Pesona Aryanti
Braaaaaak...praaang...ciiiit...
roda mobil berdecit...bruk!
"Ah, Ya Allah..."
Sebuah mobil seakan lepas kendali ngeloyor hampir naik ke atas trotoar semua bodinya, dan di atas trotoar itu ada odong-odong yang baru di pasang pasang menjadi satu rangkaian, kontan rangkaian odong odong itu berantakan, dan satu roda bubur ayam kesenggol juga isinya berantakan mangkuk mangkuk pada pecah dan sebagian buburnya mengotori kaca bagian depan mobil mewah itu. Satu lagi tukang ikan hias di motor juga ikut terkena dorongan mobil tadi motornya ambruk tergeletak, ikan ikan hias di kantong plastik kecil pada berantakan pecah ikannya menggelepar loncat loncat mencari air.
"Wah, mabuk nih orang kayaknya." Suara di luar mobil begitu ramai
"Ada apa, ada apa ini?"
"Turun, turun hai...turun...!"
Pejalan kaki, tukang parkir dan banyak lagi mengerumuni mobil hitam mengkilat itu.
"Turun nggak? ayo turun...!"
Tukang parkir mengetuk ngetuk pintu depan mobil yang belum di buka.
"Mau kabur ya? turun! turun! kita bawa ke post pasar, kalau nggak ambil STNK sama SIM nya." Suara seseorang dari luar mobil.
"Nggak mau turun ya Mas? nanti Aku pecahin nih kaca mobilnya."
"Eith eith ... sabar Mas jangan gegabah mungkin Dia takut di hakimi, biar Aku yang ngomong." Suara perempuan terdengar agak lembut.
Aryanti melongo kan kepalanya ke dalam kaca mobil yang gelap, samar dan kurang jelas, tapi Aryanti berusaha ngomong dan membujuk orang di dalam mobil untuk turun.
"Mas tolong turun dulu deh, apa Mas nggak apa-apa? kami bermaksud baik kok, lihat nih kami pedagang kecil, Saya janji nggak ngapa-ngapain Kamu kita selesaikan secara musyawarah."
Sreset ... kaca mobil terbuka perlahan.
Kaca mobil terbuka perlahan, Aryanti melihat ada dua orang laki laki satu paruh baya bersandar di kursi sambil meringis menahan sakit hampir tua dan satunya di belakang kemudi seorang pemuda.
"Pak, kenapa nggak mau turun? kalau nggak sopirnya aja yang turun."
"Mbak, Saya lagi sakit buru-buru mau ke rumah sakit, dan ini Anak Saya bukan sopir, kalau nggak percaya ayo Mbak ikut Saya, ajak satu orang lagi nanti kalau sudah tenang kita musyawarah."
"Ya ampuuuuun, Bapak ini sakit? gimana ya soalnya bukan Saya aja yang nggak bisa usaha hari ini tapi yang lainnya juga, nanti dulu ya saya runding dulu sama yang lain."
Aryanti menarik kepalanya dari kaca mobil itu, lalu ngobrol sama yang lainnya yang masih berkerumun menunggu keputusan mau seperti apa, apa ada ganti rugi atau bagaimana.
Dan setelah mencapai kata sepakat Aryanti mengikuti saran Bapak yang di mobil tadi. Dirinya sama tukang parkir ikut naik ke mobil.
"Hati-hati Yanti, kalau mereka menurunkan kamu dan bohong gunakan jurus-jurus mu ya!"
"Iya Aryanti fitting aja kalau sampai mereka ingkar." suara yang lainnya ramai menyemangati Aryanti.
Aryanti melongok kan lagi kepalanya ke dalam mobil dan menyampaikan hasil kesepakatan, Pak Surapraja mengangguk dan menyuruh Aryanti dan temennya tukang parkir naik ikut dengan dirinya.
"Siap Pak saya ikut sama Mang Diman, tapi ntar dulu kasihan mobilnya kaca depannya penuh bubur, nanti malah celaka lagi, Aku guyur air dulu ya biar tidak menghalangi pemandangan."
Tanpa basa-basi lagi Aryanti mengambil air di ember tukang ikan hias dan menyiramkan airnya ke kaca belah depan mobil mewah itu, lalu naik di bagian belakang mobil diikuti Mang Diman.
"Ayo Mas sopir sudah silahkan jalan, kasihan Bapakmu biar cepet sampai ke rumah sakit."
Mobil bergerak maju, semua tak ada yang bicara, semua diam dan tak ada yang mau memulai bicara, semua seakan bisu dan mematung sibuk dengan pikiran masing masing, kecuali Pak Surapraja yang meringis sambil memegang perutnya.
Selang beberapa saat mobil belok ke arah rumah sakit elite yang menjulang tinggi, dan berhenti di parkiran, Aryanti bingung celingukan sama Mang Diman harus ngapain dan mau ngapain.
Tapi Aryanti segera inisiatif turun dan membuka pintu depan berusaha membimbing Pak Surapraja yang masih meringis, memakaikan sendalnya dan menahan bobot tubuhnya yang agak gemuk.
"Mang Diman sana minta kursi roda ke Satpam, Bapak ini kasihan kalau harus jalan."
"Ya ya ya."
Mang Diman berlari ke post satpam dan kembali dengan kursi roda.
Dengan di bantu satpam dan Mang Diman Aryanti mendudukkan Pak Surapraja di kursi roda dan Aryanti mendorongnya masuk ke dalam rumah sakit.
"Ini harus ke UGD biar langsung di tangani Mang."
"Iya Yanti, ayo kita cari yang ada bacaan UGD-nya."
"Hai, tunggu mau di bawa ke mana Bapakku?"
Adrian yang sedari turun dari mobil celingukan sendiri, seakan nggak tahu bagaimana cara menolong orang sakit, meminta kursi roda apalagi harus daftar dulu dan masuk UGD dan urusan administrasi lainnya bawa orang sakit ke rumah sakit aja baru kali ini.
Tahunya sakit panggil dokter ke rumah di periksa minum obat istirahat dan sembuh kembali, itulah orang kaya semua serba ada dengan uang semua berjalan dengan mulus tak ada ngantri dan desak desakan.
Adrian berlari mengejar Aryanti dan Mang Diman yang jauh meninggalkannya.
"Mas, Bapakmu harus segera di tangani dokter, ya masuk ruang UGD dulu."
"Bapakku punya dokter pribadi yang praktek di rumah sakit ini, tunggu Aku telephon dulu."
"Hai Mas, ini jam berapa? dan dokter itu mulai praktek jam berapa? apa mau kita membiarkan Bapakmu meringis tanpa penanganan medis sampai dokter pribadinya datang?"
Adrian melongo di bentak sama Aryanti, sungguh merasa dirinya konyol dan tak mengerti prosedur rumah sakit, tak ada kata lain selain ikut apa kata Aryanti.
Pak Surapraja masuk ruang UGD pasien segera di periksa, suster suster ke sana kemari sesuai tugasnya masing masing, ada yang tensi darah, ada yang pasang infus, karena ada sesak di bantu nafasnya dengan oksigen.
"Yang bertanggungjawab atas pasien Bapak ini siapa?"
Aryanti dan Adrian saling pandang, Aryanti menunjuk Adrian, Adrian melongo nggak ngerti harus ngapain kalau jadi penanggungjawab pasien.
"Kita berdua suster."
"Kalian kakak adik?"
"Oh eh-iya iya suster kami kakak adik."
"Bukan, bukan suster dia anaknya saya hanya..."
"Ssssssssst..."
Adrian menarik tangan Aryanti dan menempelkan telunjuk di mulutnya.
"Diam kamu, iya aja gitu jawab pokoknya saya yang tanggung jawab, tapi kalau ditanya ini itu yang saya nggak tahu tolong bantu jawab."
"Lha saya nggak tahu riwayat penyakit Bapakmu jadi Saya jawab apa, juga tahu apa?
Kamu kan Anak dan sopirnya."
"Sekali lagi aku tegaskan hai wanita Aku ini bukan sopir Bapakku, sopirnya lagi cuti."
"Manggilnya wanita, aneh banget! Aku itu punya nama ya panggil nama lah, sini kenalan dulu nama saya Aryanti mau panggil Yanti boleh mau Ar boleh mau semua Aryanti juga boleh situ siapa namanya?" Aryanti masih kelihatan galak.
Aryanti menjulurkan tangannya mengajak Adrian salaman dan kenalan.
"Saya Adrian!''
Dan merekapun bersalaman.
"Sini-sini kalian berdua, saya minta data kalian dan data pasien."
Adrian menarik tangan Aryanti maju, suster heran kok Anaknya kayak nggak mau jadi penanggungjawab gitu.
"Satu orang aja yang jadi penanggung jawab, mau Mas nya apa Mbak nya?"
"Dia aja suster saya nggak bawa KTP juga SIM dan identitas lainnya lupa di rumah."
Aryanti melongo nggak ngerti jalan pikiran Adrian kok malah melempar tanggungjawab pada dirinya, justru dirinya dan Mang Diman itu mau meminta pertanggungjawaban atas insiden tadi pagi, daripada berdebat panjang kali lebar Aryanti mengiyakan dan mengambil identitas dirinya dari tas selempang kecilnya.
Suster menuliskan segala sesuatu yang di perlukan dan memberikan kartu identitas Aryanti kembali.
"Bapaknya sudah di berikan pertolongan pertama, kalian berdua sekarang silahkan booking kamar mau kelas berapa silahkan ngantri di sana."
"Maaf suster, Bapak Saya hanya mau berobat ke sini, Dia pasien dr Zakir."
"Oh, dr Zakir prakteknya nanti sekitar jam sepuluh, apa mau ke dokter lain? apa mau nunggu aja, sekarang baru jam 07.30."
"Hei Aryanti gimana ini?"
"Kalau menurut Saya, sebaiknya bapakmu ke dr Zakir aja karena rekam medisnya ada pada dokter itu, kalau ke dokter lain kita konsultasi dari awal lagi, apalagi kita nggak tahu riwayat sakitnya Bapakmu, kamu tahu nggak?''
Pinter juga nih cewek pikir Adrian, dia sendiri boro-boro kepikiran seperti itu, nganter ya nganter aja nggak tahu selanjutnya seperti apa.
"Enggak, terus sekarang Kita kemana?"
"Daftar berobat jalan ke dokter Zakir itu, biarin Bapakmu agak pulih sedikit kalau udah masuk infusan. Kayaknya lambung itu sedari tadi pegang perut terus."
"Mungkin."
"Sakit apa Bapaknya sendiri nggak tahu, gimana kamu Adrian?"
"Saya memang nggak tahu, sudah kamu daftar aja bilang Bapak Surapraja gitu, biar dapat antrian duluan."
"Yeeee...yang duluan daftar ya duluan masuk, yang belakangan ya belakangan, nggak bisa gitu."
"Alah cepet kamu daftar, biar urusan kita cepet selesai nanti keburu aku berubah pikiran sama kamu, sampai malem baru kamu bisa pulang tahu rasa"
Aryanti menarik nafas panjang sambil beranjak, kapan Aku bisa balik lagi ke pasar pasti bapakku sudah datang dan cemas menunggunya.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa kunjungi juga karya Enis Sudrajat lainnya Insya Allah up setiap hari,dengan cerita yang pasti lebih greget.
❤️ Biarkan Aku Memilih.
❤️ Meniti Pelangi.
Selamat menikmati,Salam!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
susi 2020
🥰🥰😍
2023-07-22
0
susi 2020
😘😘😍
2023-07-22
0
Liliek Retno Yuwanti
mas Adrian....biasakan budaya antri ya
2022-08-19
1