CAPTER 2
PERMINTAAN YANG BIKIN PENASARAN HASAN
Ditengah – tengah keseruan sekaligus
tegang nonton pertandingan MMA yang disiarkan langsung disalah satu stasiun tv swasta, handphone Hasan berdering, setengah kesal dia berlari memasuki
kamar. Wajahnya terlihat kaget ketika melihat nama yang tertera di ponsel itu.
“Assalamualaikum...pak Yai."
“Waalaikumussalam...piye kabare le?" tanya pak Yai dalam bahasa jawa.
“Alhamdulillah pak Yai."
“Le ... hari ahad besok bisa datang ke
pesantren?.”
“Inshaallah pak Yai ma...maaf pak Yai kalau boleh saya tahu ada...,”
“Ndak da acara apa – apa...cuma pak yai ada keperluan sama kamu.”
“Keperluan?!.”
“Iya...gimana Le bisa?.”
“Iya pak Yai inshaallah saya bisa.”
Selesai berbincang di telepon dengan pak Yai Hasan kembali bergabung, kali ini dia tidak seantusias seperti sebelumnya, pasalnya dia masih penasaran akan permintaan pak Yai untuk datang. Ilyas yang melihat perubahan mood senior sekaligus ustad-nya mencoba bertanya.
“Mas...kenapa?."
“Nggak apa – apa cuma penasaran aja kenapa pak Yai nelfon terus minta mas datang ke pondok."
Sebenarnya semua juniornya di pondok memangilnya dengan ustad tapi Hasan tidak mau ketiga bocah itu memanggilnya demikian.
“Jangan – jangan pak Yai mau jodohin Mas sama neng Salma.“ Celoteh Andik.
Sudah rahasia umum di pondok
kalau neng Salma yang tak lain adalah putri pak Yai mengagumi Hasan. Bahkan santri – santri menganggap mereka pasangan serasi dan mendoakan mereka berdua berjodoh. Hasan sebenarnya bukanlah pria ganteng tapi sikapnya yang dewasa, tenang, tidak boros bicara tapi murah senyum membuatnya dikagumi, disamping itu otaknya yang encer menjadi nilai plus.
Dia hanyalah pria berperawakan jangkung dengan kulit coklat khas indonesia, hidungnya lebih
menonjol dari ukuran standar orang indonesia dan kedua matanya memiliki
pandangan yang tajam, serta jenggot tipis tumbuh dibagian bawah bibirnya
semakin menambah kesan maskulin pada dirinya. Hasan menepuk bahu Andik untuk menyanggah omongannya.
“Ngayal kamu ini!."
“Kalau beneran gimana Mas?.” tanya Ilham.
“Beneran apanya...ya nggak lah!.” jawab Hasan sambil mengalihkan obrolan.
“Gimana kalau kita taruhan...kalau beneran dijodohin, Mas harus traktir kita.” Ilham masih tidak mau mengubah topik.
“Setuju.” Ilyas dan Andik langsung menjawab dengan semangat.
Hasan tidak berani menangapi ide konyol mereka bertiga, dia lebih memilih pergi meninggalkan tiga kunyuk yang masih berdiskusi.
“Beneran lho Mas?!." seru Andik masih tidak mau menyerah.
Di ruang tengah mereka bertiga
masih antusias membahas alias bergosip soal perjodohan Hasan dan neng Salma, lain halnya dengan Hasan yang tengah rebahan diatas kasurnya, justru teringat dengan Naura. Kilas balik pertemuan mereka kemarin malam tengah diputar dibenaknya..Hatinya bergetar mengingat pertengkaran konyol itu, entah perasaan apa yang
ditimbulkan sulit untuk dijelaskan, keinginan untuk bertemu kembali menggores hatinya.
---------
Sore ini setelah mengajar dia
langsung pulang ke rumah dan bersiap – siap untuk berangkat ke pondok. Mengingat perjalanan cukup jauh, Hasan memutuskan berangkat ke sana dengan kereta api. Dia harus menghemat tenaganya mengingat sebenarnya jadwal mengajarnya di kampus x cukup padat, ditambah kegiatan diluar kampus.
Kali ini dia meminta Andik untuk mengantarnya ke stasiun kereta, kebetulan Andik tidak punya jadwal kuliah di sore itu. Dengan mengendarai sepeda motor miliknya, Andik mengantar Hasan ke stasiun kereta dan menemani Hasan menunggu kereta datang.
“Kabari ya Mas kalau uda nyampek."
“Hmmm....”
“Ohh...iya salam buat pak Yai ya Mas.”
“Hmmm....” Sambil mengangguk Hasan berjalan menuju kereta dan melambaikan tangannya pada Andik.
-----
Di pesantren
Begitu tiba di pondok Hasan
langsung menuju ndalem pak Yai, beliau sudah menunggunya sedari tadi.
“Assalamualaikum.”
“Walaikumussalam...la ini wes datang, sini Le masuk.” Pak Yai menyambutnya dengan hangat.
Sambil menggenggam tangan Hasan beliau menuntunnya ke dalam dan memintanya duduk berhadapan dengan seorang tamu, tamu itu terlihat akrab dengan pak Yai.
“Paling temannya pak Yai Bapak ini." gumannya dalam hati.
“Le kenalkan ini pak Malik, beliau temannya pak Yai dulu di pondok x tapi nasib kita berbeda....” Dengan tertawa kecil pak Yai memperkenalkannya pada Hasan.
Pak Malik tersenyum dan Hasan
pun membalas senyuman pak Malik sembari mengulurkan tanganya untuk bersalaman.
“Le...pak Malik ini punya hajat sama kamu.”
“Maaf pak Yai....”
Sambil tersenyum pak Yai melanjutkan
pembicaraannya yang terpotong namun beliau sempat menoleh ke pak Malik sebelum melanjutkannya.
“Beberapa waktu lalu Beliau minta dicarikan mantu ke pak yai...la kok pak yai kepikiran ke kamu, jadinya pak yai minta kamu kesini biar bisa ketemu langsung sama beliau."
“Saya?!." Hasan bingung harus bicara apa, dia hanya duduk diam dan menundukkan kepalanya.
“Anak saya cuma satu dan saya rasa saya membutuhkan seseorang yang bisa mengarahkan dia...dia lama tinggal diluar negeri jadi sikapnya kebawa luarnya.”
“Gimana Le?.”
“Maaf pak Yai tapi saya rasa...saya kurang pantas...."
“Pantas yang gimana yang kamu maksud Le?!.”
“Semuanya pak Yai....” Menunduk.
“Semuanya...bisa dijelaskan?!." tanya pak Malik menyela.
“Saya hanya orang biasa Pak...latar belakang saya juga bukan dari kalangan...," kata Hasan tak lanjut.
“Saya tidak butuh latar belakang yang kamu maksud itu Nak...orang tuamu pasti bangga punya anak seperti kamu.”
“Maaf pak kedua orang tua saya telah
meninggal, saya tidak memiliki apa-apa yang bisa saya berikan pada Bapak terlebih pada putri Bapak.”
“Asal punya akhlak yang baik itu sudah lebih dari cukup buat saya.“ ucap pak Malik meyakinkan Hasan.
Hasan kehilangan kata – kata lagi untuk menyanggah, dia terdiam. Pak Yai kembali mengambil alih pembicaraan.
“Gimana Le?.” tanya pak Yai.
“Saya...saya manut pak Yai.” Jawab Hasan gugup.
“Umurmu sudah lebih dari cukup untuk membina rumah tangga, tinggal luruskan niatmu dalam menikah, inshaallah akan diberi kemudahan dan keharmonisan.”
“Injeh pak Yai saya manut." Seru Hasan.
Mendengar jawaban Hasan senyum lebar menghiasi wajah pak Malik, dia pun mulai bercerita tentang keluarnganya dan kesibukanya setiap hari termasuk mengenai putri semata wayangnya.
Setelah shalat magrib berjamaah, Hasan menemui pak Yai yang tengah berbincang berdua dengan pak Malik.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam wa rohmah...masuk Le.”
“Pak Yai maaf...saya ijin pamit....”
“Lho kok kesusu ... ndak nginep ... pulangnya besok saja!.”
“Mohon maaf pak Yai sebenarnya jadwal saya penuh jadi nggak bisa lama -lama."
“Gitu ya...saya pikir baliknya besok.“
“Naik apa baliknya Nak?.” tanya pak Malik ingin lebih akrab.
“Saya naik kereta."
“Pulangnya sama bapak saja ya..tapi nanti habis sholat isya."
“Terimakasih Pak saya...,”
“Wes baliknya sama Beliau Le..sekalian biar tambah akrab.” Usul pak Yai.
Kalau sudah pak Yai yang bicara tentu Hasan tidak berani menolak. Dia menerima tawaran pak Malik meski sebenarnya canggung buatnya untuk bersama, ditambah lagi sepertinya pak Malik memiliki latar belakang yang berbeda dengannya. Sepintas dari penampilannya menunjukkan kalau beliau orang berada.
Pak Malik dengan penuh kegembiraan menelfon asisten sekaligus supir, dia seorang pria paruh baya yang memiliki tampang lumayan cakep, namanya David dan dia sangat cekatan.
“Hallo...Assalamualaikum Vid tolong pesankan tiket ya buat bapak dan nak Hasan.”
“Waalaikumussalam iya Pak.”
“Ambil penerbangan terakhir aja ya.”
“Iya pak habis ini langsung saya pesankan.”
------
Setelah menunaikan sholat
isya’ berjemaah, pak Malik dan Hasan
pamit dari pondok. Meski merasa canggung Hasan melangkahkan kakinya memasuki mobil yang sudah dipesankan oleh David sebelumnya.
Setelah dirasa tidak ada yang ketinggalan, pak Supir menjalankan mobilnya menembus jalanan yang lumayan lengang. Maklumlah pesantren tempat Hasan pernah menimba ilmu berada di kota kecil, lalu lintas kendaraan tidak sepadat di kota – kota besar, tapi jarak antara pesantren dan bandahara lumayan jauh, membutuhkan kurang lebih empat jam dengan roda empat.
setibanya di Bandahara, David
langsung bergegas check in sebelum jadwal keberangkatan. Sementara itu, Hasan terlihat duduk berdampingan dengan pak Malik, mereka berdua terlibat obrolan yang hangat meski Hasan masih terlihat canggung dan malu – malu. Dia tidak berani mengajukan pertanyaan atau memulai pembicaraan, dia hanya memilih
merespon dan menjawab semua pertanyaan yang diberikan pak Malik kepadanya.
Pak Malik yang melihat kecanggungan Hasan, sesekali menepuk pundak ataupun menggenggam tangannya.
Cerita pak Malik tentang keluarga terutama anak perempuan semata wayangnya membuat Hasan penasaran namun dia tidak berani bertanya tentang calon istrinya lebih detail. Obrolan mereka terhenti dengan kedatangan David, mereka berdua pun segera bergegas dari kursi tunggu menuju ruang keberangkatan.
“Nak boleh bapak minta nomor teleponnya?" pinta pak Malik setibanya di bandara.
Hasan pun segera memberikan
nomor teleponnya dan pamit. Awalnya pak Malik berniat mengajaknya untuk pulang bersama namun kali ini Hasan menolak ajakan pak Malik.
“Terimakasih Pak tapi saya sudah ada yang jemput."
“Kenapa minta dijemput kan bisa bareng sama bapak."
Hasan tidak berani menjawab, dia hanya tersenyum sambil menundukkan kepalanya.
“Mas!.” Teriak Ilham sambil berlari kearah Hasan.
“Alhamdulillah." Batin Hasan.
Ilham mengabaikan keberadaan pak Malik yang berdiri disamping Hasan, dia berdiri didepan Hasan dan segera menarik tangannya.
“Pak maaf saya...,”
“Ohh iya iya hati – hati ya Nak.” ucap
pak Maik memotong omongan Hasan.
Ilham yang terkaget, seketika
membungkukkan badannya, sambil tersenyum dia pun mengulurkan tangan untuk bersalaman.
“Maaf Pak."
“Nggak apa-apa hati – hati ya...jangan ngebut dijalan.”
Hasan dan Ilham melangkah pergi meninggalkan pak Malik, Ilham yang penasaran memberanikan diri untuk bertanya.
“Mas Bapak itu siapa?."
“Yang mana?.”
“Ealahh...Mas malah balik nanya!.”
Hasan tidak menjawab, dia justru tertawa kecil sambil terus berjalan.
“Mas....jangan bikin penasaran napa!."
Tetap tidak menjawab, sambil
terkekeh Hasan terus berjalan. Ilham yang tidak kehabisan akal terus mencoba memprovokasi Hasan.
“Hmmm..calon mertuanya ya Mas?.” ucapnya cepat
Mendengar ucapan Ilham, spontan Hasan menghentikan langkahnya. Melihat ekspresi Hasan yang seketika kikuk dan panik, Ilham dengan yakin merasa mendapat jawaban. Sambil nyengir dia berjalan mendekatinya.
“Ayo Mas...buruan biar cepat nyampek rumah.” Ucapnya ditelinga Hasan.
Hasan yang masih kikuk sontak
tersadar, tangannya dengan cekatan memukul bokong Ilham dengan tas ransel yang sedari tadi menggantung di bahunya.
“Tinggal jawab iya ja kok susah Mas....” seru Ilham
“Uda ahh...ayo buruan."
--------
Di rumah Hasan
“Dik, Ilyas tau nggak barusan aku ketemu siapa!." seru Ilham dengan semangat.
“Ya mana aku tahu!.” Jawab Ilyas.
“Emang ketemu sama siapa?.” tanya Andik.
“Jangan ngegosip!.” Hasan mencoba
menghentikan Ilham.
“Calon...calon!.” Seru Ilham mengabaikan omongan Hasan.
“Apa sih maksudnya?.” Andik penasaran.
“Inget nggak taruhan kita yang kamarin lusa itu.” Ilham mengingatkan temannya.
“Wiiuuhhh...beneran?!.” mulut Ilyas ternganga.
“Tutupin mulutnya entar kemasukan lalat!" ucap Hasan.
“Nggak usah didengerin omongannya dia!" lanjut Hasan.
Ilham tidak menjawab pertanyaan Ilyas, namun dia memberi isyarat pada temannya itu dengan kedipan mata. Mereka berdua yang paham maksud dari isyarat itu spontan berlari mendekati Ilham.
“Kayak gimana orangnya Ham?" tanya Andik.
“Cantikan mana sama neng Salma?" tanya Ilyas tidak mau gantian.
“Iya ya...kenapa bukan sama neng Salma?!” ucap Ilham.
“Hehh..kayak siapa?” tanya Andik kembali.
“Bukan itu, tapi calon mertua....” ucap Ilham cepat.
“Calon mertua?!" seru Andik.
“Huhhh...langsung tancap gas...aroma janur uda mulai kecium nih!" goda Ilyas.
“Ya harus siap siap!” Ilham menimpali.
“Mas udah!" seru Andik tidak melanjutkan.
Melihat tingkah orang tiga itu, Hasan tertawa kecil sambil berjalan menuju kamarnya.
“Udah lanjut besok lagi" jawab Hasan dari dalam kamar sambil senyum – senyum sendiri.
-------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Azam Maulana
kalau di pondok memang panggilnya pak yai, tapi seru bikin ketawa lanjutttt thor
2021-05-18
0
yanah
sambil nunggu mbak rahma libur nulis, sy ulang baca dr awal
2021-05-01
0
Bidadarinya Sajum Esbelfik
disini pak yai meminta Hasan mnerima lamaran pak malik.. disana sungguh sedddiiiiihh 😔😔😔
2021-04-08
0