Seorang pria dengan perawakan tinggi, wajah bak dewa yunani berpakaian casual dengan tambahan kacamata hitam terlihat berkarisma. Semua pandangan mengarah padanya, bayangkan saat ia turun dari pesawat saja dia sudah di perhatikan para wanita yang mengagumi dirinya.
Bimantara Reza Winajaya.
Memang wanita itu sukanya dengan pria tampan dengan body hot. Bima hanya menggeleng tidak memperdulikan tatapan mereka. Yang ada mereka kepedean ditatap balik Bima.
Banyak wanita yang terang-terangan menggodanya, dan tidak hanya itu saja banyak lamaran pernikahan dan perjodohan untuknya dari kalangan teman bisnis Reza yang selalu membuat Bima geram. Mereka pikir pernikahan itu nego atau saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Untung Reza tidak pernah memaksa Bima menerimanya. Dan mempercayakan Bima untuk mencari pasangan sendiri.
Bima mendorong troli nya, kemudian Bima menemukan sosok wanita yang amat dia rindukan meski umurnya sudah kepala empat lebih, tapi wanita itu masih terlihat cantik dari wanita manapun.
Ada kala dia kecewa kenapa dirinya tidak lahir di rahim wanita itu? Tapi Bima bersyukur kalau wanita itu selalu ada dan menyayangi dirinya dengan tulus. Luna adalah sosok ibu paling terbaik di muka bumi. Meski dia tidak tahu sosok ibu kandungnya sendiri. Tapi Bima sangat berterima kasih pada Lisa-Ibunya sudah melahirkannya ke dunia. Dan menaruhkan nyawanya untuk Bima lahir hingga dia tumbuh sampai sekarang. Sosoknya tak akan Bima lupakan.
Dia sudah tau di usianya belasan tahun. Tadinya Bima marah dan kecewa tapi dia sangat menyayangi Luna yang sudah membesarkan hingga Bima dewasa. Wanita yang amat ia hormati, sayangi, dan cintai.
Luna-Mommynya tetap ibunya akan tetap seperti itu.
Bima menghampir Luna dan Reza yang menjemputnya, kedua orangtuanya adalah sosok teladan untuknya saat ini.
"Biboy..." suara Luna-Mommynya terdengar nyaring menjangkau orang di tempat mereka berada. Menjadi pusat perhatian. Luna memang tidak pernah absen memanggil Bima dengan sebutan Biboy.
Orang di sekitar mendengar panggilan Mommynya membuat Bima merasa sedikit malu dan menunduk.
Bima menggeleng. "Mommy please don't call me Biboy, aku pria dewasa, udah nggak cocok. Aneh." bantahnya. Kemudian memeluk Luna dan Reza secara bergantian. "I miss you..."
"I miss you too, Biboy. Kamu itu masih bocah kecilnya Mommy. Lagian aneh kenapa? Bagus kok. Masih cocok." sanggah Luna mencubit pipi Bima gemas akan tingkah anaknya yang malu. Mencium pipi Bima bertubi-tubi khalayak anak kecil.
Bima pasrah dengan perlakuan Luna.
Reza menempuk pundak putranya agak keras namun tidak membuat Bima mengaduh. Reflek Bima terhentak kaget. Reza yang tiba-tiba. "Denger itu bocah, jangan sok dewasa." Reza mengejek.
"Nggak apa-apa aku memang bocah kecil, masih muda. Memang Daddy sudah tua." Bima tidak mau kalah dari Reza.
"Tua begini masih bisa bikin Mommy kamu bunting."
Luna memukul bahu Reza asal.
"OH NO! Aku gak mau punya adik lagi cukup tiga saja, gak usah nambah. Apa kata teman Bima di usia segini punya Debay lagi."
Bima melipat tangannya di depan dada. Kesal. Daddy dan Mommy selalu saja ingin menambah momongan padahal usia sudah tidak mungkin meski secara fisik mereka berdua masih tetep kece badai.
"Padahal Daddy masih pengen punya anak kembar loh ganda campuran." yap sampai detik ini Reza masih saja memikirkan planningnya untuk menambah momongan.
Reza memelas menatap Luna. Tapi Luna membalas tatapan tajam penuh arti seakan berkata 'Jangan macam-macam' seperti ancaman.
"Bikin planning mulu sih. Makanya nggak jadi-jadi." tuduh Bima.
"Belum rezekinya kali... " Kali ini Luna yang menjawab.
Bapak dan Anak sama saja, tidak mau mengalah. Egois. Kalau sudah berantem beginilah begitulah tidak pernah pada tempatnya. Di bandara pun jadi.
"Udah tua jangan banyak tingkah. Inget umur. Bentar lagi mau punya cucu." ujar Luna.
Cucu maksud mommy?
"Kamu benar sayang. Kalau planning nggak kesampean anak kita aja yang wujudkan. Seperti halnya aku dulu di minta ayah Gege." Reza mengingat ucapan mertuannya yang meminta cucu kembar, Alhamdulilah terwujud, Nabila dan Nadila lahir.
"Cucu dari siapa?" tanya Bima bingung. Luna dan Reza saling bertukar pandang.
"Dari kamulah... " kata Luna dan Reza bersamaan.
"Aku? Yang benar aja." Bima di buat pusing kedua orangtuanya.
Bima menujuk jari telunjuknya ke arah badannya sendiri dan masih belum percaya dengan perkataan dari kedua orang tuanya dia baru saja selesai kuliah. Malah Bima di todong minta cucu. Nikah saja belum.
Lebih tepatnya, pasangan belum punya. Karena masih ada sosok wanita itu yang dulu masih melekat di hati sampai sekarang. Entah kenapa rasa rindunya semakin mendalam bila ingat tentang wanita itu.
Dimana dia sekarang?
Apa dia baik-baik saja?
Apa dia sudah melupakannya?
Apa dia sudah mempunyai kekasih?
Bodoh memang dia harus terjerat dengan wanita itu.
Clara Mariana Argata
Mereka berpisah sejak SMP, pas lagi sayang-sayangnya. Clara dan keluarga pindah ke Malang tempat neneknya berada. Setelah itu tidak ada kabar apapun darinya atau dalam bentuk message apapun itu.
Yang Bima tahu, dua tahun setelah pindah Om Arga meninggal dunia karena kecelakaan pesawat yang di bawanya. Bima juga turut berduka cita. Semenjak itu pula tidak ada kabar dari keluarga mereka.
"Iyalah siapa lagi coba. Nadila dan Nabila baru masuk kuliah. Dan Kai apalagi." ucap Luna. Ia bukannya ingin cepat-cepat punya cucu. Dia hanya ingin Bima bahagia dengan seseorang. Mungkin efek di masalalunya. Luna tidak menyalahkan Bima ataupun Clara. Dia hanya ingin Bima bisa menjalani hubungan dengan wanita yang bisa membuat anaknya nyaman.
Kebahagian Bima paling utama.
"Baru aja pulang udah di todong cucu." keluh Bima tidak habis pikir. Bima memandang kedua orangtuanya yang tersenyum geli. "Terus kita mau berdiri aja gitu di sini..." tambah Bima, Luna maupun Reza baru sadar kalau dan mereka masih di depan pintu keluar, mengobrol agak lama. Harusnya mereka sudah sampai di rumahnya dan makan, tapi malah asyik mengobrol tentang anak cucu segala.
Karena saking rindu dengan Bima, mereka melupakan Pak Kumis yang sudah menunggu mereka. Setelah Pak Yanto pensiun, sosok si Pak Kumis yang menggantikan beliau.
"Mommy sampai lupa. Ya sudah, ayo kita pulang. Adik-adik kamu sedang menunggu. Mereka pasti kangen banget sama kamu."
Mereka memasuki mobil duduk di kursi penumpang bertiga meski berdempetan. Sedangkan Pak Kumis membawa koper milik Bima dan memasukannya ke dalam bagasi mobil.
"Pastilah Bima memang ngangenin. Siapa coba yang gak kangen sama aku" kata Bima. Luna mengangguk setuju.
"Ada yang gak kangen sama kamu Tuh!" ujar Reza.
"Siapa?" Bima dan Luna bersamaan.
"Mang Oding tukang soto komplek sebelah. Dia gak kangen sama kamu."
"GARING." Bima dan Luna kembali menjawab kompak.
"Pake air biar basah."
"GAZEBO."
Bima dan Luna membuang muka. Reza yang awalnya tertawa kembali diam. Dalam mobil Bima tidak henti berbincang-bincang riang dengan Luna hingga Reza terabaikan.
Reza merajuk menyandarkan kepala di bahu Luna. Luna duduk di tengah dan kedua pria itu di sisi lainnya.
"Kalau sudah ketemu anak kesayanganmu, Daddy di lupakan gitu aja." Iri Reza.
Bima tersenyum geli. "Masih aja cemburu sama anak sendiri." kata Luna mengelus pelipis Reza.
"Iya nih, Daddy tuh udah..." belum sempat bicara Reza sudah menimpal ucapan Bima.
"Udah TUA kan maksud kamu...?" runtuknya semakin kesal.
Kata T. U. A memang sensitif untuk Reza. Maklum meski sudah berumur 50-an tapi sikapnya masih seperti anak 17 tahunan.
Labil.
Daddy nggak sadar kalau udah tua, malah pengen di anggap muda. Bima membatin.
Bima tertawa. "Sotoy..." memang bener sih.
"Terus apalagi? Cuma kata matra itu aja yang ada di otak kamu Bimantara.. " balas Reza kesal.
Tua begini masih ganteng. GGS (Ganteng-Ganteng Sexy) bukan Ganteng-Ganteng Serigala. Gerutu Reza dalam hatinya geli sendiri.
Benar kata anaknya udah tua, nggak tau diri.
"Hahaha gitu aja ngambek...cuma kata itu aja yang pas buat Daddy... "
"Serahlah..." Reza menenggelamkan wajahnya di leher Luna. Bermanja-manjaan meski tidak ingat umur.
Bima menggeleng akan tingkah konyol Daddynya.
Di usia kedua orangtuanya yang sudah tidak muda lagi tapi mereka bisa menjaga keharmonisan keluarga. Ada saja pertengkaran mereka. Tapi itu wajar. Kedua orang tuanya menjadi contoh untuk dia kelak saat dia sudah berkeluarga nanti.
"Kalian berdua bisa gak usah berantem. Baru juga kita bertemu masa udah bikin bad mood sih. Pusing kepala barbie, kalian nggak kasihan sama Mommy?" ucapnya berhenti sejenak saat kedua pria itu hanya mengangguk tersenyum.
"Lanjutin, berantemnya di rumah aja ya?"
"Yes, Mommy." Bima dan Reza bersamaan. Hanya Luna yang bisa menundukkan bapak dan anak itu.
"Good..."
***
"Welcome to home, My Brother... "
eriak seorang gadis cantik saat Bima dan kedua orang tuanya turun dari mobil. Sosok cantik itu Nadila, Bima kenal sekali akan adiknya yang satu ini. Dia rindu akan Nadila yang riang dan ceria yang selalu membuat Bima naik darah. Dan di sampingnya ada Nabila sosok yang kalem, dan memiliki senyum yang hangat. Keduanya berbeda tapi sama.
"Hai, my sisters…" Bima menyapa keduanya dan memeluk rindu adik kembarnya. Sudah lama dan melihat perubahan signifikan antara kedua gadis kesayangan yang sudah beranjak dewasa.
"Apa kabar, kalian berdua. Udah gede aja. Tinggi lagi."
"Alhamdulillah baik… " keduanya kompak. "Iya, kita itu tumbuh ke atas bukan ke samping…" tambah adila cecengiran.
"Korban iklan…"
Bima memeluk kedua adiknya. kemudian mencari sosok satu lagi, tak lain adalah Kaivano si bungsu manja dan banyak tingkah.
"Pasti nyariin Kai, kan?" kata Nabila, dia sekilas melihat kakaknya.
Bima mengerut alisnya. "Kok tahu, sih?"
"Taulah, kangen di jailin Kai, ya?" balas Nabila tertawa pelan.
"Sok tahu, Kak Bi cuma siaga aja menghidari ancaman kejailan Kai. Tau sendiri tingkah Kai macam apaan."
Nabila dan Nadila membenarkan keluhan Kakaknya atas Kaivano. Bukan takut, tapi kejahilannya sering tidak terduga.
"Jangan di cari kak, Kai pasti lagi main sama pacarnya." timpal Nabila mengaitkan tangannya di lengan Bima sambil memasuki rumah besar yang sudah lama Bima tinggalkan. Kedua orangtuanya dan Nadila mengikuti dari belakang.
Rumah ini masih sama tidak ada yang berubah sama sekali.
Bima melihat ke sekeliling ruangan.
"Dia sudah punya pacar?" tanya Bima penasaran akan pergaulan adiknya. Apalagi si bungsu. Sekarang sudah menginjak remaja. Kaivano tumbuh menjadi pria yang tampan seperti dirinya dan Daddy.
"Sudah, pacarnya banyak." Nadila terlalu dramatisir akan ungkapannya.
"Masa?"
Si Kai macam playboy aja sampai banyak ceweknya, aku aja kalah sama anak tengil itu.
"Kakak nggak tau sih, jarang pulang, kayak bang toyib. Betah banget di Jerman sampai nggak tau apa-apa di sini." ujar Nadila.
Bima memang jarang pulang ke Indonesia, bukan Bima tidak rindu atau apapun itu. Karena memang dia ingin fokus dengan kuliahnya sana. Tepatnya itu ingin cepat lulus dan kembali cepat pada keluarga yang di rindukan dan selama di Jerman pula Bima tinggal di rumah sang Opah-Omahnya.
Dan melakukan acara magang juga di perusahan milik Opahnya yang sekarang sudah di pimpin Uncle Barrack adik tiri Mommy-nya. Dan Aunty Dee menjadi Direktur pula di sana.
Hingga dia punya banyak pengalaman, pulang dengan segala pengalamannya di sana dan siap menggantikan Reza-Daddynya di SJC milik kakeknya Galang.
"Maafkan Kakak deh, sibuk kuliah dan magang pula di sana. Gak bisa melihat perkembangan kalian di sini."
"Ok di maafkan, karena kakak sudah pulang."
"Bagaimana kuliah kalian berdua?" tanya Bima sekarang mereka duduk di ruang tamu. Sedangkan orangtuanya pergi ke kamar. Belum sempat menjawab pertanyaan Bima, seseorang datang.
"Ini minumnya Den.. Non… " Bi Yustina meletakkan tiga gelas jus jeruk untuk mereka.
"Makasih Bi Yus… "
"Iya, kalau begitu permisi." Mereka mengangguk dan tersenyum.
Bi Yustina adalah anak pertama Bi Surti yang menjadi ART-baru menggantikan ibunya yang pensiun. Bima meminum jus jeruk hingga tandas. Nabila dan Nadila tersenyum melihat Bima. Kemudian meletakkan gelas bekasnya di atas meja.
Bima memang sedikit lelah dan capek akan tubuhnya tapi Bima tetap berusaha mendengar cerita si kembar yang begitu antusias bertemu dengannya.
"Jadi gimana kuliah kalian?" Bima mengulang kembali pertanyaannya karena ada iklan lewat.
"Alhamdulillah lancar aja kak, masih MABA juga sih kita, belum ada kendala apapun." jawab Nabila. Ia mengambil sastra inggris. Nabila juga sangat senang menulis. Karya ceritanya sudah ada yang di publish app novel yang memang untuk penulis amatir.
Mereka kuliah di tempat berbeda. Meskipun keduanya masih kuliah di daerah Jakarta juga.
"Kamu harus fokus sama apa yang kamu pilih, itu akan menentukan masa depan kamu." itu nasehatnya pada Nabila.
"Iya, Abil bakal inget ucapan Kak Bima."
Kemudian melirik ke arah Nadila terlihat gusar. "Terus kamu sendiri bagaimana?" tanyanya pada Nadila.
"Lumayanlah, tapi gitu..."
"Gitu gimana?"
"Aku nggak suka sama satu dosennya...muka tembok. Es balok, muka kulkas, blaa.. blaa.." cerita Nadila menujuk ketidak sukaannya pada Dosen mata kuliahmya. Dosen memang banyak jenisnya. Tergantung pembawaanya.
Lalu muka tembok? Es balok? Muka kulkas? Apa coba hubungannya dengan Dosennya? Hanya Nadila yang memang selalu banyak mengeluh pada Bima. Anak zaman sekarang aneh-aneh. Segala sesuatunya selalu di buat sesuai ucapan mereka. Padahal belum tentu kebenarannya.
"Kamu ambil Bisnis kan? Terus kenapa kamu nggak suka sama dosennya?"
"Dosennya galak, terus dingin kaya batu es. Aku sering banget di marahin sama dia." Bima tersenyum dengan cerita Nadila.
"Kamu kali yang salah dan buat Dosen itu kamu jengkel. Dosen nggak akan marah kalau mahasiswanya itu bikin ulah sama dia." kata Bima, dan di angguki Nabila setuju dengan kakaknya. Nadila hanya diam sesaat.
"Ya, memang sih...aku sering telat, sering ngobrol pas pelajaran dia." jujurnya.
"Denger Dila. Mau kamu di marahin sama Dosen atau di caci maki sama Dosen. Dan kamu tau tidak kalau Dosen itu selalu benar, Dia adalah sosok penting dalam mata perkuliahan kamu. Jangan banyak tingkah, jadilah gadis yang baik."
"Siap bosque... " Nadila mengalah nggak akan menang dengan kakaknya.
Iyahin aja biar cepat.
"Kalau begitu kakak mau istirahat dulu capek seharian penuh di dalam pesawat bikin jetleg."
"Ya sudah selamat istirahat kakakku... "
Bima bangikt meninggalkan keduannya masih di ruang tamu. Dia memasuki kamar yang sudah lama tidak dia tempati. Rindu akan tempat tidurnya.
Dia merentangkan tangannya di kasur empuk. Bima memejamkan sejenak matanya. Badannya begitu lelah tapi pikiran dan otaknya hanya memikirkan sosok wanita itu.
Gila.
Dia masih saja memikirkannya. Belum tentu dia memikirkan dirinya juga. Kadang cinta memang bisa membuat orang gila, dan itu terbukti pada Bima.
Teman kecilnya telah merampas hatinya begitu dalam.
Bima harus terjebak dengan satu wanita, padahal di luar sana ada begitu banyak wanita lebih baik dan cantik dari Clara.
Meski dia sempat berhubungan dengan beberapa wanita. Sampai sekarang pun belum ada wanita lain yang bisa meluluhkan hatinya.
Hanya wanita itu yang bisa mengobati hatinya.
Hanya dia.
Dia.
***
Tok Tok Tok
Suara pintu terdengar, membuat Bima terbangun dari tidurnya yang entah sudah berapa jam dia tertidur. Ia bangun terduduk di kasur.
"Biboy sayang ayo makan... " teriak Luna, sambil berkali-kali mengetuk pintu tidak ada jawaban.
Pintu di kunci Bima dari dalam. Tumben. Akhirnya Bima memberikan sahutan membuat Luna lega, Bima tidak apa-apa. Tadinya sih Luna akan memanggil suaminya karena khawatir Bima tidak jua keluar sejak tadi hingga malam menjelang.
"Yes, Mommy nanti Bima ke bawah kok." sahut Bima memgambil ponselnya dan ternyata sudah jam tujuh malam selama itu dia tidur.
Melihat keluar jendela hari memang sudah malam.
"Nggak pake lama, kita tunggu di bawah, sayang."
"Iya... "
Bima pun beringsut dari kasur menuju kamar mandinya untuk membersihkan badannya yang lengket. Setelah setengah jam berlalu Bima pun bergegas menuju ruang makan. Ia memakai kaos hitam dengan celana pendek selutut berwarna khaki.
Sampai di ruang makan sudah kumpul orangtuanya, si kembar dan juga si bungsu. Duduk manis mengobrol dan belum sama sekali menyentuh makanan di meja makan.
"Hey, guys sorry tadi ketiduran..."
Bima duduk di samping dekat Reza berhadapan dengan Luna. Di sisinya ada si kembar di sisi Luna ada Kaivano.
Momen seperti ini yang sangat dia rindukan. Makan bersama.
"Padahal aku sama Daddy mau dobrak pintu kamar Kak Bi loh kalau nggak keluar juga." Segitu lamanya dia tertidur. Sampai keluarganya berpikir aneh. "Aku kira Kak Bi pingsan nggak keluar-keluar dari kamar." seru si bungsu.
Mereka tertawa mendengar ucapan Kaivano.
"Kecapean Dek." balas Bima. "Kamu kemana saja, sudah tahu kakak pulang. Kamu malah keluyuran." tambahnya. Lalu Luna menyiukan nasi untuk keluarganya di bantu kedua putrinya dan memasuki lauknya.
Para pria itu hanya bisa menerima dan siap menyantap. Pria memang harus di layani dengan baik. Dan mereka menyapa makan malam dengan bincang-bincang ria.
"Kak Bi kayak nggak pernah muda saja." jawabnya santai dan tenang. Kaivano memang sangat mudah bergaul.
"Memangnya kakak sudah tua, sampai nggak pernah muda."
"Memang kakak kelihatan udah tua… jangan ngaku muda kalau masih jomblo.." Bima mengerut alisnya tidak suka.
Ini kah KARMA?
Apa karena Bima sering mengejek Daddy-nya dengan ucapan tua. Malah dirinya kena ejekan Kaivano, adik bungsunya. Memang karma berlaku untuk siapa aja.
Sialan!
Reza hanya tersenyum geli akhirnya ada juga yang bisa membalas dirinya.
Terima kasih bungsu.
"Kakak belum tua. Umur segini bukan nyari pacar, tapi calon istri.. Masih muda begini. Ganteng lagi." pedenya.
Calon istri?
Rasanya Bima ingin tertawa. Bagaimana bisa dia akan punya calon, pacar saja tidak punya bukannya Bima tidak mau membuka hati. Tapi memang hatinya sudah terisi seseorang. Bima ingat pernah berpacaran dengan teman sekelasnya dulu saat masih SMA, kalau tidak salah namanya April dia pacar Bima yang paling lama menjalin hubungan hampir dua bulan, paling pendek hanya satu minggu. Bima memang bukan pria super romantis atau perhatian. Ia terlalu cuek. Wanita itu ingin di mengerti. Bukan di abaikan macam kertas kalau salah langsung di sobek lalu di buang.
Bima sadar.
Akan sikapnya pada para mantan-mantannya dulu.
"Tapi sampai sekarang calonnya masih belum keliatan macam hilal."
"Gampang dek, kakak tinggal tunjuk kalau nggak tinggal kedip mata, cewek-cewek pada nyamperin loh. Gak ada yang bakalan menolak." Jelasnya sedikit percaya diri membuat Kaivano kesal. Bima memang sangat tampan, tapi Kaivano tidak kalah tampan.
"Sombong bener punya kakak." Balas Kaivano sambil menyantap makanan nya.
"Sirik aja."
Reza menatap Bima. "Memangnya kamu masih jomblo, Bi? Kalah kamu sama Kai. Kai aja sudah kenalin Daddy cewek-ceweknya kalau main kesini. Kamu kapan bawa calon mantu ke sini?" Luna mendelik ke arah Reza tidak suka pertanyaan sensitif untuk Bima yang tertutup perihal wanita.
Mereka diam menatap Bima. Penasaran akan jawaban Bima. Ia memang tidak pernah mengenalkan pacarnya pada orangtuanya. Ya memang tidak begitu penting wanita yang dia pacarin dulu.
"Tenang aja Bima pasti akan bawa calon mantu ke rumah ini. Coming soon… " Bima asal menjawab tidak tahu harus bagaimana kalau membicarakan tentang wanita.
"Amin… " mereka sekeluarga mengaminkan. Hal paling Bima rindukan adalah bisa berbincang dengan keluarga. Sarapan atau makan malam bersama.
Selesai makan mereka lebih memilih menonton acara TV. Tapi tiba-tiba Reza mengajaknya ke ruang kerjanya. Bima tahu pasti akan membicarakan tentang sesuatu yang penting untuk besok. Karena besok adalah hari paling penting untuk Bima. Yaitu menggantikan posisi Reza sebagai CEO SJC yang baru.
"Kamu harus percaya diri buktikan kalau kamu layak menggantikan posisi Daddy."
"Yes, Daddy."
***
Sudah baca? Bagaimana menurut kalian? Masih belum inti cerita sih masih belum greget, tapi semoga kalian suka.
Kalau nggak suka kalian bisa bayangin Bima siapa aja.
Kalau sudah baca jangan lupa klik jempolnya ya (👍)
Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Dini Atikawati
nggak pernah bosen ama ceritanya thorr 😉
2020-10-31
0
Nuraidabilla
Biboy.kangen...wktu di apartemen...Lunna Anastasya geraldi.
2020-09-21
2
seyera
visualnya ka
2020-07-12
1