Zara memasuki apartemennya dan langsung membanting kan tas dan sendalnya, ia merebahkan badannya di sopa. Tangannya menutupi wajah dengan kaki yang di pukul-pukul ke sopa.
"Bodoh-bodoh, bagaimana aku bisa bersikap sebegitu menyedihkannya di depan orang asing. Bagaimana jika ia mengenaliku dan membuat skandal di pemberitaan? Oh tidak." Zara menyesali setiap detik yang telah terjadi dengan lelaki yang ia tidak tahu namanya itu.
Zara bangun dan mengambil air minum.Ia duduk di meja pantry, sekelebat bayangan tentang lelaki tadi terlintas di benaknya, ia melihat tangannya yang tadi di genggam erat oleh lelaki asing itu, dia meraba perutnya yang tadi di peluk oleh lelaki asing itu, tanpa ia sadari ternyata senyumnya terlukis begitu saja.
"Wo wo wo, kenapa aku malah memikirkan lelaki asing itu. Sepertinya aku benar-benar kelelahan."
Aku bangun dari duduk dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhku. Badanku terasa begitu sakit. Seperti sudah dipukuli oleh orang sekampung. Malah aneh jika badanku tidak sakit, karena dari tadi ditarik sana sini seperti kue cubit.
Aku mengambil handuk dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Namun, suara ponsel menghentikan langkahku.
"Kamu kenapa belum pulang?!" Terdengar suara tante di sebrang sana. Tante adalah Ibu tiri ku, dia cukup cerewet jika menyangkut kedisiplinan.
"Aku di apartemen, aku lelah ingin istirahat. Selamat tidur Tante." Aku mematikan telpon sepihak, sepertinya aku memang kurang sopan. Tapi jika di teruskan bisa-bosa aku habis dimarahi.
Aku merendam badanku di bathub.
"Huuuh, segarnya. Apakah besok akan ada kehebohan lagi yang terjadi?" Bagiku hari esok adalah sebuah misteri yang harus aku siapkan, setiap malam aku selalu berdoa agar hari esok baik-baik saja.
Tiba-tiba kejadian hari ini berputar begitu saja. Mulai dari pengkhianatan Revan sampai perjumpaan ku dengan pria misterius yang dipenuhi ketegangan. Dengan perlahan aku menenggelamkan seluruh badanku ke dalam air, berharap air akan memberikan efek ketenangan kepadaku.
..........
*Pria misterius
Aku masih setia menatap makanan yang aku hidangkan berapa menit lalu, tanganku masih setia melihat kartu nama seorang gadis yang beberapa menit lalu menyusahkan ku.
"Zara Hertanto?" Aku membaca sebuah nama yang terasa tidak asing di telingaku.
Aku tersenyum geli mengingat penampilan gadis itu yang sangat acak-acakan. Tapi anehnya wajah gadis itu terlihat sangat cantik, penampilannya yang acak-acakan sama tidak memudarkan kecantikan alami yang ia miliki.
Saat sedang asik melamun ternyata ponselku berbunyi.
"Alderich, kamu mau sampai kapan bersembunyi?, Kamu sudah sampai belum di indonesia?" Ucap Bunda di sebrang sana.
"Bun, aku sudah sampai. Kalo belum sampai pasti telpon Bunda nggak bakal terhubung, aku kan pakai nomor indonesia." Ucapku berusaha menyadarkan kecerobohan Bunda.
"Sudah-sudah maafkan kebodohan Bunda mu ini. Pokoknya Bunda tidak mau tahu, kamu cepat pulang ke rumah sekarang. Bunda sudah tidak tahan dengan pemberitaan yang menyebutkan anak Bunda yang satu ini lumpuh, bisu, cacat dan jelek. Mereka tidak tahu bahwa anak Bunda sangatlah tampan!" Mendengar curhatan Bunda yang penuh drama, aku hanya terkekeh geli.
"Aku malas Bun, biarkan saja. Aku tidak peduli dengan berita murahan seperti itu." Ucapku.
"Dasar anak nakal!, kamu nggak kasihan gitu sama tunangan kamu?. Bunda kasihan kepada tunangan mu nak, yang selalu mati-matian menjelaskan bahwa kamu baik-baik saja. Padahal dia juga tidak tahu bagaimana rupa mu. Dia selalu di sudut kan dari sana sini. Di tekan dari sana dan sini. Jika kamu keberatan dengan pertunangan ini sebaiknya kamu batalkan saja."
Mendengar saran dari Bunda hatiku bukan merasa senang tapi malah tidak rela, aku hanya bisa terdiam kehilangan kata-kata untuk menjawab atau menyanggah ucapan Bunda.
"Siapa nama wanita itu?" Tanyaku pelan, namun masih bisa terdengar oleh Bunda.
"Dasar anak nakal, bagaimana bisa kamu tidak mengingat namanya sama sekali. Dia wanita yang sangat cantik tangguh dan baik, kau pasti akan menyesal. Namanya Zara Hertanto! Awas jika kau melupakannya lagi!" Mendengar ucapan Bunda, aku jadi teringat kartu nama gadis tadi. Tanganku merogoh saku celana untuk memastikan kembali.
Zara Hertanto, Direktur utama JH Group.
"Gadis itu?" Aku tidak menyangka ternyata gadis yang aku selamatkan adalah tunangan ku sendiri. Aku mengacak rambutku hingga berantakan, perasaanku campur aduk antara senang dan bingung menyatu menjadi satu.
"Bun, sepertinya sudah waktunya aku menampakan diri." Ucapku entah mendapat keberanian dari mana.
"Apa? Syukurlah. Pokonya besok kau harus pulang. Jika besok kamu tidak membawa Zara ke hadapan Bunda, jangan harap kamu bisa kembali ke Amerika, oh iya satu lagi. Bunda akan menarik investasi dari perusahaan mu, " Ucap Bunda berusaha mengancam ku.
"Loh nggak bisa gitu Bun. Kan-" Ucapku berharap Bunda tidak mengancam ku.
Sebelum aku selesai bicara. Bunda malah mematikan ponselnya begitu saja. Aku merebahkan badanku ke sopa. Kenapa keadaan jadi berubah rumit seperti ini?. Padahal niatku pulang untuk membatalkan pertunangan dan kembali dengan tenang ke Amerika. Tapi anehnya tujuanku malah melenceng sangat jauh, apalagi saat aku sudah tahu siapa tunangan ku. Aku merasa tidak rela kika harus membatalkan pertunangan ini.
Ting ting ting.
Ada banyak pesan masuk ke dalam ponselku. Aku menatap ponselku kebingungan siapa yang mengirim pesan. Karena seingat ku yang tahu nomor ini hanya Bunda.
Aku semakin bingung saat melihat pesan yang masuk tidak hanya satu atau dua, melainkan ada 7.300 pesan masuk dari nomor tidak di kenal. Aku berusaha menebak-nebak siapa yang mengirim pesan ke nomor milikku.
08**********
"Halo, tunangan. Aku Zara, hari ini kita bertunangan tapi aku sama sekali tidak hadir di sana. Bahkan ibumu yang menyematkan cincin tanganku. Asalkan kau tahu aku juga nggak mau tunangan ini terjadi. Jadi STOP! Jual mahal. Emang seganteng apa sih kamu!. Punya muka pas-pasan aja belagu. Sebenarnya yang paling membingungkan itu kenapa ayahku malah menjodohkan aku anak kesayangannya dengan lelaki menyebalkan kaya kamu!"
Melihat pesan itu aku terkekeh geli, lalu mensecrol lagi ke bawah.
"Halo, tuangkan. Karena kamu nggak muncul terus ke permukaan, aku lelah menjawab pertanyaan ke wartawan yang bilang kamu cacat. Sebenarnya kamu cacat nggak sih? Kalo bener kamu nggak sempurna juga nggak papa, muncul aja. Aku pasti mendampingi mu!"
"Halo, tunangan hari ini ayah aku meninggal. Woy bangsat elo sama sekali nggak pulang ke indonesia. Pura-pura juga nggak papa. Hargai gua dong. 😭"
"Halo, tunangan. Lagi-lagi perusaahan bokap mau di rebut sama Paman-paman yang brengsek itu. Aku nggak pantes ya jadi direktur tama. Lelah aku bang, pulang dong bimbing aku jadi orang hebat."
"Halo, tunangan. Karena kamu nggak muncul terus. Jadinya aku udah jadian deh sama seseorang yang selalu ada dan membantu aku. Dia baik ganteng dan romantis. Jadi kamu nggak perlu takut aku kenapa-kenapa.. Masih nggak mau pulang? Hus pergi ke kayangan!"
Melihat pesan Zara audah mempunyai pasangan. Entah kenapa aku jadi merasa kesal. Niatku untuk membaca semua pesan yang dikirim Zara tiba-tiba menghilang. Aku berniat untuk mematikan ponsel.
Ting, sebuah pesan baru saja datang lagi. Aku menurunkan rasa gengsi dan cepat-cepat membuka pesan yang baru saja dikirim seseorang.
"Woy tunangan gaib, kamu nggak tahu kan hari ini aku hampir mati. Aku tau kamu maunya aku mati aja, ya kan?. Tapi untung ada lelaki malaikat yang baik, yang udah nolongin aku, jauh beda sama kamu. Btw kamu bener lumpuh ya?.
Hmmm, hari ini aku sakit banget, badan, hati, semuanya. Pacar yang kemarin aku bangga-banggakan itu, tadi dia kepergok selingkuh sama wanita cantik tapi tetep cantikan aku ko. Jadi sekarang aku udah nggak punya pacar lagi deh. Lo balik dong, biar aku ada yang ngejaga. Lelah aku bang."
Melihat pesan terakhir dari gadis itu, seketika hatiku terasa menghangat. Jadi selama ini ternyata tunanganku selalu mengirimnya pesan dan mencurahkan segala yang dia rasakan. Walaupun hanya sebatas pesan, tapi aku merasa di hargai.
Aku kembali membaca satu persatu pesan yang dikirim oleh gadis itu. Tanpa ku sadari sesekali aku tertawa terbahak-bahak saat membaca pesan gadis itu yang aneh, dan tidak jarang pula aku ikut merasa bersedih saat membaca pesan yang menyedihkan.
Aku melirik jam di pergelangan tanganku, tidak terasa sudah jam tiga dini hari. Tapi aku dia masih betah membaca diary gadis itu yang dipenuhi dengan permasalahan.
"Selamat bertemu hari esok, Zara Hartanto." Gumam ku di dalam hati.
*****
Hai readers?, Menurutmu bagaimana cerita ini? jangan lupa like, vote dan komen ya.. dan nantikan kisah Zara selanjutnya..
Follow Ig untuk visualisasi tokoh : @itsme_d43604
ig author : denisa_sahara
See you, di Chapter selanjutnya 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Fi Fin
bagus ceritanya ..semoga Zara cepat ketemu tunanganya dan ada yg melindunginya
2021-11-28
1
Luli Lusiani Agustin
asyeeekkkkk
2021-08-08
1
ⓘ ⓝ ⓐ ⓨ
Aishh.. si abang cool beneeerr..
2021-07-28
1