The Thunder'S Love
Sore hari udara terasa segar, angin semilir menerpa rambut panjang gadis keturunan Indo-Arab. Gadis ini berparas cantik. Matanya bulat berwarna hijau, seperti kelereng, dan memantulkan cahaya berkilauan.
Ayesha selalu riang dan ceria menyambut datang nya hari. Dia berlari, mengalun kan lagu dengan riang ketika menyusuri ladang padi yang terhampar luas di depan nya.
Tiba-tiba terdengar suara dentuman, disertai cahaya kilat, yang terletak lima puluh kilo meter dari tempat nya berdiri. Ia berjalan ke arah sumber suara dengan penasaran. Ketika sampai ditempat lokasi, ia melihat tidak ada apapun di sana, selain liontin kristal hijau berbentuk petir.
Kristal itu berpendar memancarkan cahaya hijau terang dan berkedip indah. Ia mengambil nya dengan lembut. Kristal petir itu mengeluarkan asap, namun terasa sedingin es ketika disentuh. Terlihat titik-titik udara yang berkilauan seperti emas dalam kristal itu dan membentuk inisial huruf D.
Sesegera dia memasukkan nya dalam saku rok sebelah kanan. Seketika awan gelap disertai gemuruh diiringi hujan lebat. Ayesha berlari menuju rumah dengan kondisi basah dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Dia mengeluarkan liontin petir dari saku kanannya dan menaruhnya di meja samping kamar tidur, lalu berganti baju. Ia menarik kursi dan duduk, mengamati liontin itu sambil bertanya-tanya sebenarnya benda apa itu. Lama sekali dia memandangnya, sambil mengingat kembali adakah barang-barang yang sisinya berbentuk petir.
Kemudian dia baru tersadar, bahwa dua hari yang lalu, Kakek Jhon memberinya kotak musik yang belum dibukanya.
Kotak musik lama berwarna marun, barang kesayangan Nenek dahulu. Ada gadis penari balet di tengah kotak, yang berhiaskan tujuh manik-manik berbentuk petir, namun tampak hilang satu maniknya.
Dia melihat bagian yang hilang itu kemudian melihat liontin di meja, ternyata ukuran nya sama, dua senti. Lalu dia menaruh liontin petir itu ke tempat manik yang hilang tersebut, dan pas. Dia menarik tuas dan memutar nya. Gadis balerina pada kotak musik menari, namun suara musiknya tidak mengalun.
Petir bergemuruh, angin bertiup kencang. Ayesha berjalan menuju ke jendela, melihat pemandangan air yang jatuh ke tanah dengan derasnya. Karena airnya masuk ke jendela, ia menutup rapat jendela nya.
Dia duduk di sisi ranjang, melihat balerina masih berputar menari. kemudian dia merebahkan badan di atas kasur yang empuk, sambil memikirkan esok hari, Ibu akan menjemput nya pulang ke kota kediri. Beberapa saat kemudian Ayesha tertidur, karena cuaca nya dingin.
Ada seorang lelaki tinggi kekar, berkulit putih, dengan tinggi sekitar dua meter kurang, berbaju warna coklat kombinasi hitam dan putih di ujung lengan nya. Dia mempunyai tatapan mata bagai elang. Lelaki itu memakai baju zirah dan membawa busur panah. Terlihat darah segar mengalir dari bahunya.
Pria itu berlari ke arah Ayesha, ada seekor naga raksasa yang mengejar nya. Ia tersandung batu didekat kakinya, saat berlari, yang membuat nya terjatuh tepat disebelah kanan Ayesha.
"tolong aku, aku terluka." kata lelaki itu pada Ayesha.
Ayesha memegang tangannya, dan berjalan memapahnya. Sang naga terbang di atas mereka, membuka kaki dan hendak mencengkeram mereka. ujung kuku naga menggores lengan kiri Ayesha, dan membuat nya berdarah.
Mereka tidak bisa berlari cepat, hampir saja sang naga menyemburkan api dari mulutnya, namun lelaki itu memanah tepat di mulut naga, hingga dia kesakitan dan terbang tinggi berbalik arah.
"Aman sekarang." gumam Ayesha melihat ke atas.
Lelaki itu terjatuh ke tanah, darah segar menetes dari bahunya.
"kau tidak apa-apa?" tanya Ayesha.
Lelaki itu diam tidak menjawab, hanya mengangguk dan terlihat seperti menahan rasa sakit. Ayesha pun merobek ujung roknya yang berwarna putih, untuk membalut bahunya yang berdarah, agar bisa segera mampet.
"Aku Dastan." kata Dastan sambil menyerahkan liontin petir hijau ke tangan Ayesha.
"Tolong jaga ini dari destroyer, aku akan mengambilnya nanti."
"Tapi ini apa, dan kenapa sang naga itu mengejar mu?" tanya Ayesha.
Ayesha menggenggam erat liontin itu, dan seketika kilat menyambar ke arahnya. Dia pun terbangun dari tidurnya.
"Ah, mimpi... seperti nyata saja, di mana aku tadi ya...." gumam Ayesha.
Ayesha membuka tangan, ada liontin petir hijau di sana. Ia mendapati ada noda darah pada jarinya, lalu Ia menoleh ke kiri, dan merasakan perih pada lengan nya, ternyata ada goresan kecil.
Ayesha melihat ujung roknya sobek, kemudian ia berlari ke meja dan mencari liontin petir yang dipasangnya, namun ternyata sudah tidak terpasang lagi pada sisi kotak musik itu. Seketika dia shock dan jatuh di atas lantai.
Suara lebatnya hujan menjadi sayup-sayup, dan suara detak jantung terdengar menghantam keras dan cepat, keringat dingin menetes dari dahi, tubuh nya gemetar, karena tidak menghirup oksigen selama dua puluh detik. Ia pun mencubit tangan nya dengan kencang untuk mengetes apakah dia sedang bermimpi atau tidak.
"Au....sakit... ini nyata....bukan mimpi.'' kata Ayesha.
Ayesha bergegas menemui kakek di ruang keluarga yang sedang menikmati membaca majalah tentang budidaya buah zuriat dan anggrek. Kakek mendengar suara langkah nya, kemudian menoleh dan tersenyum.
"Ada apa cucu Kakek , seperti orang bingung saja, dan apa ini, noda darah, apakah terluka?" tanya Kakek.
"Tidak Kek, Ayesha baik-baik saja, ini tadi tergores ranting di ladang karena lari kehujanan." jawab Ayesha.
"Ada sesuatu nak?" tanya Kakek lagi.
"Mmm....tidak ada Kek, hanya ingin tahu saja kenapa manik-manik petir pada tepi kotak musik nya sebagian hilang?" tanya Ayesha menunjuk ke kotak musik.
"Kotak musik itu merupakan peninggalan Nenek buyut mu. Konon itu kotak pandora Putri Sekartaji, dan ada penjaganya. Dulu ketika ditarik tuasnya, balerina menari dengan alunan musik, serta kristal petir nya menyala cantik sekali.
Namun waktu itu ada gempa, imbas dari meletusnya gunung merapi. Kotak musiknya jatuh tertimpa barang berat, manik-manik nya banyak yang lepas, walaupun bisa ditemukan dan dipasang lagi, ada beberapa yang hilang dan belum ketemu." jelas Kakek.
"Terimakasih Kek, Kakek lanjutkan membaca saja, Ayesha mau berkemas untuk perjalanan pulang besok."
Ayesha berjalan menuju kamar, menata dan berkemas. Dia memasukkan kotak musik ke koper, agar tidak ketinggalan.
Sudah tiga jam berlalu, namun hujan tak kunjung reda. Jam berdentang tujuh kali.
"Sudah jam tujuh malam ternyata." gumam Ayesha melihat jam dinding, kemudian duduk.
Ayesha duduk termenung memikirkan segala kemungkinan perihal kejadian sore tadi, sambil memandangi liontin petir. Satu jam berlalu, dia menatap kristal petir dalam genggamannya itu dengan tatapan kosong.
Di luar angin bertiup kencang sekali, terdengar suara pohon tumbang di kejauhan. Listrik padam seketika, gelap gulita. Ayesha menatap liontin kristal, terdapat titik-titik udara dalam kristal seperti bergerak, sinarnya berpendar hijau yang menenangkan di tengah gelapnya malam. Semakin lama semakin terang, hingga terdengar suara memanggilnya.
"Ayesha....jangan melihatku dengan sorot mata takut... percayalah padaku. Aku hanya ingin berterima kasih pada mu, karena sudah menolongku tadi."
"Hentikan, jangan mendekat lagi. Bagaimana kau tahu namaku, siapa sebenarnya kau ?" tanya Ayesha sambil berjalan mundur.
Laki-laki itu berjalan maju dan meraih tangan Ayesha.
"Aku akan menunjukkan nya padamu, lihat tanganku."
Tiba-tiba Ayesha melihat gambaran masa lalu, sepeti menonton film bioskop. Ada peperangan di sebuah negeri, banyak warga terluka,banyak bangunan hancur, dan anak-anak menangis kehilangan orang tuanya.
Di sana juga terdapat banyak naga dan hewan aneh lain, yang merobohkan jembatan, dan membakar semua yang ada didepan nya. Para penduduk pun tertangkap dan disiksa, tayangan slide dalam pikiran Ayesha berakhir.
"Aku berusaha menyelamatkan diriku, namun terlempar ke dimensi lain dan terjebak dalam pandora dan menunggu seseorang menyelamatkanku. Aku tidak tahu mengapa kau bisa melepaskan ku dari segel, mungkinkah kamu..."
Laki-laki itu tidak melanjutkan ucapannya, dan hanya memandang Ayesha.
"Dok-dok....dok-dok...dok...." suara Kakek mengetuk pintu kamar Ayesha.
"Kecup lah liontin nya dengan perasaan tulus, sambil menyebut namaku dalam hati. Maka aku akan datang menemui mu." kata lelaki itu kemudian menghilang.
"Ayesha, Kakek membawakan mu lampu emergency , tolong buka pintunya." kata Kakek Jhon.
"Tidak aku kunci, Kek, buka saja." jawab Ayesha.
"Baik, Kakek masuk ya." kata Kakek sambil membuka pintu kamar Ayesha, menaruh lampu emergency di atas meja.
"Bicara dengan siapa nak, Kakek dengar seperti suara lelaki tadi?" tanya Kakek.
"Oh....bukan Kek, tadi itu suara film yang aku tonton di layar HP, maaf jika membuat gaduh." jawab Ayesha bohong, dengan menahan mata tidak melirik ke kiri, namun menunduk.
Kakek mengarahkan lampu ke sekeliling kamar, berusaha mencari apakah ada yang bersembunyi atau tidak, namun tidak menemukan siapapun di dalam kamar.
"Baiklah, kondisinya aman. Tidurlah sekarang, sudah malam. Kakek hanya khawatir kalau-kalau ada hewan liar atau pencuri yang masuk, Nak.
Kakek kembali dulu ya..." kata Kakek berjalan keluar dari kamar Ayesha menuju kamarnya.
"Terimakasih Kakek lampu emergency nya," ucap Ayesha sambil menutup pintu kamar.
Ayesha mengambil liontin yang ia letakkan dibawah bantal. Kemudian ia melepas liontin matahari pada kalung nya, dan mengganti nya dengan liontin petir.
Dia berjalan ke arah cermin dengan memegang liontin petir.
"Bagus sekali liontin ini, aku menyukainya." kata Ayesha melihat liontin petir yang bersinar hijau di cermin.
Ayesha berjalan mundur, dan duduk di tepi ranjang. Kemudian ia merebahkan tubuh, memejamkan mata dengan perasaan yang campur aduk, antara rasa takut dan penasaran akan keberadaan lelaki misterius itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
NLJ
Dia jalan 50 km?
2022-03-12
0
Indah Nihayati
bagus thor
2022-03-01
0
Isma Aji
Semangat...., mampir ya ke karya pertama ku🙏
2021-06-02
1