia yang sedang menikmati hari bahagianya.

"Aku ke toilet dulu ya," akhirnya Maura sekali lagi mengalah pada permintaan Nadia.

Setelah mendapat anggukan dari Nadia, Maura beranjak dari tempat duduknya menuju toilet. Mungkin dia dapat menghirup sedikit kelegaan di dalam toilet yang pastinya terang benderang oleh lampu putih, tidak ada nuansa kelap kelip seperti di ruangan ini. Dengan bergegas dia berusaha mencapai toilet, sedikit menghiraukan pemandangan tidak senonoh yang dijumpainya di sudut-sudut ruangan ini. Dia mencoba memaklumi pemandangan beberapa pasangan yang sedang berciuman dan berpelukan, meskipun menurut kata hatinya itu adalah tindakan memalukan, tapi ya sudahlah.

Karena berjalan sambil menunduk, Maura merasakan tubuhnya menabrak sesuatu. Dia mendongak dan mendapati sesosok pria bertubuh atletis, wajahnya tidak terlalu jelas terlihat karena minim pencahayaan. Maura melihat pria yang terlihat cukup matang menurutnya, dengan kemeja putih yang menempel sempurna di tubuh liat itu, dua kancing teratasnya terbuka dan bagian lengannya digulung sebatas siku. Pemandangan yang cukup menarik di tempat gelap seperti ini, meski tak terlalu jelas, Maura sangat yakin pria ini cukup tampan dengan rahang tegas dan hidung mancungnya. Tatapannya setajam elang menusuk Maura hingga seperti menghujam jantungnya.

"Lain kali berhati-hatilah, Nona," suara berat pria itu terdengar seksi.

Maura menggeleng pelan, menepis pikiran kacaunya tentang pria matang yang masih berdiri di hadapannya, dia memberanikan diri membalas tatapan pria itu.

"Om juga hati-hatilah, kok saya saja yang disalahkan?" Maura berkata dengan berani.

"Om? Sejak kapan aku menikah dengan tantemu?" Pria itu mulai bersikap menyebalkan menurut Maura.

Sambil menghela napas Maura tersenyum tipis pada pria itu. "Anda kan sudah om-om, lantas saya harus panggil apa? Tak terima kenyataan kalau anda memang sudah tua?"

Sepertinya Maura merasa cukup keterlaluan dengan kalimat yang baru saja diucapkannya, dia melihat kilatan emosi di mata pria itu. Maura bergerak mundur menghindari tubuh pria yang condong ke depan untuk memperhatikannya lebih intens, ketika dia melangkah maju, otomatis Maura mundur untuk menghindar. Pada akhirnya dia terdesak ke dinding dan terperangkap oleh tubuh pria yang semakin mengikis jarak di antara mereka.

"Kau mau apa?" Tanya Maura panik.

Pria itu tersenyum mengejeknya yang terlihat sangat panik saat ini, dia meletakkan kedua tangannya di samping kiri kanan wajah Maura, mengungkungnya dalam perangkap sehingga membuat Maura tak bisa sekedar bergerak atau menghindar, apalagi melarikan diri, sangat mustahil.

"Menurutmu apa yang diinginkan oleh seorang pria tua ketika melihat gadis muda sepertimu?" Pertanyaannya membuat Maura semakin panik.

"Darling, disini kau rupanya. Aku mencarimu dari tadi," suara manja seorang wanita memecah kepanikan Maura.

Dia tak mengenal wanita bergaun merah dengan belahan dada rendah yang kini sedang memeluk pria itu dari belakang tubuhnya, mungkin usianya tak jauh beda dengan Maura. Hanya penampilannya yang terlalu mencolok yang membuatnya terlihat lebih tua dari usianya yang sesungguhnya. Persetan dengan semua itu, yang apsti kehadirannya cukup melegakan Maura.

"Lepaskan pelukanmu, aku sedang bersama kekasihku," suara berat nan seksi itu membuat Maura dan wanita muda yang sedang memeluk snag pria membelalak bersamaan.

Sementara si pria masih asyik mengungkung Maura yang tersudut ke tembok dengan kedua tangannya, dia tersenyum aneh pada Maura yang sedang terperangah karena pria ini menyebutnya sebagai kekasihnya.

"Tapi, darling..."

"Lepaskan pelukanmu, pergilah sebelum kekasihku marah."

Maura menggeleng mendengar perkataan si pria tak punya malu itu, ingin dia berteriak bahwa dia bukanlah siapa-siapanya, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu karena tatapan pria itu. Tangan wanita itu sudah melepaskan pelukannya dari si pria tua.

"Kau bohong kan, darling? Akulah satu-satunya kekasihmu di tempat ini," ucap si wanita sambil mengelus lengan si pria.

Tanpa diduga sama sekali, si pria memagut bibir Maura yang kian terpaku dengan tindakan agresif yang tiba-tiba itu. Dengan penuh kelembutan pria itu mencium bibir Maura, menari-nari dengan bebasnya di dalam rongga mulut Maura yang masih syok dengan perlakuan kurang ajar pria itu.

"Kau sangat keterlaluan, tunggu pembalasanku," teriakan wanita bergaun merah menyadarkan Maura dari keterpakuannya.

Dengan ekor matanya dia sempat melihar wanita itu pergi, Maura mendorong tubuh pria yang masih sibuk mengeksplor mulutnya dengan ciuman panasnya itu. Tubuhnya tak bergeser sedikitpun, hanya saja dia menyudahi ciuman tersebut seraya menyunggingkan senyum. Diusapnya bibir Maura yang sedikit membengkak karena perbuatannya itu, dengan mata berkilat Maura melayangkan tamparannya. Tapi pria itu bergerak lebih gesit, dia berhasil menangkap tangan Maura.

"Rasanya sangat manis, aku merasa tak bisa berhenti. Sayangnya malam ini aku tak punya waktu untuk itu, mungkin lain waktu," ujar pria itu masih dengan senyumnya yang menawan itu.

"Kurang ajar, apa yang sudah kaulakukan? Kau mencuri ciumanku," geram Maura.

Dilihatnya si pria merogoh saku belakang celana mahalnya, dia mengambil dompet dan menarik lembaran uang kertas berwarna merah yang cukup tebal dari sana. Dia melipatnya menjadi gulungan kecil dan meletakkannya di telapak tangan Maura.

"See you..."

Belum sempat Maura memakinya, pria itu meninggalkannya dengan gulungan uang yang cukup tebal dan banyak untuk harga sebuah ciuman.

***

From author :

Hai guys, novel keduaku ya. Yuk baper-baperan dengan kisah baru ini, semoga suka.

Jangan lupa vote, rate, like, comment n share ya, as usual lah pokoke...

Tq, luv u all, Lanny Tan

Bos yang menyebalkan

Maura menuju kubikelnya dengan napas terengah-engah, dia nyaris saja terlambat pagi ini. Pimpinan divisinya yang terkenal dingin menghunuskan tatapan tajamnya ketika mereka berada dalam satu lift tadi, nyaris saja aku ditelannya, batin Maura seraya menarik napas lega.

"Telat bangun lagi kan, Ra? Kebiasaan deh," tegur Airin yang satu divisi dengannya. "Hari ini ada meeting untuk proyek baru di Bali, bos besar langsung yang akan memimpin meeting kali ini."

"What?" Maura setengah berteriak. "Kok aku tidak diberitahu tentang meeting hari ini? Pak Kenneth yang akan memimpin meeting? Astaga, bagaimana ini?" Maura panik.

Dia sama sekali tidak diberitahu mengenai meeting hari ini, jadi dia tidak punya persiapan sama sekali. Yang membuatnya lebih panik, bos pimpinan pusat yang akan langsung memimpin meeting ini. Kenneth Tanujaya, pemilik perusahaan yang memegang posisi sebagai CEO di perusahaan ini. Selama enam bulan bekerja di perusahaan ini, Maura belum pernah bertemu langsung dengan pemilik perusahaan, dia hanya sering mendengar desas desus tentang kepopuleran sang pimpinan. Pria berkharisma yang mampu melelehkan hati setiap karyawan wanita yang bekerja di perusahaan ini, baik yang masih single maupun sudah menikah, berlomba-lomba mencari perhatian sang pemimpin perusahaan.

Mungkin hanya Maura yang tak tertarik dengan kharisma yang ditebarkan oleh pimpinannya itu, karena dalam hatinya dia hanya memuja Jericho kekasihnya sebagai pria kharismatik satu-satunya. Karena itu pula Maura tak berminat mencari tahu lebih lanjut mengenai profil sang pemilik perusahaan. Yang ada dalam benaknya hanyalah seorang pria setengah baya, berperut buncit, berkepala botak, dengan tampilan lemak berminyak-minyak. Senyum terukir di bibir tipisnya membayangkan profil yang baru saja melintas dalam benaknya.

"Ini rapat dadakan, Ra. Tidak ada persiaapn sama sekali, jadi bersiaplah untuk berimprovisasi menghadapi pak Kenneth yang berkharisma itu. Pria tampan tapi killer dalam hal pekerjaan," Airin menampilkan wajah sumringah sekaligus sekelebat kengerian.

Maura mengernyitkan dahinya, pria tampan tapi killer? Apa pendengaranku masih normal ya? Setampan apakah sang owner sehingga banyak yang memujanya? Ah sudahlah, Jericho paling tamapn sedunia pokoknya.

"Mari semua ke ruang meeting, sesaat lagi pak Kenneth akan tiba, beliau tidak menyukai jika ada yang terlambat datang," seruan pak Gatot sebagai ketua divisi membuat semua segera bergegas ke ruang meeting.

Maura melirik jam di tangan kirinya, sudah 10 menit berlalu sejak mereka tiba di ruang rapat menunggu kedatangan sang CEO. Tidak menyukai jika ada karyawan yang terlambat datang, tapi dia sendiri membuat kami menunggu seperti ini? Pimpinan macam apa? Gumam Maura dalam hatinya.

"Pak, saya permisi ke toilet sebentar ya. Kebelet mau buang air kecil nih," Maura meminta ijin dari pak Gatot yang tak mengalihkan tatapannya dari laptop sejak tiba di ruangan ini.

"Jangan terlalu lama, nanti keburu pak Kenneth datang, habis kamu," ancam pak Gatot tanpa melihat Maura sedikitpun.

"Baik, pak."

Dengan gerakan cepat Maura bergegas keluar ruangan menuju toilet, sebenatnya dia tak terlalu ingin buang air kecil. Dia hanya merasa bosan menunggu dalam hening, dia perlu menghirup udara segar.

Tiba di toilet, Maura menyempatkan diri melihat ponsel pintarnya, dia sedikit kecewa karena sampai jam ini Jericho belum juga menghubunginya untuk sekedar memberikan kabar. Dia mencoba melakukan panggilan berkali-kali ke nomor Jericho, akan tetapi tidak ada sambutan. Akhirnya dia memutuskan mengirim pesan whatsapp padanya : jika kau sudah sempat, tolong hubungi aku ya. Tulisnya singkat dan segera menekan tombol send. Dia mengembalikan ponselnya ke dalam saku blazer yang sedang dipakainya saat ini.

Segera Maura masuk ke dalam salah satu bilik toilet, menuntaskan hasrat ingin buang air kecilnya. Tak sampai lima menit dia sudah menyelesaikan ritualnya dan segera bergegas untuk kembali ke ruang rapat.

Setelah mengetuk pintu dan dipersilakan masuk, dengan semangat Maura membuka dan seketika matanya terbelalak.

"Kau...," Maura mengarahkan telunjuknya pada seseorang dalam ruangan itu.

Semua mata tertuju padanya yang dinilai bersikap tidak sopan pada pimpinannya, tapi dia tak peduli. Bukan karena pimpinannya yang saat ini sudah menempati kursinya dan sedang memimpin rapat, tapi lebih kepada sosok dan penampilan pimpinannya yang jauh dari bayangannya sama sekali. Tidak botak dan berperut buncit, memang agak matang, mungkin usianya belum mencapai 50 tahun. Wajahnya tampan, bentuk tubuhnya atletis, dan benar dia sangat berkharisma. Tapi lebih dari semua itu, wajah itu mengingatkan Maura pada peristiwa beberapa hari lalu di sebuah club malam ketika dia menghadiri perayaan ulang tahun Nadia sahabatnya.

Emosi memenuhi kepalanya, rasanya dia siap meledak saat itu juga, jadi pria kurang ajar yang mencuri ciumannya waktu itu adalah pemilik perusahaan tempat dia bekerja.

"Singkirkan jarimu yang tidak sopan itu, silakan duduk hingga rapat ini selesai," suara berat itu masih terdengar sama menurut Maura, meninggalkan kesan sexy seperti malam itu.

Dengan kesal Maura menurunkan jari telunjuknya, dia mengutuki kekonyolannya yang masih sempat memikirkan suara sexy pria kurang ajar itu.

"Maaf, saya tidak bisa mengikuti rapat ini," kalimat yang diucapkan Maura membuat seisi ruangan kembali menatap padanya.

"Duduk," perintah pria itu tegas.

Dengan dada bergemuruh Maura menuju tempat duduknya, dia tahu teman-temannya sedang menatap kasihan padanya, kemungkinan ini adalah hari terakhirnya bekerja di kantor ini.

Rapat kembali dilanjutkan, Maura tidak menyimak sama sekali, pikirannya berkecamuk ingin menghajar pria kurang ajar yang ternyata adalah CEO pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Miris sekali, mimpi apa dia semalam membayangkan hari ini adalah hari terakhirnta bekerja di perusahaan ini. Entahlah, Maura tak ingin berpikir terllau berat. Setelah rapat dia akan menemui Kenneth di ruangannya, dia sudah merancang akan melakukan apa pada pria sialan itu. Kau tunggu saja kejutan dariku, dasar laki-laki hidung belang.

Di tengah rapat sedang berlangsung, tiba-tiba ponsel milik Maura berdering. Shit, aku lupa menonaktifkannya. Kini semua mata kembali tertuju padanya, Maura menarik napas. Dia tahu pasti itu adalah panggilan dari Jericho, dia memiliki nada dering khusus untuk panggilan telepon dari kekasihnya.

"Mana ponselnya?" Tanpa Maura sadari Kenneth sudah berdiri di sampingnya dan mengulurkan tangannya.

"Apa maksudnya, pak?" Tanya Maura spontan.

Dia tak terima dengan perlakuan bos kurang ajarnya ini, memang kesalahan fatal karena dia tidak menonaktifkan ponselnya atau sekedar menyetel silent mode. Tapi dia benar-benar lupa akan hal itu, bukan kesengajaannya mengganggu berjalannya rapat ini. Tapi memberikan ponselnya pada Kenneth juga bukan tindakan yang diwajibkan menurutnya.

"Maaf, pak. Saya akan segera menonaktifkannya," akhirnya Maura memilih berkata lirih ketimbang mendebat bosnya ini.

"No, berikan pada saya sekarang juga. Dan saya tidak suka dibantah," ujar Kenneth tegas.

Maura menatap tajam mata elang Kenneth, dengan kesal dia menyerahkan ponselnya yang masih terus berdering. Kenneth segera menolak panggilan tersebut dan memasukkan ponsel itu ke saku jasnya.

"Kamu bisa mengambilnya kembali di ruangan saya setelah rapat ini selesai," ujar Kenneth sambil berlalu kembali menuju kursi pimpinannya.

***

From author :

Nah... mulai seru ya kan? Cuzz kepoin kisahnya ya.

Jangan lupa vote, rate, like, comment, n share.

Tq all, luv u,

Lanny Tan.

Laki-laki hidung belang

Maura menghela napas kesal, dengan langkah yang terasa berat dia menuju ruangan CEO yang sangat menyebalkan itu. Jika saja bukan karena ingin mengambil ponselnya, tentu dia tidak akan mau menemui pria kurang ajar itu.

"Pak Kenneth ada di ruangannya, bu?" Tanya Maura seorang wanita yang nampak serius mengerjakan sesuatu pada laptopnya.

Wanita itu kemungkinan besar adalah sekretaris CEO, Maura melirik papan nama yang terpasang di meja sekretaris itu, Chintya Bramantio. Nama yang cantik secantik orangnya, mungkin usianya belum mencapai 30 tahun.

"Maura ya? Pak Kenneth sudah menunggumu di dalam, langsung masuk saja."

Chintya melayangkan senyuman manisnya pada Maura yang masih bertahan di posisinya semula, *dia sangat cantik. *Maura yang sama-sama wanita saja mengagumi wanita itu, terlebih lagi pak Kenneth, pasti dia tidak akan menyia-nyiakan pemandangan ini setiap harinya. Dengan canggung Maura membalas senyuman Chintya dan melangkah menuju pintu ruangan di mana bos besarnya sedang menunggu kehadirannya.

"Permisi, pak. Saya hendak mengambil ponsel saya yang bapak sita tadi," ujar Maura tanpa basa basi ketika tiba di ruangan pria itu.

"Silakan duduk, Maura Anastasia," Kenneth berkata tegas.

"Saya berdiri saja, pak" Maura memasang wajah datarnya.

Kenneth bangkit dari duduknya, dia berdiri bersandar pada meja kerjanya sambil menatap tajam gadis kecil di hadapannya. Gadis yang sangat dia ingat pernah ditemuinya di sebuah *club *malam beberapa hari yang lalu. Gadis yang bibirnya sudah menjadi candu baginya sekalipun baru sekali itu dia cium dengan panasnya, yang sama sekali tak disangkanya ternyata gadis itu salah satu karyawan di perusahaan miliknya. Dia menyilangkan tangan di dadanya, sorot mata gadis itu jelas terlihat penuh dengan kemarahan.

"Kau tahu kesalahanmu?" Tanya Kenneth mengintimidasi Maura.

"Saya tahu pak, saya minta maaf atas kecerobohan saya. Sekarang tolong kembalikan ponsel saya," Maura menjawab tanpa sedikitpun rasa takut.

Kemarahannya atas perbuatan Kenneth beberapa hari yang lalu membuat rasa takutnya menguar entah kemana, dipecatpun dia sudah siap. Maura merogoh sesuatu di dalam saku blazernya, dia berjalan mendekat pada Kenneth,

"Saya juga ingin mengembalikan ini, pak."

Kenneth melihat gulungan uang kertas yang seingat dia pernah diberikannya pada Maura sebagai ucapan terima kasih atas ciuman yang memabukkan itu, keningnya berkerut mencoba meraba sandiwara apa yang sedang dimainkan oleh Maura.

"Kenapa? Kurang banyak?" Tanyanya sinis.

Maura mendongak menatap tajam pria itu, dia merasa tersinggung dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh Kenneth.

"Pak Kenneth yang terhormat, terima kasih saya tidak butuh uang anda. Seharusnya anda bersyukur saya tutup mulut atas perlakuan kurang ajar anda malam itu, reputasi anda akan hancur jika saya membuka semuanya. Anda mencuri ciuman saya, itu salah satu tindakan pelecehan yang bisa saya bawa ke ranah hukum. Jadi kalau anda tidak ingin nama baik tercoreng, ambil kembali uang anda. Dan tolong kembalikan ponsel saya sekarang."

Kenneth tersenyum tipis melihat gulungan uang kertas yang diletakkan di meja kerjanya oleh Maura, gadis kecil ini sungguh unik menurutnya. Dia penasaran sejauh mana perlawanan yang akan dilakukan oleh Maura untuk mengimbanginya.

"Jangan terlalu sombong, Maura. Apa yang kulakukan malam itu bukanlah suatu pelecehan, kau lihat tempat kejadiannyalah. Apa kata orang tentang seorang gadis yang berada di sebuah tempat hiburan? Bukankah itu pekerjaan sampinganmu? Menurutmu siapa yang akan berpikir bahwa itu bentuk sebuah pelecehan?"

Wajah Maura seketika memerah karena kemarahan yang memuncak, pria di hadapannya ini sungguh tak punya rasa malu dan sangat kurang ajar.

"Dasar kau pria hidung belang, pria tua penjahat kelamin, jaga bicaramu. Kau pikir semua perempuan bisa kau beli? Seharusnya aku tak pernah bertemu denganmu, dasar laki-laki mesum. Kembalikan ponselku, ambil uangmu, dan aku mengundurkan diri mulai detik ini."

Kenneth terkekeh mendengar kalimat demi kalimat yang terucap dari mulut Maura, bicaranya sungguh tidak difilter lagi karena kemarahan sudah melingkupinya. Sikap Maura semakin membuat Kenneth tertarik untuk menakhlukkannya, dia merasa tertantang untuk membuat Maura bertekuk lutut padanya.

"Berhentilah berpura-pura suci, Maura. Aku janji tidak akan membuka rahasia gelapmu asalkan kau mau menjadi kekasihku," ujar Kenneth merasa di atas angin.

Kurang ajar, jadi dia berpikir aku ini wanita penghibur. Dasar laki-laki tua tak tahu diri, berani-beraninya dia menilaiku.

"Kau sungguh keterlaluan, aku tidak main-main dengan ucapanku. Tunggu saja waktunya kau dipermalukan tuan Kenneth yang terhormat," Maura melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.

Belum sempat tangannya meraih gagang pintu, Kenneth berhasil menahan langkahnya dan menarik pinggangnya hingga mereka berdiri saling berhadapan tanpa jarak sama sekali. Senyum kemenangan mengembang di wajah Kenneth yang tampan itu. Maura meronta mencoba melepaskan diri dari Kenneth, tapi dia tak kunjung berhasil. Kenneth memojokkannya ke sudut, punggungnya menabrak dinding di belakangnya. Posisi ini sangat menguntungkan Kenneth, dengan mudah dia menahan kedua tangan Maura di atas kepalanya.

"Kau sangat tidak sopan gadis kecil," Kenneth menyeringai. "Pertama, aku adalah pemilik perusahaan tempatmu bekerja, kau harus tahu batas. Kedua, aku belum terlalu tua, usiaku belum genap 50 tahun. Dan yang ketiga, kau tidak bisa seenaknya saja meninggalkan perusahaan sementara kasbonmu masih banyak di perusahaan ini. Jadi dengan kata lain kau terikat bekerja disini setidaknya sampai masalah kasbonmu terselesaikan, atau jika aku berkenan memecatmu maka kau bebas melenggang. Dan kau tahu nona? Aku tidak akan melakukan itu, aku justru akan membuatmu tidak bisa meninggalkan perusahaan ini seenaknya tanpa menyelesaikan tanggung jawabmu."

Wajah Maura semakin merah padam, sungguh dia ingin menampar laki-laki ini jika saja tangannya tidak terbelenggu. Dengan mata yang dipenuhi kilat kemarahan, Maura menatap pria itu lekat-lekat.

"Kenneth Tanaya, saya bukan seorang gadis kecil seperti yang anda katakan barusan. Pertama, saya tahu anda adalah pemilik perusahaan ini, dan saya tidak akan melewati batas jika saja anda tidak kurang ajar. Kedua, anda memang sudah tua, umurnya tidak jauh beda dengan ayah saya, jangan menolak tua ya pak. Dan yang ketiga, masalah kasbon akan saya selesaikan segera. Anda tidak berhak merenggut kebebasan saya seenaknya.

Senyum lagi-lagi mengembang di wajah tampan Kenneth, dia kagum dengan keberanian gadis ini.

"Berapa hargamu?" Tanyanya telak.

"Saya tegaskan ya, saya tidak menjual diri. Terutama pada laki-laki hidung belang seperti anda, saya sangat tidak tertarik."

Jawaban Maura membuat Kenneth tergelitik, apakah mungkin dia salah menilai tentang Maura? Dengan gerakan lembut, tangannya yang bebas mengusap pipi Maura. Gadis itu memalingkan wajahnya tak sudi disentuh oleh Kenneth.

"Sungguhkah kau tak tertarik padaku?" Kenneth menarik dagu Maura agar wajah mereka kembali berhadapan.

Maura tersenyum sinis. "Anda lebih cocok jadi ayah saya."

Sejujurnya berada sedekat ini dengan Kenneth membuat Maura salah tingkah, mereka memang terpaut usia sangat jauh, tapi pesona Kenneth jelas menggetarkan Maura. Menghapus ingatan tentang ciuman panasnya saja membutuhkan perjuangan. Sial, mengapa aku membayangkan pesonanya?

"Aku bisa membuktikan kau tertarik padaku," bisik Kenneth di telinga Maura.

Tanpa memberi kesempatan pada Maura untuk menyanggahnya, Kenneth kembali mencuri ciuman dari Maura. Kali ini dia melakukannya dengan kasar, tidak mempedulikan perlawanan yang dilakukan oleh gadis itu. Dia menggigit bibir bawah Maura supaya terbuka dan memberinya peluang untuk memainkan lidahnya di dalam rongga mulut gadis itu. Ketika pasokan udara semakin berkurang, Kenneth melepaskan ciumannya dan memberi peluang untuk Maura menghirup oksigen, setelah dirasanya cukup, dengan egois Kenneth kembali memagut bibir Maura yang sudah menjadi candu baginya. Rasanya sangat manis, dia tak ingin berhenti begitu saja.

Kenneth merasa perlawanan Maura mulai mengendur, gadis itu tak lagi menolaknya, dia seperti pasrah karena kehabisan tenaga. Ciuman Kenneth yang awalnya liar berubah menjadi lembut, membuai lidah Maura dan menggiring gadis itu untuk menikmati aktifitas ciuman panasnya. Tepat seperti perkiraannya, kelihaian Kenneth menggoda Maura dengan ciumannya berhasil. Maura tak lagi memberontak, dia terbuai dalam kenikmatan yang disuguhkan oleh Kenneth, membalas setiap ******* Kenneth. Maura seperti dibawa terbang jauh ke langit ketujuh, dia ikut hanyut dalam permainan lidah Kenneth.

Ini memang bukan ciuman pertama bagi Maura, Jericho adalah laki-laki pertama yang mengambil ciuman pertamanya. Tapi ciuman Jericho tidak pernah senikmat ini, ada rasa yang berbeda yang tak dapat diungkapkan dengan kata ketika Kenneth membuainya. Tiba-tiba bayangan Jericho berkelebat di benaknya dan membawa Maura kembali pada kesadarannya. Shit, laki-laki kurang ajar ini kembali mencuri ciumanku dan sialnya lagi aku terbuai dalam kenikmatan pagutan bibirnya.

Rasa bersalah pada Jericho menyeruak, Maura merasa telah mengkhianati kekasihnya karena berciuman dengan atasannya sendiri. Dengan sisa tenaga yang tersisa dia mendorong Kenneth agar menjauh darinya, dan Kenneth yang saat itu lengah karena hanyut dalam permainannya melepaskan Maura dengan mudahnya.

"Mulutmu berkata tidak, tapi tubuhmu merespon dengan baik," ejeknya pada Maura yang kini terpaku dengan napas terengah.

***

From author :

Mulai panas guys, happy reading ya, semoga kalian suka.

Yang penting mah jangan lupa vote, rate, like, comment, n share juga ya.

Supaya aku lebih semangat nulisnya atuh.

Anyway thx, luv u as always.

Lanny Tan

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!