NovelToon NovelToon

The Thunder'S Love

Eps 1 Pertemuan

Sore hari udara terasa segar, angin semilir menerpa rambut panjang gadis keturunan Indo-Arab. Gadis ini berparas cantik. Matanya bulat berwarna hijau, seperti kelereng, dan memantulkan cahaya berkilauan.

Ayesha selalu riang dan ceria menyambut datang nya hari. Dia berlari, mengalun kan lagu dengan riang ketika menyusuri ladang padi yang terhampar luas di depan nya.

Tiba-tiba terdengar suara dentuman, disertai cahaya kilat, yang terletak lima puluh kilo meter dari tempat nya berdiri. Ia berjalan ke arah sumber suara dengan penasaran. Ketika sampai ditempat lokasi, ia melihat tidak ada apapun di sana, selain liontin kristal hijau berbentuk petir.

Kristal itu berpendar memancarkan cahaya hijau terang dan berkedip indah. Ia mengambil nya dengan lembut. Kristal petir itu mengeluarkan asap, namun terasa sedingin es ketika disentuh. Terlihat titik-titik udara yang berkilauan seperti emas dalam kristal itu dan membentuk inisial huruf D.

Sesegera dia memasukkan nya dalam saku rok sebelah kanan. Seketika awan gelap disertai gemuruh diiringi hujan lebat. Ayesha berlari menuju rumah dengan kondisi basah dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Dia mengeluarkan liontin petir dari saku kanannya dan menaruhnya di meja samping kamar tidur, lalu berganti baju. Ia menarik kursi dan duduk, mengamati liontin itu sambil bertanya-tanya sebenarnya benda apa itu. Lama sekali dia memandangnya, sambil mengingat kembali adakah barang-barang yang sisinya berbentuk petir.

Kemudian dia baru tersadar, bahwa dua hari yang lalu, Kakek Jhon memberinya kotak musik yang belum dibukanya.

Kotak musik lama berwarna marun, barang kesayangan Nenek dahulu. Ada gadis penari balet di tengah kotak, yang berhiaskan tujuh manik-manik berbentuk petir, namun tampak hilang satu maniknya.

Dia melihat bagian yang hilang itu kemudian melihat liontin di meja, ternyata ukuran nya sama, dua senti. Lalu dia menaruh liontin petir itu ke tempat manik yang hilang tersebut, dan pas. Dia menarik tuas dan memutar nya. Gadis balerina pada kotak musik menari, namun suara musiknya tidak mengalun.

Petir bergemuruh, angin bertiup kencang. Ayesha berjalan menuju ke jendela, melihat pemandangan air yang jatuh ke tanah dengan derasnya. Karena airnya masuk ke jendela, ia menutup rapat jendela nya.

Dia duduk di sisi ranjang, melihat balerina masih berputar menari. kemudian dia merebahkan badan di atas kasur yang empuk, sambil memikirkan esok hari, Ibu akan menjemput nya pulang ke kota kediri. Beberapa saat kemudian Ayesha tertidur, karena cuaca nya dingin.

Ada seorang lelaki tinggi kekar, berkulit putih, dengan tinggi sekitar dua meter kurang, berbaju warna coklat kombinasi hitam dan putih di ujung lengan nya. Dia mempunyai tatapan mata bagai elang. Lelaki itu memakai baju zirah dan membawa busur panah. Terlihat darah segar mengalir dari bahunya.

Pria itu berlari ke arah Ayesha, ada seekor naga raksasa yang mengejar nya. Ia tersandung batu didekat kakinya, saat berlari, yang membuat nya terjatuh tepat disebelah kanan Ayesha.

"tolong aku, aku terluka." kata lelaki itu pada Ayesha.

Ayesha memegang tangannya, dan berjalan memapahnya. Sang naga terbang di atas mereka, membuka kaki dan hendak mencengkeram mereka. ujung kuku naga menggores lengan kiri Ayesha, dan membuat nya berdarah.

Mereka tidak bisa berlari cepat, hampir saja sang naga menyemburkan api dari mulutnya, namun lelaki itu memanah tepat di mulut naga, hingga dia kesakitan dan terbang tinggi berbalik arah.

"Aman sekarang." gumam Ayesha melihat ke atas.

Lelaki itu terjatuh ke tanah, darah segar menetes dari bahunya.

"kau tidak apa-apa?" tanya Ayesha.

Lelaki itu diam tidak menjawab, hanya mengangguk dan terlihat seperti menahan rasa sakit. Ayesha pun merobek ujung roknya yang berwarna putih, untuk membalut bahunya yang berdarah, agar bisa segera mampet.

"Aku Dastan." kata Dastan sambil menyerahkan liontin petir hijau ke tangan Ayesha.

"Tolong jaga ini dari destroyer, aku akan mengambilnya nanti."

"Tapi ini apa, dan kenapa sang naga itu mengejar mu?" tanya Ayesha.

Ayesha menggenggam erat liontin itu, dan seketika kilat menyambar ke arahnya. Dia pun terbangun dari tidurnya.

"Ah, mimpi... seperti nyata saja, di mana aku tadi ya...." gumam Ayesha.

Ayesha membuka tangan, ada liontin petir hijau di sana. Ia mendapati ada noda darah pada jarinya, lalu Ia menoleh ke kiri, dan merasakan perih pada lengan nya, ternyata ada goresan kecil.

Ayesha melihat ujung roknya sobek, kemudian ia berlari ke meja dan mencari liontin petir yang dipasangnya, namun ternyata sudah tidak terpasang lagi pada sisi kotak musik itu. Seketika dia shock dan jatuh di atas lantai.

Suara lebatnya hujan menjadi sayup-sayup, dan suara detak jantung terdengar menghantam keras dan cepat, keringat dingin menetes dari dahi, tubuh nya gemetar, karena tidak menghirup oksigen selama dua puluh detik. Ia pun mencubit tangan nya dengan kencang untuk mengetes apakah dia sedang bermimpi atau tidak.

"Au....sakit... ini nyata....bukan mimpi.'' kata Ayesha.

Ayesha bergegas menemui kakek di ruang keluarga yang sedang menikmati membaca majalah tentang budidaya buah zuriat dan anggrek. Kakek mendengar suara langkah nya, kemudian menoleh dan tersenyum.

"Ada apa cucu Kakek , seperti orang bingung saja, dan apa ini, noda darah, apakah terluka?" tanya Kakek.

"Tidak Kek, Ayesha baik-baik saja, ini tadi tergores ranting di ladang karena lari kehujanan." jawab Ayesha.

"Ada sesuatu nak?" tanya Kakek lagi.

"Mmm....tidak ada Kek, hanya ingin tahu saja kenapa manik-manik petir pada tepi kotak musik nya sebagian hilang?" tanya Ayesha menunjuk ke kotak musik.

"Kotak musik itu merupakan peninggalan Nenek buyut mu. Konon itu kotak pandora Putri Sekartaji, dan ada penjaganya. Dulu ketika ditarik tuasnya, balerina menari dengan alunan musik, serta kristal petir nya menyala cantik sekali.

Namun waktu itu ada gempa, imbas dari meletusnya gunung merapi. Kotak musiknya jatuh tertimpa barang berat, manik-manik nya banyak yang lepas, walaupun bisa ditemukan dan dipasang lagi, ada beberapa yang hilang dan belum ketemu." jelas Kakek.

"Terimakasih Kek, Kakek lanjutkan membaca saja, Ayesha mau berkemas untuk perjalanan pulang besok."

Ayesha berjalan menuju kamar, menata dan berkemas. Dia memasukkan kotak musik ke koper, agar tidak ketinggalan.

Sudah tiga jam berlalu, namun hujan tak kunjung reda. Jam berdentang tujuh kali.

"Sudah jam tujuh malam ternyata." gumam Ayesha melihat jam dinding, kemudian duduk.

Ayesha duduk termenung memikirkan segala kemungkinan perihal kejadian sore tadi, sambil memandangi liontin petir. Satu jam berlalu, dia menatap kristal petir dalam genggamannya itu dengan tatapan kosong.

Di luar angin bertiup kencang sekali, terdengar suara pohon tumbang di kejauhan. Listrik padam seketika, gelap gulita. Ayesha menatap liontin kristal, terdapat titik-titik udara dalam kristal seperti bergerak, sinarnya berpendar hijau yang menenangkan di tengah gelapnya malam. Semakin lama semakin terang, hingga terdengar suara memanggilnya.

"Ayesha....jangan melihatku dengan sorot mata takut... percayalah padaku. Aku hanya ingin berterima kasih pada mu, karena sudah menolongku tadi."

"Hentikan, jangan mendekat lagi. Bagaimana kau tahu namaku, siapa sebenarnya kau ?" tanya Ayesha sambil berjalan mundur.

Laki-laki itu berjalan maju dan meraih tangan Ayesha.

"Aku akan menunjukkan nya padamu, lihat tanganku."

Tiba-tiba Ayesha melihat gambaran masa lalu, sepeti menonton film bioskop. Ada peperangan di sebuah negeri, banyak warga terluka,banyak bangunan hancur, dan anak-anak menangis kehilangan orang tuanya.

Di sana juga terdapat banyak naga dan hewan aneh lain, yang merobohkan jembatan, dan membakar semua yang ada didepan nya. Para penduduk pun tertangkap dan disiksa, tayangan slide dalam pikiran Ayesha berakhir.

"Aku berusaha menyelamatkan diriku, namun terlempar ke dimensi lain dan terjebak dalam pandora dan menunggu seseorang menyelamatkanku. Aku tidak tahu mengapa kau bisa melepaskan ku dari segel, mungkinkah kamu..."

Laki-laki itu tidak melanjutkan ucapannya, dan hanya memandang Ayesha.

"Dok-dok....dok-dok...dok...." suara Kakek mengetuk pintu kamar Ayesha.

"Kecup lah liontin nya dengan perasaan tulus, sambil menyebut namaku dalam hati. Maka aku akan datang menemui mu." kata lelaki itu kemudian menghilang.

"Ayesha, Kakek membawakan mu lampu emergency , tolong buka pintunya." kata Kakek Jhon.

"Tidak aku kunci, Kek, buka saja." jawab Ayesha.

"Baik, Kakek masuk ya." kata Kakek sambil membuka pintu kamar Ayesha, menaruh lampu emergency di atas meja.

"Bicara dengan siapa nak, Kakek dengar seperti suara lelaki tadi?" tanya Kakek.

"Oh....bukan Kek, tadi itu suara film yang aku tonton di layar HP, maaf jika membuat gaduh." jawab Ayesha bohong, dengan menahan mata tidak melirik ke kiri, namun menunduk.

Kakek mengarahkan lampu ke sekeliling kamar, berusaha mencari apakah ada yang bersembunyi atau tidak, namun tidak menemukan siapapun di dalam kamar.

"Baiklah, kondisinya aman. Tidurlah sekarang, sudah malam. Kakek hanya khawatir kalau-kalau ada hewan liar atau pencuri yang masuk, Nak.

Kakek kembali dulu ya..." kata Kakek berjalan keluar dari kamar Ayesha menuju kamarnya.

"Terimakasih Kakek lampu emergency nya," ucap Ayesha sambil menutup pintu kamar.

Ayesha mengambil liontin yang ia letakkan dibawah bantal. Kemudian ia melepas liontin matahari pada kalung nya, dan mengganti nya dengan liontin petir.

Dia berjalan ke arah cermin dengan memegang liontin petir.

"Bagus sekali liontin ini, aku menyukainya." kata Ayesha melihat liontin petir yang bersinar hijau di cermin.

Ayesha berjalan mundur, dan duduk di tepi ranjang. Kemudian ia merebahkan tubuh, memejamkan mata dengan perasaan yang campur aduk, antara rasa takut dan penasaran akan keberadaan lelaki misterius itu.

Eps 2 Pindah Dimensi

Sinar matahari dari timur menerobos masuk ke jendela mengenai cermin rias di sisi ranjang Ayesha, memantul tepat ke arah wajahnya, silau, sehingga dia bangun dengan memicingkan mata, menoleh ke arah jam dinding berbentuk burung hantu berwarna abu-abu.

"Masih jam lima rupanya, namun pancaran sinarnya begitu hangat dan terang seperti pukul sembilan pagi." kata Ayesha sambil berjalan menuju kamar mandi dan setelahnya menuju meja makan, duduk disebelah Kakek.

"Nanti liburan semester main ke sini lagi ya nak, temani Kakek memanen tomat. Tomat nya sudah sebesar kedondong, bagus buat tubuh karena banyak mengandung lycopone, Penangkal radikal bebas agar awet muda terus dan bisa buat masker organik wajah mu." pinta Kakek

"Pasti Kakek, Ayesha akan sering menengok Kakek sambil merefresh pikiran, karena sebentar lagi wisuda, jadi banyak waktu luang. Di Ngawi sini tenang, bebas polusi, udaranya bersih sekali. Banyak pepohonan teduh, setiap hari mendengar musik alam dari kicauan burung, sebenarnya masih betah berlama-lama di rumah Kakek." jawab Ayesha.

Terdengar suara tawa dan canda renyah di luar pintu. Ya benar, itu tawa Ayah dan Ibu. Suaranya semakin terdengar jelas saat pintu terbuka dan mereka menapakkan kaki nya ke lantai.

"Kakek, ini aku bawakan mangga podang khas Kediri kesukaan Kakek, agar selalu lancar pencernaan, bebas sembelit." kata ibu Ayesha sambil mengupas nya untuk Kakek.

"Hm..mm...kalau pantat buah nya merah merona dan bau nya wangi, bulat ujungnya, rasa nya bisa manis begini ya...." timpal kakek.

Mereka berbicara dan bercanda untuk beberapa jam ke depan, dan Ayesha hanya tersenyum saja melihat mereka bercanda.

"Sudah jam sembilan pagi, Kakek kami izin pulang dulu, nanti liburan panjang kita ke sini lagi. Bisma tadi menunggu sendirian di rumah." pamit Ayah Ayesha bergegas membuka pintu dan menuju mobil nya.

Mereka bertiga melambaikan tangan kepada Kakek dari dalam mobil.

"Dah...Kakek...." kata ayah, ibu dan Ayesha.

Selama perjalanan Ayesha memandang ke luar jendela, melihat sawah hijau nan luas sepanjang jalan, kambing merumput berkelompok, sapi yang membajak sawah ditemani pak tani, serta barisan bebek yang digiring masuk ke kandang berjalan lenggok kanan lenggok kiri.

"Bagaimana satu minggu di rumah kakek, sayang?" tanya Ibu

"Menyenangkan Ibu, aku sering menghabiskan waktu di ladang padi kakek, bermain layangan dan menarik padi dengan gerobak kecil, melihat burung merpati dari dekat dan memberinya makan." jawab Ayesha riang.

Mobil melaju dengan cepat, karena jalanan lenggang bebas dari macet di hari Jumat pagi. Tak terasa melewati alas Caruban dan Saradan. Sepanjang jalan hanya terdapat deretan pohon jati dan sengon yang berderet rapi. Tiada rumah berpenghuni, hanya beberapa warung makan saja. Pom bensin juga tidak ada.

Kalau lewat di malam hari agak mengerikan, kondisi kendaraan harus benar-benar fit kondisi nya serta bahan bakar dalam kondisi penuh agar tidak kehabisan di tengah jalan. Tak ketinggalan bawa ban cadangan mobil dan alat sederhana seperti kunci inggris untuk antisipasi mogok di tengah jalan. Karena kondisi nya jalan yang menikung dan terjal, mobil berjalan sedikit pelan untuk menghindari kecelakaan, dan akhirnya sudah keluar dari area alas Caruban dan Saradan.

Mobil tetap melaju melewati bundaran kota Nganjuk dan kemudian sampai lah pada gerbang berwarna pelangi bertuliskan selamat datang di kota Kediri, the service city. Ada rasa tenang dan rindu pada rumah. Dan berhentilah mobil berwarna metalik itu di depan sebuah rumah, bangunan berukuran sedang sekitar lima belas kali dua puluh meter berlantai dua dengan ornamen batu alam motif bintang beraksen bali.

Ada sederetan tanaman pukul sembilan di teras rumah, bunga puspa indah yang harum sekali. Terlihat beberapa palem mawar Jambe di tengah, pohon blue berry dan pohon persik lokal menjalar, di tengah bunga anggrek berwarna-warni tergantung berjajar rapi. Ada kolam ikan dengan pancuran air bambu yang saling mengisi bergantian.Terlihat Nemo, lion fish bermain menggesekkan badannya ke anemon karpet, ada koral berbentuk bunga berwarna merah dan biru di samping life rock, tempat ikan-ikan kecil bersembunyi, si hitam dakocan, blue star dan zebra juga batu jeruk kuning dan polip ungu bersebelahan.

Ayah membuka gerbang pagar, dan mereka bertiga masuk ke dalam rumah, disambut oleh Bisma yang berlari ke arah mereka.

"Apakah bawa pesanan ku, Yah?" tanya Bisma

"Ya tentu tidak, Nak. Kami tidak melewati toko mainan, kamu juga sudah besar sebentar lagi mau dikhitan loh..." Canda Ayah sambil tertawa kecil.

Ah....sakit, aku tidak mau Ayah, nanti ke rumah kakek saja kalau dipaksa terus."jawabnya sambil menggigit bibir.

Ayesha meninggalkan mereka yang masih ngobrol sambil menyeret koper nya, berjalan gontai ke kamar nya.

"Oh, kasurku yang empuk, lega rasanya bisa mimpi indah lagi disini. Baru sebentar aku tinggal, kamu kesepian ya." Ledeknya pada kasur nya bermotif sprei bunga matahari, meja belajarnya sedikit berdebu, juga cermin rias nya sedikit buram.

Dia merebahkan tubuh nya, melihat ke sekeliling, tiga succulent di rak gantung dindingnya masih segar, tasbih batu marjan merah dari Kalimantan juga masih tergantung di sebelah foto keluarga sedang menaiki boat. Udara terasa pengap, kemudian dia menyalakan humidifier dan mengisikan esence melati sebagai pengharum sekaligus aromaterapi untuk mengatasi mabuk darat dari perjalanan tadi. Dia juga memutar music slow.

"just like me they long to be close to you....

"On the day that you were born, the angel."

Dia membuka kotak musik pemberian kakek, menarik tuas nya dan menaruh di depan nya. Balerina menari....berputar...

Kemudian dia turun dari kasur, duduk di atas permadani biru, di depan cermin, bersandar pada tepi kasur. Dia menggenggam liontin kristal dan memejamkan mata, membayangkan awal pertemuan nya dengan Dastan, namun tidak menyebut nama nya. Tidak terjadi reaksi apapun, tidak ada yang muncul. Kemudian dia duduk bersila melakukan yoga pose baddha konasana, sebuah pose tukang sepatu memegang ujung jari kaki dan mengepakkan seperti kupu-kupu, memejamkan mata, menarik dan menghembuskan nafas secara teratur, mengimajinasikan kejadian yang diperlihatkan Dastan.

Kesadaran nya sedikit demi sedikit menurun, tidak terdengar suara alunan lagu dari The Cranberries lagi. Udara disekitar terasa panas, berdebu, terdengar suara mendesis dari kejauhan. Kemudian dia tersadar dan membuka mata.

"Dimana aku sekarang?" gumamnya bingung dan menoleh ke sekeliling, banyak bebatuan besar dan cadas di tanah gurun, gersang, panas."

Tanah di depannya bergerak maju, ular derik keluar dari dalamnya, menuju ujung kaki Ayesha siap mematuk. Untung saja Ayesha melihatnya dan segera berlari menjauh, mengambil kerikil tajam dan melemparkan ke kepala ular derik, hingga dia pergi menjauh.

Ayesha berjalan tanpa alas kaki menyusuri bukit, mencari rumah atau seseorang yang mungkin bisa dimintai tolong. Nihil, sudah berjalan empat kilo meter, tidak ada bangunan atau orang sama sekali.

"Apakah ini dunia hampa?" jerit Ayesha.

Dua langkah ke depan, kemudian Ayesha berhenti melangkah dan bersandar pada batu besar di balik kaktus, nafasnya tersendat, dahaga mengisi tenggorokannya.

"Tidak ada sumber air disini," kata Ayesha.

Lalu dia melihat kaktus di balik batu tempatnya bersandar, langsung saja dia mematahkan beberapa kaktus, ada sedikit air didalamnya, lalu meminumnya. Kemudian dia berjalan lagi mencari tempat untuk berteduh, ada suara kepakan sayap berat, besar dan panas dari atas. Dia mendongak, seekor naga meluncur ke arah nya sama dengan naga dalam mimpi ketika bertemu dengan Dastan.

"Pasti ini pikiranku dalam yoga tadi, aku akan kembali menaikkan kesadaran ku agar kembali ke kamarku." keluh Ayesha.

Dia memejamkan mata nya, menarik dan menghembuskan napas dengan tenang, membayangkan berada di atas permadani di lantai kamarnya. Satu, dua, tiga. Dia buka mata, naga tepat terbang rendah di atas kepala nya. Cakarnya yang tajam menyentuh kerah belakang baju nya. Dia berlari sekuat tenaga namun terjatuh, telapak kakinya sedikit berdarah terkena batu, lalu ia bangkit berdiri dan berlari namun terjatuh lagi. Naga semakin dekat ke arah nya.

"Tolonglah aku Tuhan, aku tidak tahu mengapa aku disini. Kirimkan malaikat penjaga mu untuk menyelamatkan ku, kumohon." pinta Ayesha putus asa.

Ayesha mengambil kerikil di dekat nya dan melemparnya ke naga, sia-sia.

Naga menyambar pinggang nya dengan cakar yang mencengkeram erat.

"Tolong....tolong....siapa saja...tolong..." teriak Ayesha.

Naga membawa nya terbang tinggi ke langit. Ayesha berusaha melepaskan diri, tidak bisa.

Kemudian dengan putus asa dia berharap ada keajaiban untuk nya. Dia genggam liontin petir dengan lembut lalu mengecup nya, berkata dalam hati, Dastan tolonglah. Tidak ada reaksi apapun, dia mengulangi nya lagi dan tetap tak ada reaksi.

Naga mendarat di sebuah hutan, menurunkan Ayesha. Langsung saja dua ekor naga lainnya datang menyambut menghampiri nya dengan tatapan dan raungan kelaparan yang membuat nya merinding. Satu ekor mencengkeram bahunya, dua ekor lainnya siap memangsanya hidup-hidup. Dia hanya bisa pasrah, memejamkan mata berharap masih punya keberuntungan. Suara gigi naga bergemeretuk, dan air liurnya menetes ke rambut Ayesha.

Eps 3 Dewa Penyelamat

Ayesha sudah bersiap menyerahkan jiwa nya ke naga. Air liur amis dan kental semakin banyak menetes ke rambut nya. Tetesan darah segar mengalir ke bahu nya. Masih terpejam, takut membuka mata. Dia Berpikir darah nya mulai menetes dan akan terus menetes sampai habis. Terdengar suara erangan naga kesakitan.

"Bukankah aku sudah tiada karena tidak merasakan apapun, mengapa naga mengerang kesakitan, bukannya kenyang mengoyak tubuhku, apa aku masih hidup...."gumam Ayesha.

Dia beranikan diri membuka kelopak mata. Para naga tumbang, darah segar berceceran di tanah. Panah menancap ke leher mereka. Satu naga masih terbuka mata nya dan bergerak mau menerkam nya dengan amarah membuncah.

Satu panah melesat melewati wajah Ayesha mengenai tubuh naga, nyaris saja mengenai nya. Kaki nya lemas gemetar karena selamat dan jatuh ke lantai, ternyata Tuhan mengirim kan dewa penyelamat untuk nya.

"Terimakasih Tuhan, engkau dengarkan permintaanku. Aku masih bisa Menghirup udara. Siapa yang menolongku, tunjukkan dirimu." tanya Ayesha menatap ke sekeliling, mencari seseorang.

"Ayesha....untunglah kau tidak terluka. Bagaimana bisa kau kesini?" tanya lelaki itu.

"Sebelumnya aku ucapkan terimakasih, aku sendiri tidak tahu, sebelum nya aku hanya melakukan yoga dan mengimajinasikan hal yang kau perlihatkan kan padaku tempo hari. Dan setelah kubuka mataku, aku tidak di kamarku lagi. Entahlah sejak bertemu denganmu, kau membuatku mengalami banyak kejadian aneh, diluar nalar, Dastan. Bisakah kau kembalikan aku ke tempatku?" tanya Ayesha.

"Kita pergi dulu dari kawasan naga ini dan pindah ke tempat yang lebih aman, pastinya akan berdatangan naga yang lain untuk membalaskan dendam temannya."

Dastan bersiul, datanglah dua burung phoenix menghampirinya. Warna nya indah jingga menyala berkobar api, ekornya menjuntai panjang, ujung jambulnya seperti kuncup bunga . Ayesha melihatnya dengan terkagum-kagum akan pesonanya, tanpa berkedip.

"Leopard, Spinx bawa kami keluar dari kawasan naga ini." perintah dastan.

Phoenix pun langsung membawa mereka berdua terbang menjauh dari area berbahaya ini menuju ke air terjun harapan. Ayesha tidak merasa terbakar menunggang phoenix walaupun sekujur tubuhnya di kelilingi api.

"Kau tidak merasakan terbakar pada tubuhmu?" tanya dastan.

"Dingin rasanya seperti air." jawab Ayesha.

"Hanya keluarga Putri Kristal dan keturunan nya yang bisa menunggangi phoenix. Apakah kau salah satu keturunan beliau?" Tanya Dastan.

"Apa maksudmu, membuatku semakin bingung. Siapa putri Kristal itu, aku bukan garis keturunan putri. Seingat ku waktu masih kecil nenek pernah bercerita kalau ibu nya merupakan cucu dewi Sekartaji tanpa tahu kebenarannya." jawab Ayesha.

Phoenix menurunkan mereka di depan air terjun harapan dan terbang menjauh dari mereka sampai tak terlihat lagi. Tampak Air mengalir deras dari ketinggian dua puluh meter, menuruni bebatuan dan mengalir menggenang menjadi danau. Pelangi terbentang diatasnya. Airnya terlihat hijau, berbau harum mawar. Banyak tanaman lotus dengan bunga berwarna putih dan ungu, seekor ikan bertubuh transparan meloncat ke atas, dan masuk lagi kedalam.

Ayesha mengambil air dari danau, memercikkan nya ke rambut untuk membersihkan air liur naga yang lengket. Dia juga membasuh wajah dan tangan nya, memasukkan kaki yang tadi berdarah ke air danau, rasanya seperti perih meresap ke luka, dan ketika diangkat luka nya menutup.

"Apakah disini asal mu?" tanya Ayesha.

"Bukan, ini negeri kristal. Empat puluh kilometer dari tempat tinggal ku. Aku beruntung sekali bisa kembali kesini, berkat kau." Cerita Dastan

Tanpa disadari mereka menjadi malaikat penyelamat bagi satu sama lainnya.

"Kau telah menemukan rumahmu, sedangkan aku terjebak disini. Tolong Antar aku kembali." pinta Ayesha.

"Aku belum mengetahui cara kembali ke tempat mu, mari ke negeri petir. Mungkin aku bisa menanyakan nya pada peramal." jawab Dastan.

Dastan kembali bersiul, namun yang datang kali ini bukan phoenix, melainkan unicorn. Kuda putih bersih tanpa noda bertanduk dan bersayap berlari menghampiri mereka.

"Ayo kita naik," ajak Dastan pada Ayesha.

Ayesha hanya terdiam menatap unicorn tanpa jawaban dan reaksi, karena sudah melihat banyak hal aneh, melihat unicorn menjadi hal yang biasa baginya. Dia termenung memikirkan hal aneh apa lagi yang menantinya di sana.

Dastan menghampiri nya dan berucap lagi, "ayo pergi dari sini, disini juga tidak aman, kita akan temukan jawaban nya nanti."

Dia tidak mendapatkan jawaban nya, langsung saja Dastan membopong tubuh Ayesha ke unicorn dan mendudukkan nya di depan nya.

"Aku tidak mau pergi." kata Ayesha dengan berontak hendak turun dari punggung unicorn.

"Jangan keras kepala, banyak destroyer dimana-mana, aku akan menjagamu dari mereka karena kau telah menyelamatkanku." cegah Dastan sembari memegang tubuh Ayesha kuat-kuat dan menyandarkan pada dadanya, agar tidak kabur dari dirinya.

Ayesha merasa seperti mendapat pelukan hangat dari ayah, sehingga dia kembali tenang. Terdengar irama detak jantung yang beraturan, meyakinkan nya untuk tetap bersama nya sementara waktu.

"Ayo jalan Starkie," ucapnya ke unicorn.

Starkie berlari dengan kencang menyusuri jalan, melewati bebatuan. Banyak pohon tumbang di sepanjang jalan, rumah-rumah rusak tak berpenghuni, ke mana pemiliknya tidak ada yang muncul. Di depan ada sungai lebar mengalir. Starkie mengepakkan sayap nya dan terbang membelah angkasa.

Nampak aurora berwarna kombinasi biru ,jingga dan hitam. Starkie menuju ke sana. Ada gerbang berlillitkan tanaman sangga langit berbunga kuning, sebuah bangunan istana besar dengan benteng tinggi, sedikit roboh di sebelah depan, di tiap sudutnya ada mercusuar. tempat itu diselubungi cincin emas sebagai perisainya.

"Open sesame...."kata Dastan.

Kemudian perisai emas terbuka, dan mereka masuk.

Dastan berjalan ke mimbar istana, Ayesha mengikutinya dari belakang. Kemudian menyisir seluruh ruangan, kosong, ak berpenghuni. Tampak singgasana berhiaskan batu giok biru dan kristal putih di sisi tengah nya menyala, lengang. Banyak debu dan serpihan batu berserakan di lantai. Seperti sudah lama ditinggalkan.

"Ayah, ibu, Anne....aku kembali." panggil Dastan.

Tak ada jawaban. Kemudian Dastan berjalan ke lorong menuju ruang bawah tanah, di sisi dinding terdapat banyak kristal, dan terlihat banyak bayangan mereka berdua sedang berjalan dari berbagai sisi.

Kemudian berhenti di sebuah ruangan tertutup. Dastan membuka pintunya dan masuk. Ada bola kristal putih ke ungu an di atas meja. Dastan mengusap nya.

"Kristal pelindung petir memancar lah...." ucap Dastan.

Bola kristal berkilauan semakin terang, terlihat sesosok wanita paruh baya berjubah putih di sana.

"Lady Rara....dimana Ayah, ibu, tuan putri dam lainnya?" tanya Dastan.

"Aku sudah lama menunggu tuan muda. Aku mengumpulkan energi agar bisa mengirim pesan penting ini kepada tuan. Jangan khawatir paduka raja dan lainnya aman. Kami berada di supernova untuk berjaga-jaga dari destroyer yang setiap saat mengincar dan merusak. Kristal petir telah dicuri, Paduka raja berhasil merebutnya namun pecah berhamburan, dan serpihan nya tersebar ke berbagai penjuru. Sehingga kami kehilangan kekuatan. Paduka menugaskan anda untuk segera mengumpulkan serpihan petir."jawab lady Rara.

"Aku terlempar ke dimensi lain, dan terjebak dalam pandora kemudian Ayesha membebaskan ku. Aku tidak tahu bagaimana cara menembus dimensi dan berteleportasi."

"Saat itu yang mulia paduka membuka black hole dan melempar kristal petir yang terpecah bersama tuan muda ke dalamnya agar aman dari destroyer. Temukan ke tiga puluh tiga serpihan nya di dunia itu dan satukan kembali. Gadis disebelah tuan adalah kunci nya. Kristal dan petir sudah ditakdirkan untuk berkolaborasi menyelamatkan dunia dan saling mengisi. Cari jawabannya bersama." terang peramal itu.

Kristal itu menjadi redup dan tidak terlihat lagi sosok Lady Rara.

"Tunggu, bagaimana kami bisa kembali ke sana, Lady?" protes Dastan sedikit emosi karena bola kristal itu tidak menyala lagi.

"Aku akan mencoba nya lagi, mungkin bisa." saran Ayesha pada Dastan

Ayesha duduk bersila di lantai memegang ujung jari kaki dan mengepakkan kaki seperti sayap kupu, memejamkan mata membayangkan suasana kamarnya. Dia membayangkan macrame yang tergantung di dinding dan sulur daun Anggur bergoyang tertiup angin yang masuk ke celah jendela. Dia bisa merasakan suara gesekan nya. Pelan dia buka matanya dan melihat sekelilingnya.

"Masih disini rupanya, aku akan coba lagi." kata Ayesha

Dia memejamkan mata lagi. Kali ini membayangkan Ayah dan ibu memanggil nya membawakan sup ayam dan salad buah kesukaannya. Karena memang jam makan siang. Merasakan gurih nya sup dan wortel yang telah ***** melewati tenggorokan dan berhenti di perut dan menambah energi.

"Mungkin ada cara lainnya," saran Dastan meyakinkan.

Ayesha membuka mata dan putus asa. Kemudian dia menggenggam liontin petir, menempelkan di ujung bibir nya seraya membayangkan duduk di atas permadani kamar nya. Tiada reaksi berarti. Merasa kesal tidak bisa melakukan apapun, dia menunduk dengan tatapan kosong, menggigit dan menyesap bibir nya.

Dastan melihat Ayesha frustasi. Rambut hitam lurusnya jadi megar, agak berantakan. Kemudian dia menghampirinya dan duduk disebelah nya, menyentuh rambutnya dan menyisir dengan jemari nya menyisipkan di belakang telinganya. Refleks Ayesha bergeser dan gemetar karena dia kaget selama ini tak ada seorang lelaki pun yang dia izinkan menyentuh nya.

"Maaf aku tidak bermaksud melakukan hal buruk padamu.Tenangkan dirimu." kata Dastan menghibur.

Dia kemudian memegang jari Ayesha dan menggenggam nya lembut. Kali ini Ayesha tidak menolak, malah sebaliknya merasa tenang dan menyambut genggaman nya.

"Kita pasti bisa menemukan cara kembali pulang. Bisa kesini berarti bisa kembali ke rumahmu. Manusia merupakan micro cosmos. Apa yang dipikirkan akan terhempas ke macro cosmos dan mewujudkan nya. Berpikir positif. Istirahat sebentar nanti kita coba lagi." kata Dastan menyemangati Ayesha.

Ayesha menatap wajah Dastan, terlalu dekat bagi nya, terasa nafas sejuk Dastan meniup lirih pipi nya. Terlihat bola mata abu-abu nya yang setenang dan sedalam samudera. Hidung nya yang menjulang lancip, dadanya berdegup kencang, tak pernah sedekat ini sebelum nya dengan lawan jenis nya. Pelan diturunkan nya kembali wajah nya, untuk menutupi rasa malu nya.

"Terimakasih...." ucapnya lirih pada Dastan dan salah tingkah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!