CAPTER 4
PERJANJIAN PERNIKAHAN YANG DIBUAT OLEH NAURA
Waktu serasa berlari dengan cepat, tidak terasa sudah tinggal empat hari lagi sebelum
pernikahan. Naura mulai bingung harus berbuat apa untuk menghentikan rencana
ayahnya, rencana yang justru dianggap gila oleh putrinya sendiri.
Tangan kirinya terus mengetuk – ngetuk meja kerjanya, sementara yang satunya lagi tak
hentinya memutar pensil yang sedari tadi dia gunakan untuk mendesain beberapa
gaun pesanan.
Tiba-tiba dia teringat dengan sesuatu yang sering muncul di film-film, secepat kilat dia
meraih laptop yang tergeletak dimeja samping dirinya. Dengan cekatan dia
menyalakan tombol power dan mulai mengetik sesuatu. Dia terlihat sangat serius ketika mengetiknya, bahkan beberapa kali menghapusnya dan mengetiknya lagi.
“Kayaknya ini sudah cukup.” Senyum lebar diwajahnya.
Tidak mau menghabiskan waktu dengan sia – sia, dia segera mencetak tulisan itu. Tapi
ada sesuatu yang masih kurang, yaitu nama calon suaminya. Setelah berpikir
beberapa saat, dia teringat dengan David. Naura mengambil telepon genggamnya
dari dalam tas dan memencet nomor telefon David.
“Iya mba?.” suara David diujung telefon.
“Mas David ngerti nggak namanya cowok itu?.” tanya Naura cepat.
“Cowok yang mana mba?.” David berlagak tidak faham.
“Itu si cowok pilihannya Papa!.” Naura
menjelaskan.
“Ohh...maksudnya mas Hasan!.”
“Iya itu, siapa namanya?.”
“Hasan Alfarisi...emangnya kenapa mba?.” tanya David.
“Nggak ada...ok makasih mas David.”
“Sama-sama Mba."
“Ohh iya...mas David punya nomor teleponnya
nggak?.” tanya Naura ragu-ragu.
“Punya Mba...habis ini saya kirim lewat chat.”
Jawab David.
Setelah mendapat nomor telepon Hasan, tanpa ragu Naura langsung menelfon nomor tersebut. Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya pria diujung sana mengangkat telfon Naura.
“Hallo....”
“Ini aku.”
“Maaf siapa ya?.”
“Apa sekarang kamu lagi kosong?.”
“Iya saya lagi kosong tapi ini dengan siapa
ya?.”
“Aku Naura.” Jawabnya malas.
“Ohh...mba Naura, kenapa Mba?.”
“Aku mau ngajak kamu ketemuan."
“Kapan?.”
“Ya sekarang masak tahun depan."
“Ohhh...dimana?.”
“Ngerti kafe X?.”
“Dimana itu?.”
“Kafe deketnya butik aku.”
“Butiknya mba Naura dimana...maksudnya apa namanya?!."
“NAURA COLLECTION di jalan Sukarno-Hatta,
depan Bank X.”
“Ohhh...disana, ok saya kesana sekarang.”
Setelah selesai menelfon, Naura kembali melanjutkan desainnya yang sempat terpotong. Pikirnya Hasan tidak akan segera sampai, mengingat jalanan yang rame, jadi dengan santainya dia mendesain sambil mendengarkan lagu yang dia putar dari laptop.
Tanpa dia sadari handphonnya berdering,
beberapa kali Hasan mencoba menghubunginya tapi tetap tidak ada jawaban. Ingat kalau kafe itu dekat dari butik Naura, dia memutuskan untuk menemui Naura dibutik.
“Ngerjain aku kayaknya orang ini.” Gumannya
dihati.
Kesal merasa dipermainkan oleh Naura, Hasan bangkit dari duduknya. Namun ketika hendak melangkah keluar dari kafe, Naura terlihat tergesa-gesa menghampirinya.
“Maaf.” Ujarnya dengan nafas ngos -ngosan.
“Habis ikut lomba lari maraton ya?!.” ledek Hasan.
“Seneng banget lihat orang susah!." Ucap Naura.
“Emang Mba-nya susah apa?.”
Naura tidak menanggapinya, dia berjalan menuju meja terdekat, dan menarik kursi untuk dia duduki. Hasan mengikuti langkahnya, dia juga menarik kursi dan duduk berhadapan.
“Ini minum dulu.” Sambil menyodorkan botol air mineral.
Naura menolaknya, dia sudah berjanji pada dirinya untuk tidak bersikap baik pada pria yang satu ini. Dia malah mengeluarkan selembar kertas dan pen dari dalam tasnya, dia menyodorkan kertas itu pada Hasan.
“Baca dulu!.”
“Apa ini?!.” Hasan mengerutkan alis ketika
bertanya.
“Perjanjian pernikahan.”
Hasan tersenyum tipis sambil
menggeleng – gelengkan kepala. Tangannya menepis kertas yang Naura sodorkan
kepadanya.
“Simpan saja!.” Ucapnya kesal tepatnya
pura-pura kesal.
“Pokoknya kamu harus setuju dan tandatangan secepatnya!."
“Kebanyakan nonton drama gini nih
efeknya...hidup itu nggak seperti drama yang Mba-nya tonton...jadi nggak perlu
menirunya di dunia nyata.”
“Jangan bikin aku marah ya, cepat tandatangani!.”
“Tandatangan apa...isinya aja aku nggak tahu!.”
“Makanya baca dulu!.” Bentak Naura.
“Kalau nggak mau...lantas kenapa?!.”
“Nantangin aku....dengar ya kalau kamu nggak mau tandatangan akan aku rusak acaranya nanti."
“Caranya?!.”
“Kamu pikir aja sendiri.”
Hasan kaget mendengar perkataan Naura, tapi dia tetap bersikap tenang menghadapinya. Mengingat mereka
berdua berada ditempat umum dan tentunya tidak berharap menjadi tontonan orang
lain yang duduk disekitar meraka berdua.
“Nggak kasian sama Papa-nya?!.” tanya Hasan datar.
“Makanya cepat ditandatangani!.” Sentak Naura sambil meraih tangan Hasan.
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, dia memberikan pen yang sedari tadi dia pegang pada Hasan dengan paksa. Dan menuntun tangan Hasan untuk menandatangani perjanjian itu.
“Iya iya aku tandatangani tapi lepasin
dulu!.” Mencoba melepaskan tangannya.
Naura yang tidak percaya dengan omongan Hasan justru semakin mengencangkan genggamannya.
“Nggak!.”
“Mba-nya malu dilihatin orang....”
“Biarin!.”
“Ok aku tandatangani tapi biarin aku baca dulu isinya.”
“Ya kan sambil tandatangan bisa bacanya!.”
“Iya tapi lepasin dulu...malu tu dilihatin.”
“Nggak!." Menekan nada suaranya.
Akhirnya Hasan menyerah, sambil menghela nafas dia mulai melihat dan membaca baris demi baris tulisan yang tercetak dikertas putih itu. Sesekali dia menyipitkan mata dan mengerutkan alisnya. Sebenarnya dalam hati dia ingin ketawa tapi dia menahannya, alih –
alih tidak setuju dia memasang muka marah.
“Masak ini yang disebut Perjanjian?!.”
protesnya.
“Iya!.” Jawab Naura singkat.
“Ini bukan perjanjian Mba-nya tapi pernyataan
tepatnya peraturan sepihak...pemerintah aja nggak asal bikin peraturan, diajukan
dulu ke DPR."
“Itu kan pemerintah...masak mau disamain lagian sepihak apanya?!."
“Ada nggak poin satu aja yang nguntungin
aku?!.”
Naura tidak menjawab, dia malah memasang muka ketus. Ingin rasanya Hasan menarik hidung wanita dihadapannya itu atau menjentik jidadnya supaya otaknya tidak bengkok, alih-alih marah dia pasang muka ngambek.
“Ganti dulu!.” Pintanya sok ngambek.
“Nggak ada yang perlu diganti!.” Tetap kekeh
dengan pendiriannya.
“Kalau gitu ngapain aku disini." Tetap berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Naura.
Naura sudah tidak bisa bersabar menangani Hasan, ditatapnya wajah pria itu lekat-lekat. Tatapan yang penuh emosi, tapi Hasan tetap santai menanggapinya.
“Aku mau poin yang KAMAR TERPISAH itu diganti SEKAMAR BERDUA, kalau Mba-nya mau ganti poin itu aku pastikan bakal
tandatangan.”
“Cukup poin itu aja ya!.”
“Ok aku setuju.”
Seketika Naura melepas tangan Hasan, mengambil kembali kertas yang tadi dia sodorkan.
“Tunggu bentar disini ya!.”
“Mau kemana?.” Hasan maraih pergelangan tangan Naura dan menghentikan langkahnya.
“Katanya suruh diganti!."
“Ohh...apa nggak minum dulu?.”
“Pesankan ja...nggak lama kok.”
“Mau dipesenin minuman apa?.”
“Panas -panas gini enaknya yang dingin.”
“Es batu sekalian ma kulkasnya?!.”
“Kamu itu ya!.”
“Lantas apa?.”
“Mochachino Ice!.” Jawab Naura dan bergegas keluar kafe untuk kembali ke butiknya.
Setibanya di butik dia mempercepat langkahnya menaiki anak tangga, Lisa yang melihat sikap bosnya yang tak seperti biasa, segera mengikuti dibelakangnya. Dia hendak memastikan tidak ada masalah yang terjadi di butik.
Begitu sampai di depan pintu ruangan Naura, Lisa mendapati bos cantiknya tengah menyalakan laptop. Dia bahkan tidak menyadari kedatangan Lisa yang sudah berdiri tepat dibelakangnya.
“Lagi ngedit apa mba?.”
Sontak Naura menutup laptopnya dan menoleh kearah datangnya suara.
“Lisa...ngapain kamu disini?!.”
“Maaf Mba...tadi saya lihat Mba buru-buru,
saya kuatir ada masalah yang terjadi sama butik dan mba Naura mencoba
ngatasinnya sendirian.”
“Nggak ada masalah sama sekali dan ngak ada yang perlu dikuatirin, ini urusan lain.” Naura melunak.
“Ohhh...kalo gitu saya ke bawah dulu ya Mba.”
Pamit Lisa.
Setelah memastikan Lisa tidak terlihat lagi, Naura lanjut mengetik. Selesai mencetak, dia langsung bergegas meninggalkan butik dan kembali ke kafe X. Melihat keseriusan diwajah Naura, Hasan merasa tidak tega untuk mempermainkannya. Dia memutuskan untuk mengikuti aturan yang dimainkan oleh si Kucing Betina miliknya ini.
“Minum dulu....” Suara lembut Hasan.
“Hmmm....” Jawab Naura.
“Mana kertasnya?.”
“Ini....” Naura menyodorkan kertas yang diminta.
Tanpa membacanya lagi, dia mengambil pen dari saku kemejanya dan langsung menandatangani perjanjian yang
dibuat oleh Naura. Perubahan sikap Hasan membuat hati Naura bergetar, rasa bersalah singgah didadanya. Tapi dia tidak mau memikirkan hal – hal semacam itu, langkahnya sudah bulat untuk membangun benteng pertahanan.
“Nih....” Menyerahkan kembali kertas yang
sudah diM tandatangani
Naura menerimanya lalu melipat kertas itu dan memasukkan kembali ke dalam tas.
“Mba-nya nggak lapar?."
“Lapar dikit.”
“Ayo makan tapi gimana kalau makannya bukan disini.” Ajak Hasan.
“Kenapa harus ditempat lain?.” tanya Naura.
“Makanannya nggak cocok sama lidahnya aku!.”
“Makanannya yang nggak cocok atau lidahnya yang termasuk produk gagal?!.”
“Apa...coba ulangi lagi?!."
“Makanannya yang nggak cocok atau lidahnya kamu yang masuk produk gagal?.”
“Nyebutin kata lidah lagi aku gigit punyamu,
biar jadi produk cacat."
“Emang berani?!.” tantang Naura.
“Ohh...nantangin nih ceritanya!.” Ujar Hasan dan mencondongkan tubuhnya kedepan.
“Ehh...berani bikin cacat punyaku, aku pastikan rumahmu bakal pindah ke penjara!."
Hasan terkekeh mendengar perkataan Naura dan terlihat gugup. Dia kembali pada posisi duduknya semula. Untuk mengalihkan, Naura memanggil waiter dan memesan beberapa makanan untuk mereka berdua. Hasan yang tidak berselera dengan menu kafe mencoba protes tapi Naura mengabaikannya.
“Rasain Lu sekarang.” Batin Naura.
“Mas saya pesan makaroni schotel yang super cheesy 2 sama salad buahnya 2.”
“Ditunggu sebentar ya Bu, pesanannya kami siapkan.”
Kepergian waiter membuat hening suasana, baik Hasan ataupun Naura keduanya saling membisu. Keduanya justru memilih fokus dengan gadgetnya masing-masing, Naura dengan ipadnya sementara Hasan dengan handphonnya. Sesekali Hasan melirik Naura, dia baru menyadari kecantikan Naura ketika wanita itu terlihat serius dan wajahnya yang
biasa judes berubah kalem dan semanis coklat. Timbul keinginan untuk menggodanya dan membuatnya marah tapi niat itu tidak diwujudkan.
Beberapa saat kemudian waiter datang dengan membawa makanan yang sudah dipesan Naura sebelumnya.
“Hmmm...harumnya.” Seru Naura dengan senangnya.
“Haruman mie ayam dipertigaan deket rumahku." Guman Hasan.
“Ya beginilah kalau produk gagal!." Ledek Naura sambil melahap makaroni miliknya.
“Silahkan terusin aja mancingnya.” Ujar
Hasan dengan santainya memberi peringatan.
“Udah makan jangan ngomong terus!." Naura
mengalihkan.
Setelah selesai makan mereka
berdua segera keluar, Hasan berjalan menuju tempat parkir dan Naura terus
berjalan kearah trotoar. Sebelum menjauh Hasan mengejar Naura dengan mengendarai
sepeda motornya, mendapati Hasan di seberang jalan mengikutinya, Naura
menghentikan langkah kakinya dan berjalan kearah Hasan yang juga menghentikan
laju sepeda motornya itu.
“Ada apa lagi?!." tanya Naura ketus.
“Ayo aku antar ke butiknya...dekat dari sini
kan!."
“Justru karena dekat itu mending jalan kaki...lagian mana sudi aku dibonceng sama Wadimor."
“Mba-nya ini benar -benar ya!.”
“Lagian pakai modus receh...kreatif dikit
dong!.”
“Ohh iya soal mahar...kita belum bicara soal
itu.”
“Niat banget si Wadimor ini nikahnya.”
“Nikah sama mahar kan sepaket Non." Timpal Hasan kesal.
“Hmmm...aku belum kepikiran, kalau uda
kepikiran entar aku hubungi kamu Ok?!.” ucap Naura dan segera pergi
meninggalkan Hasan.
Setelah beberapa langkah jaraknya dari Hasan, dia menoleh kebelakang dan melambaikan tangannya. Hasan
membalasnya dengan senyuman, ternyata Naura juga tersenyum padanya.
-----------
“PERJANJIAN PERNIKAHAN”
1. DILARANG MEMANGGIL
ISTRI DENGAN PANGGILAN LAZIMNYA PASANGAN
2. TIDAK BOLEH
MENGUNGKAKPAN IDENTITAS MASING – MASING
3. TIDAK DIPERBOLEHKAN
MELAKUKAN KONTAK FISIK APALAGI KONTAK BATIN
4. HARUS TIDUR DIKAMAR
TERPISAH
5. TIDAK ADA BATASAN ATAU
LARANGAN PADA KEGIATAN ISTRI, TERMASUK KEMANA ISTRI PERGI DAN DENGAN SIAPA
ISTRI PERGI
6. MENGIZINKAN ISTRI
DEKAT DENGAN SIAPAPUN TERMASUK DENGAN SEORANG PRIA
7. TIDAK ADA TUNTUTAN
BAGI ISTRI UNTUK MENGERJAKAN PEKERJAAN RUMAH SEBALIKNYA DENGAN SUAMI HARUS
SELALU SIAP JIKA DIPERLUKAN UNTUK MENGURUS RUMAH
8. SUAMI DILARANG AKRAB
DENGAN WANITA LAIN DILUAR APALAGI BERNIAT UNTUK POLIGAMI
9. MILIK SUAMI ADALAH
MILIK ISTRI TAPI MILIK ISTRI SEPENUHNYA HAK ISTRI (TIDAK ADA LARANGAN BAGI
ISTRI JIKA INGIN TAHU ISI HANDPHONE ATAU PROPERTI LAIN SUAMINYA)
--------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Idah Idah
perjanjian apa itu 🤦🏽♀️🤦🏽♀️🤦🏽♀️🤦🏽♀️
2022-06-16
0
Selly Selly
eh naura mau yg enak enak yg tidak merugi kan diri sendiri
2021-07-13
0
Bidadarinya Sajum Esbelfik
perjanjian ny woooww banget 🤣
2021-04-08
0