CAPTER 3
MENDADAK DIJODOHKAN,
TIDAK BISA DINEGO LAGI
Sinar matahari pagi menembus
kamar Naura melalui celah gorden pada cendela kamarnya, sinar yang terasa
hangat dikulit membuatnya terbangun. Dengan langkah malas dia berjalan ke kamar
mandi, bersiap – siap untuk berangkat ke butik seperti biasanya.
Langkah kaki penuh semangat
serta senyum cerah menghiasi wajahnya, dia menuruni tangga.
“Pagi Pa!.” Sapa Naura.
“Pagi Nak...sini sarapan habis itu jangan
langsung berangkat ya....”
“Emang kenapa Pa?.”
“Nggak ada.”
“Ihhh...papa kalo ngak ada, kenapa mesti
ditahan dulu Naura.” Seru Naura dengan memonyongkan mulutnya.
“Udah ayo sarapan dulu!."
Setelah selesai sarapan pak
Malik beranjak duluan, sementara Naura masih membantu bik Siti merapikan meja
makan seperti biasanya. Teringat dengan pesan ayahnya, Naura menghentikan
pekerjaan. Dia pamit sama bik Siti yang tengah mencuci piring.
“Papa nggak kenapa – napa kan?." tanya Naura mengejutkan papanya.
“Emangnya papa kenapa?!.” Pak Malik balik
bertanya.
“Yah si Papa malah balik nanya, tadi nyuruh
Nana jangan langsung berangkat!.”
“Oww...itu, sini duduk deket papa." Pinta pak
Malik.
“Ada apa sih Pa?.” Naura tambah penasaran.
“Na-papa mau nikahin Nana sama...,”
“NIKAH Pa?!” Bola matanya melotot, tidak percaya dengan ucapan ayahnya.
“Iya nikah...papa uda ketemu sama dia, dia
juga sudah setuju!.”
“Pa...harusnya kan Papa bilang dulu ke Nana...." Suaranya melunak.
“Perasaan papa uda bilang sayang....”
“Nana nggak mau!.” Ucap Naura dan seketika
berdiri namun sebelum dia sempat melangkah, ayahnya menghentikannya.
“Terserah Nana...selama ini papa ngak pernah
nuntut apa-apa dari Nana.”
“Tapi kan nggak gitu juga Pa!." Protes Naura.
“Dia orangnya baik, cakep, nggak ada yang
kurang dari dia, nggak apa – apa Nana nggak mau tapi anggap saja papa sudah tiada!.”
“PAPA!."
Pak Malik tidak menanggapi protes anaknya, tampa bicara sepatah katapun dia melangkah pergi, meninggalkan putrinya yang masih mematung.
“Vid ayo berangkat!.” Perintahnya dengan
nada datar.
David yang sudah hafal betul dengan karakter atasannya itu, tanpa bertanya langsung menghidupkan mesin mobil. Mobil BMW hitam itu pun melesat keluar dari pintu gerbang rumah.
Sementara diruang baca ayahnya, Naura masih mencoba menata emosinya kembali. Jelas ayahnya terlihat sangat marah dan tidak menerima penolakan sama sekali. Namun dia masih berniat untuk bernegosiasi dengan ayahnya nanti malam. Dia sudah menyusun banyak rencana untuk memuluskan negosiasi itu nanti.
------
Tidak seperti biasanya kali ini Naura pulang lebih awal, setelah memarkir mobilnya, dia berlari kedalam rumah, menghampiri ayahnya yang tengah sibuk membaca buku di ruang kerja.
“Papa....” Sambil memberikan pelukan yang
hangat serta ciuman manis mendarat dipipi sang ayah.
“Hmmm...tumben pulang cepat?.” tanya ayahnya.
“Papa nggak suka kalo Nana pulangnya lebih
awal?!." tanya balik.
“Papa justru seneng tapi,”
“Tapi kenapa pa?.” potong Naura.
“Rasanya papa nyium glagat - glagat aneh ni.”
“Papa?!.”
Mendapati putrinya terpancing, pak Malik tertawa lepas. Sambil berdiri dan berjalan menuju ruang makan dia berkata,
“Kali ini papa nggak bakal lengah...apalagi
mengalah."
“Papa...ayolah jangan jadi Kim Jong Un
kedua....” Rengek Naura.
“Papa ini uda tua...papa cuma kuatir nggak
bisa ngelihat kamu menikah, tidak bisakah turuti satu – satunya keinginan papa?!."
Naura tidak menjawab dia justru berjalan menghampiri ayahnya dan memeluknya. Sebenarnya dia ingin sekali menolak bahkan siap berdebat dengan sang ayah. Tapi kali ini entah kenapa omongan ayahnya membuat hatinya sedih, tidak bisa membayangkan jika dia harus kehilangan satu – satunya orang yang dia sayangi di dunia ini.
“Tapi Papa janji nggak bakal ninggalin Nana,
kan?.” suaranya bergetar.
“Maksudnya?.”
“Papa janji ya nggak boleh ninggalin Nana kalo Nana nuruti keinginan Papa?.”
“Nak hidup dan matinya orang itu hanya yang
diatas yang tahu....”
“Iya iya. .Nana paham, Papa jangan ngomong
kayak gitu terus!.”
Pak Malik menggenggam erat tangan putrinya, hatinya bergetar tak kala mendengar ucapan putrinya yang lirih.
“Jum’at besok dia akan datang kesini...Nana
pulang dulu bentar buat nemuin dia ya.”
“Hmmm....”
------
Hari jum’at yang ditunggu pak
Malik tiba juga, hari ini dia sengaja mengosongkan kegiatannya dan fokus untuk
menyambut calon menantunya. Sementara dilain tempat, Hasan terlihat bingung dan
gugup. Bahkan Andik, Ilham dan Ilyas yang memperhatikan tingkahnya semakin dibuat penasaran.
“Mas kenapa sih?!." tanya Ilyas.
“Iya...dari tadi kayak orang bingung!.” Tambah
Andik.
“Kalo ada apa -apa bok ya cerita sama kita,
siapa tau bisa bantu!.” Ilham menimpali.
Hasan tetap dalam kebingungannya dan tidak memberikan komentar sedikitpun, dia sibuk dengan dirinya yang tak jelas.
“Mas kita berangkat dulu ya.” Pamit Ilham.
“Hmmm....” Kesadaran Hasan mulai kembali.
Hasan berjalan menuju kamar
dan mengambil kunci sepeda motor yang tergeletak dimeja, matanya melirik ke
arah jarum jam dipergelangan tangannya. Angka menunjukkan pukul 09.17 pagi, dia mempercepat langkah kakinya keluar rumah dan menghidupkan sepeda motor.
Sesaat kemudian sepeda motor
itu melaju dengan kecepatan sedang menuju kediaman pak Malik. Kediaman pak Malik
berada di Grand Tulip Residence, yang
dikenal sebagai kawasan perumahan cukup elit. Terlihat dua orang satpam diujung
gerbang.
“Selamat pagi ada yang bisa saya bantu?.” Sapa pak Satpam sekaligus bertanya.
“Pagi Pak, saya mau kerumahnya pak Malik.” ucap Hasan sambil menyerahkan kertas yang berisi alamat rumah pak Malik.
“Bisa tunjukkan KTP-nya sebentar!.” Pinta pak
Satpam.
“Ohh...iya Pak bentar.” Jawab Hasan sambil mengambil KTP dari dalam dompetnya lalu menyerahkan pada Satpam tersebut.
Pak Satpam itu segera kembali
ke dalam pos dan beberapa menit kemudian dia kembali dan menyerahkan KTP Hasan
serta menekan remote agar palang pintu terbuka.
Hasan yang baru pertama kali memasuki
kawasan perumahan elit tampak bingung, meski sudah diarahan oleh pak Satpam
tadi. Setelah beberapa menit memutari perumahan itu, akhirnya dia menemukan
kediaman pak Malik.
Rumah model klasik berwarna
putih dan berukuran besar dengan halaman yang cukup luas. Setelah memencet bel
dua kali, pagar pintu itu terbuka secara otomatis dan terlihat seorang
laki-laki yang sudah berumur berlari dari dalam rumah. Dia mengarahkan Hasan
untuk memarkir sepeda motornya dibelakang tepatnya disamping kolam renang.
“Silahkan masuk Mas.”
“Pak Malik ada?.”
“Ada Mas...bapak sudah nunggu di dalam.” Sambil menuntun Hasan masuk.
“Assalamualikum."
“Waalaikumussalam ayo sini...gimana nggak
bingung kan kesininya?.”
“Alhamdulillah ndak Pak.” Terpaksa berbohong.
“Nana masih diluar tapi bentar lagi datang...uda bapak telepon kok tadi.“
“Iya Pak.” Ucap Hasan singkat.
“Mbak Siti tolong buatkan teh ya!.” Seru pak
Malik dari ruang kelurga.
Beberapa saat kemudian bik Siti
muncul dengan membawa teh dan beberapa kue. Dia meletakkannya di meja,
“Silahkan....”
“Terimakasih....” Ucap Hasan pada bik Siti.
Setibanya di dapur kembali, bik Siti dikagetkan oleh keberadaan Naura.
“Ya Allah Non...bikin kaget!.”
“Husstt....” Naura memberi isyarat agar bik
Siti tidak bersuara.
“Bik orangnya uda datang?.”
“Iya Non...orangnya cakep manis.”
“Siapa yang nanya!.”
“Kirain nanyain itu Non...tapi beneran
orangnya cakep manis.”
“Ihhh... Bibik cakep manis gimana?.”
“Iya Non maksudnya itu cakepnya manis.”
“Bukan manisnya cakep?.” Goda Naura.
“Kayaknya Non mulai....”
“Apa sih bik...orang nggak tahu juga tampangnya kayak apa!.”
“Tenang Non... Bapak pinter milihnya.“
“Nggak yakin aku....”
“ Uda sana Non temuin...ingat Non pasang
muka yang lembut.“
“ Bibik!.." Mata Naura sedikit melotot,
Diruang keluarga pak Malik
terlihat tengah ngobrol santai dengan seorang laki-laki muda yang sudah
terlihat matang. Entah kenapa Hasan merasa sepertinya ada sosok yang tengah
mengintip kearah mereka berdua. Seketika jantungnya berdetak kencang, gugup kah
atau perasaan lainnya dia tidak bisa memastikannya. Namun yang pasti suhu
tubuhnya mulai meningkat dan memproduksi keringat secara massal, bahkan dia
merasa tangannya gemetar. Mulutnya tidak bisa mengeluarkan sepatah kata,
wajahnya tertunduk malu ketika pak Malik memanggil putrinya.
“Na bisa kesini sebentar!.”
Naura kaget mendengar ayahnya
memanggilnya, dia bingung kenapa ayahnya bisa tahu kalau dia sudah di rumah dan
bahkan tengah mengintip mereka berdua.
Tubuhnya lemas seketika dan jantungnya
seketika berpacu, meski dalam keadaan gugup Naura mencoba melangkahkan kaki sesantai mungkin menghampiri ayahnya dan Hasan.
“Ini putri saya Nak...namanya Naura."
Hasan tidak berkata sedikitpun, dia hanya tersenyum ringan pada pak Malik tapi tidak berani menoleh ke arah Naura. Sebaliknya dia justru menundukkan kembali wajahnya.
“Na papa rencananya ingin menikahkan kalian berdua minggu depan.” Ucap pak Malik mengawali pembicaraannya.
“Papa!." Protes Naura yang terlihat syok
mendengar keputusan ayahnya.
“Lho...Nana kan bilangnya Ok kemarin!."
Sanggah pak Malik.
“Papa...Nana kan bilangnya Ok buat nikah bukan Ok buat nikah minggu depan!.” Ucap Naura dengan nada kesal.
“Semakin cepat semakin baik Sayang.”
“NO!."
“Mau kemana...duduk dulu!.” Tegur pak Malik
mencoba menghentikan Naura yang hendak pergi.
“Maaf Pak...apa tidak sebaiknya berikan waktu dulu bagi kami untuk saling mengenal.“ Tiba – tiba Hasan bersuara.
“Sampai minggu depan kan masih ada waktu buat mengenal....”
“Saya rasa butuh waktu lebih lama....”
“Mau berapa lama?.”
“Pa...ini kan bukan acara kawin kawinannya anak kecil, lagian dalam minggu ini Nana sibuk harus...,”
“Hanya akad nikah...pestanya kita atur
setelahnya, papa uda minta David buat ngurusin pendaftarannya di KUA.”
“ Pa - pa!."
“Maaf Pak ngurusin pendaftaran maksudnya?.” tanya Hasan kaget.
“Iya kemarin David yang nemuin nak
Hasan.”
“Jadi kapan hari yang minta itu...maksudnya buat daftar!.” Hasan masih tidak percaya.
Pak Malik tidak menjawab, dia hanya tersenyum pada Hasan.
“Pokoknya Nana tetap nggak mau!.“
“Nana!.” Suara pak Malik terdengar sedikit
menekan.
Naura yang sangat memahami
karakter ayahnya seketika terdiam dan menundukkan kepalanya.
“Bapak tinggal dulu sebentar ya
Nak..kalian ngobrol aja dulu biar bisa
saling mengenal." Ucap pak Malik dan berlalu meninggalkan mereka berdua.
Suasana berubah hening, baik Hasan maupun Naura keduanya saling membisu. Hasan masih tetap menundukkan kepalanya, tidak memiliki keberanian untuk menoleh apalagi menatap wanita di depannya itu. Sementara Naura terdiam karena kemarahan, kepalanya tengah menyusun serangkaian negosiasi untuk mengundur pernikahannya dengan pria bisu didepannya.
Hasan mengubah posisi duduknya, mengambil nafas dalam -dalam. Dia memberanikan diri untuk memulai percakapan.
“Maaf.“ Ucap Hasan pelan.
Sembari mengangkat kepala dan
memandang wanita didepannya itu. Tak disangka wanita yang memakai dress berwarna merah maroon yang juga tengah menatapnya adalah si Kucing Betina.
“Ka-kamu!.” Suara Naura melengking.
“Kenapa dunia ini tiba-tiba jadi sempit
banget...baru kemarin udah ketemu si Wadimor lagi.” Keluh Naura.
“Apa?.” ucap Hasan.
“Lupain...tolong yakinin Papa aku buat nunda
pernikahan kita.” Pinta Naura.
“Caranya?.” tanya Hasan.
“Caranya ya kamu pikirkan sendirilah!.”
“Ya harus dipikirinnya
bareng-bareng...nikahnya kan bareng.”
“Yang ngebet nikah kan kamu!.”
“Mulai dah Kucing Betina ini.” Guman Hasan
“Ngomong apa?.”
“Nggak ada...iya nanti aku pikirin caranya
gimana.”
“Ok!.”
Naura beranjak pergi meninggalkan Hasan sendirian, sebelum menaiki anak tangga Naura menghentikan langkahnya. Dia menoleh kebelakang.
“Kabari aku ya nanti!." Ucapnya sambil memberi isyarat.
Hasan tidak menjawab, dia
hanya tersenyum sinis dan mengeluarkan handphone dari saku celananya. Naura
memperhatikan Hasan yang tengah menelfon.
“Kenapa sikapnya berubah kalem gitu.” Guman Naura.
Hasan tidak menyadari kalau Naura sedang memperhatikannya, dia berpikir Naura sudah tidak disana. Sambil menggeleng-gelengkan kepalan dia tersenyum tipis, sebelum dia berdiri dari duduknya dan beranjak pergi. Bik Siti muncul dari dapur, dia menyapa Hasan.
“Lho Mas mba Naura-nya mana?.” tanya bik Siti.
“Keatas barusan Bik.” Jawab Hasan sambil
tersenyum.
“Bapak?.”
“Bapak ada urusan sebentar katanya...tapi
kenapa belum datang ya?.”
“Tunggu bentar ya Mas.”
Bik Siti berlari kecil menaiki tangga sambil berteriak memanggil Naura.
“Mba Naura... Mba!.”
“Iya Bik.” Jawab Naura sambil melangkah keluar dari kamarnya.
“Iya Bik!.”
“Itu Non...Mas-nya Non mau balik.” Ucap bik Siti sambil menunjuk ke arah Hasan.
“Mas-nya aku!.” Protes Naura.
“Hehehe...iya Non.” Jawab bik Siti polos.
“Apa lu senyum-senyum, nggak ada yang lucu!.” Bentak Naura yang kesal melihat senyuman licik Hasan.
Mendapati Naura yang kesal
Hasan justru merasa senang, bahkan dia terang – terangan menertawakan Naura.
Naura yang merasa diledek oleh laki-laki Wadimor yang satu itu, menuruni anak
tangga dengan cepat dan bahkan menerobos bik Siti. Bik Siti tertawa geli melihatnya.
“Apa maksudnya tadi senyum kayak gitu?!.”
bentak Naura.
Hasan tidak menanggapi, dia justru tersenyum menghadapi kemarahan Nuara.
“Aku udah tahu gimana caranya ngatasin ini
Kucing Betina.” Gumannya dihati.
“Mba bisa nggak lembut dikit.” Ucap Hasan
tenang.
“Ngomong sama kamu nggak perlu lembut!." Jawab Naura ketus.
Hasan menghela nafas dalam
sementara tangannya mengelus – ngelus pelipis matanya. Dia menurunkan bahunya,
memberikan isyarat pada Naura bahwa dia tidak ingin berdebat lagi dengannya.
Hati Naura mulai melunak mendapati perubahan sikap Hasan.
“Mba maaf saya masih ada kerjaan diluar, saya pamit dulu ya...salam buat Bapak.” Ucap Hasan dengan nada dan ekspresi yang
lembut.
“kerjaan apa?.” tanya Naura merengek seolah-olah tidak mau ditinggal pergi.
“Ngajar Mba” Hasan menjelaskan.
“Ohhh....” Seru Naura.
“Lho uda mau balik Nak?.” suara pak Malik
mengagetkan mereka berdua termasuk juga bik Siti.
“Bapak...” Seru Hasan.
“Kok cepet baliknya?.” tanya pak Malik sekali
lagi.
“Maaf Pak saya masih ada kerjaan yang harus
diselesaikan.” Jawab Hasan.
“Ohh iya iya bapak paham Nak...Na antar
kedepan Mas-nya.” Perintah pak Malik.
Naura kaget mendengar ucapan
ayahnya tapi dia tidak berani membantah. Dia hanya mengangguk pelan. Sambil
berkata,
“Ayo aku antar kedepan.” Kata Naura lembut.
Suara Naura yang berubah
lembut membuat Hasan tersenyum bahkan hatinya juga ikut tersenyum. Setelah
pamit sama pak Malik, dua anak muda yang baru dipasangkan itu melangkah keluar
meninggalkan pak Malik.
“Naik apa kesininya?.” tanya Naura memulai
pembicaraan.
“Masih tetap yang kemarin itu.” Mulai memprovokasi lagi.
“Aku serius lo ya nanyanya!.”
“Maaf maaf...jangan gampang emosi eman sama wajah cantiknya itu.”
“Tenang aku ini uda cantik dari sononya!.”
Sambil menepuk bahu Hasan.
“Percaya aku....” Bisik Hasan ditelinga Naura.
Tanpa disadari tangan Naura
mencubit lengan Hasan, senyum manja terlukis diwajahnya. Mendapati sikap manis
si Kucing Betina ini, jantung Hasan nyaris meloncat keluar dari dadanya
sementara sekujur tubuhnya diserang demam seketika. Tangannya entah mulai kapan
bergerak, tiba-tiba sudah mendarat di kepala Nuara dan membelai lembut rambut
wanita itu. Pelan namun pasti Hasan mendekatkan wajahnya dan berhenti tepat
beberapa inci dari telinga Naura.
“Pamit dulu ya!.” Suaranya terdengar sangat
lembut ditelinga Naura.
Suara lembut itu ternyata memberikan stimulan di setiap syaraf tubuhnya dan mengalirkan gelombang panas yang terpusat diubun – ubun. Tak hanya itu, pipinya memerah karena efek gelombang panas itu. Mulutnya tidak bisa memproduksi kata – kata lagi, dia hanya tersenyum sementara matanya
menatap Hasan penuh damba.
Kepergian Hasan menyadarkan kembali Naura yang terbius sesaat. Emosinya kembali naik, kali ini dia mengutuk dirinya sendiri yang
terlihat bodoh dan nyaris membenamkan dirinya pada Hasan.
“Pinter juga si Wadimor itu ngerayunya...aku
nggak boleh lengah...ini harus jadi yang terakhir.” Mencoba mengingatkan dirinya
sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Sugianti
🤣🤣🤣🤣wadimorr.. kucing betina ketemu jatuh cinta pd pandangan pertama
2021-07-05
0
Azam Maulana
🤣🤣🤣🤣seru
2021-05-18
0
Bidadarinya Sajum Esbelfik
cinta pada pandangan pertama Hasan mh😂
2021-04-08
0