NovelToon NovelToon

Pesona Aryanti

Pagi yang tak terduga

Braaaaaak...praaang...ciiiit...

roda mobil berdecit...bruk!

"Ah, Ya Allah..."

Sebuah mobil seakan lepas kendali ngeloyor hampir naik ke atas trotoar semua bodinya, dan di atas trotoar itu ada odong-odong yang baru di pasang pasang menjadi satu rangkaian, kontan rangkaian odong odong itu berantakan, dan satu roda bubur ayam kesenggol juga isinya berantakan mangkuk mangkuk pada pecah dan sebagian buburnya mengotori kaca bagian depan mobil mewah itu. Satu lagi tukang ikan hias di motor juga ikut terkena dorongan mobil tadi motornya ambruk tergeletak, ikan ikan hias di kantong plastik kecil pada berantakan pecah ikannya menggelepar loncat loncat mencari air.

"Wah, mabuk nih orang kayaknya." Suara di luar mobil begitu ramai

"Ada apa, ada apa ini?"

"Turun, turun hai...turun...!"

Pejalan kaki, tukang parkir dan banyak lagi mengerumuni mobil hitam mengkilat itu.

"Turun nggak? ayo turun...!"

Tukang parkir mengetuk ngetuk pintu depan mobil yang belum di buka.

"Mau kabur ya? turun! turun! kita bawa ke post pasar, kalau nggak ambil STNK sama SIM nya." Suara seseorang dari luar mobil.

"Nggak mau turun ya Mas? nanti Aku pecahin nih kaca mobilnya."

"Eith eith ... sabar Mas jangan gegabah mungkin Dia takut di hakimi, biar Aku yang ngomong." Suara perempuan terdengar agak lembut.

Aryanti melongo kan kepalanya ke dalam kaca mobil yang gelap, samar dan kurang jelas, tapi Aryanti berusaha ngomong dan membujuk orang di dalam mobil untuk turun.

"Mas tolong turun dulu deh, apa Mas nggak apa-apa? kami bermaksud baik kok, lihat nih kami pedagang kecil, Saya janji nggak ngapa-ngapain Kamu kita selesaikan secara musyawarah."

Sreset ... kaca mobil terbuka perlahan.

Kaca mobil terbuka perlahan, Aryanti melihat ada dua orang laki laki satu paruh baya bersandar di kursi sambil meringis menahan sakit hampir tua dan satunya di belakang kemudi seorang pemuda.

"Pak, kenapa nggak mau turun? kalau nggak sopirnya aja yang turun."

"Mbak, Saya lagi sakit buru-buru mau ke rumah sakit, dan ini Anak Saya bukan sopir, kalau nggak percaya ayo Mbak ikut Saya, ajak satu orang lagi nanti kalau sudah tenang kita musyawarah."

"Ya ampuuuuun, Bapak ini sakit? gimana ya soalnya bukan Saya aja yang nggak bisa usaha hari ini tapi yang lainnya juga, nanti dulu ya saya runding dulu sama yang lain."

Aryanti menarik kepalanya dari kaca mobil itu, lalu ngobrol sama yang lainnya yang masih berkerumun menunggu keputusan mau seperti apa, apa ada ganti rugi atau bagaimana.

Dan setelah mencapai kata sepakat Aryanti mengikuti saran Bapak yang di mobil tadi. Dirinya sama tukang parkir ikut naik ke mobil.

"Hati-hati Yanti, kalau mereka menurunkan kamu dan bohong gunakan jurus-jurus mu ya!"

"Iya Aryanti fitting aja kalau sampai mereka ingkar." suara yang lainnya ramai menyemangati Aryanti.

Aryanti melongok kan lagi kepalanya ke dalam mobil dan menyampaikan hasil kesepakatan, Pak Surapraja mengangguk dan menyuruh Aryanti dan temennya tukang parkir naik ikut dengan dirinya.

"Siap Pak saya ikut sama Mang Diman, tapi ntar dulu kasihan mobilnya kaca depannya penuh bubur, nanti malah celaka lagi, Aku guyur air dulu ya biar tidak menghalangi pemandangan."

Tanpa basa-basi lagi Aryanti mengambil air di ember tukang ikan hias dan menyiramkan airnya ke kaca belah depan mobil mewah itu, lalu naik di bagian belakang mobil diikuti Mang Diman.

"Ayo Mas sopir sudah silahkan jalan, kasihan Bapakmu biar cepet sampai ke rumah sakit."

Mobil bergerak maju, semua tak ada yang bicara, semua diam dan tak ada yang mau memulai bicara, semua seakan bisu dan mematung sibuk dengan pikiran masing masing, kecuali Pak Surapraja yang meringis sambil memegang perutnya.

Selang beberapa saat mobil belok ke arah rumah sakit elite yang menjulang tinggi, dan berhenti di parkiran, Aryanti bingung celingukan sama Mang Diman harus ngapain dan mau ngapain.

Tapi Aryanti segera inisiatif turun dan membuka pintu depan berusaha membimbing Pak Surapraja yang masih meringis, memakaikan sendalnya dan menahan bobot tubuhnya yang agak gemuk.

"Mang Diman sana minta kursi roda ke Satpam, Bapak ini kasihan kalau harus jalan."

"Ya ya ya."

Mang Diman berlari ke post satpam dan kembali dengan kursi roda.

Dengan di bantu satpam dan Mang Diman Aryanti mendudukkan Pak Surapraja di kursi roda dan Aryanti mendorongnya masuk ke dalam rumah sakit.

"Ini harus ke UGD biar langsung di tangani Mang."

"Iya Yanti, ayo kita cari yang ada bacaan UGD-nya."

"Hai, tunggu mau di bawa ke mana Bapakku?"

Adrian yang sedari turun dari mobil celingukan sendiri, seakan nggak tahu bagaimana cara menolong orang sakit, meminta kursi roda apalagi harus daftar dulu dan masuk UGD dan urusan administrasi lainnya bawa orang sakit ke rumah sakit aja baru kali ini.

Tahunya sakit panggil dokter ke rumah di periksa minum obat istirahat dan sembuh kembali, itulah orang kaya semua serba ada dengan uang semua berjalan dengan mulus tak ada ngantri dan desak desakan.

Adrian berlari mengejar Aryanti dan Mang Diman yang jauh meninggalkannya.

"Mas, Bapakmu harus segera di tangani dokter, ya masuk ruang UGD dulu."

"Bapakku punya dokter pribadi yang praktek di rumah sakit ini, tunggu Aku telephon dulu."

"Hai Mas, ini jam berapa? dan dokter itu mulai praktek jam berapa? apa mau kita membiarkan Bapakmu meringis tanpa penanganan medis sampai dokter pribadinya datang?"

Adrian melongo di bentak sama Aryanti, sungguh merasa dirinya konyol dan tak mengerti prosedur rumah sakit, tak ada kata lain selain ikut apa kata Aryanti.

Pak Surapraja masuk ruang UGD pasien segera di periksa, suster suster ke sana kemari sesuai tugasnya masing masing, ada yang tensi darah, ada yang pasang infus, karena ada sesak di bantu nafasnya dengan oksigen.

"Yang bertanggungjawab atas pasien Bapak ini siapa?"

Aryanti dan Adrian saling pandang, Aryanti menunjuk Adrian, Adrian melongo nggak ngerti harus ngapain kalau jadi penanggungjawab pasien.

"Kita berdua suster."

"Kalian kakak adik?"

"Oh eh-iya iya suster kami kakak adik."

"Bukan, bukan suster dia anaknya saya hanya..."

"Ssssssssst..."

Adrian menarik tangan Aryanti dan menempelkan telunjuk di mulutnya.

"Diam kamu, iya aja gitu jawab pokoknya saya yang tanggung jawab, tapi kalau ditanya ini itu yang saya nggak tahu tolong bantu jawab."

"Lha saya nggak tahu riwayat penyakit Bapakmu jadi Saya jawab apa, juga tahu apa?

Kamu kan Anak dan sopirnya."

"Sekali lagi aku tegaskan hai wanita Aku ini bukan sopir Bapakku, sopirnya lagi cuti."

"Manggilnya wanita, aneh banget! Aku itu punya nama ya panggil nama lah, sini kenalan dulu nama saya Aryanti mau panggil Yanti boleh mau Ar boleh mau semua Aryanti juga boleh situ siapa namanya?" Aryanti masih kelihatan galak.

Aryanti menjulurkan tangannya mengajak Adrian salaman dan kenalan.

"Saya Adrian!''

Dan merekapun bersalaman.

"Sini-sini kalian berdua, saya minta data kalian dan data pasien."

Adrian menarik tangan Aryanti maju, suster heran kok Anaknya kayak nggak mau jadi penanggungjawab gitu.

"Satu orang aja yang jadi penanggung jawab, mau Mas nya apa Mbak nya?"

"Dia aja suster saya nggak bawa KTP juga SIM dan identitas lainnya lupa di rumah."

Aryanti melongo nggak ngerti jalan pikiran Adrian kok malah melempar tanggungjawab pada dirinya, justru dirinya dan Mang Diman itu mau meminta pertanggungjawaban atas insiden tadi pagi, daripada berdebat panjang kali lebar Aryanti mengiyakan dan mengambil identitas dirinya dari tas selempang kecilnya.

Suster menuliskan segala sesuatu yang di perlukan dan memberikan kartu identitas Aryanti kembali.

"Bapaknya sudah di berikan pertolongan pertama, kalian berdua sekarang silahkan booking kamar mau kelas berapa silahkan ngantri di sana."

"Maaf suster, Bapak Saya hanya mau berobat ke sini, Dia pasien dr Zakir."

"Oh, dr Zakir prakteknya nanti sekitar jam sepuluh, apa mau ke dokter lain? apa mau nunggu aja, sekarang baru jam 07.30."

"Hei Aryanti gimana ini?"

"Kalau menurut Saya, sebaiknya bapakmu ke dr Zakir aja karena rekam medisnya ada pada dokter itu, kalau ke dokter lain kita konsultasi dari awal lagi, apalagi kita nggak tahu riwayat sakitnya Bapakmu, kamu tahu nggak?''

Pinter juga nih cewek pikir Adrian, dia sendiri boro-boro kepikiran seperti itu, nganter ya nganter aja nggak tahu selanjutnya seperti apa.

"Enggak, terus sekarang Kita kemana?"

"Daftar berobat jalan ke dokter Zakir itu, biarin Bapakmu agak pulih sedikit kalau udah masuk infusan. Kayaknya lambung itu sedari tadi pegang perut terus."

"Mungkin."

"Sakit apa Bapaknya sendiri nggak tahu, gimana kamu Adrian?"

"Saya memang nggak tahu, sudah kamu daftar aja bilang Bapak Surapraja gitu, biar dapat antrian duluan."

"Yeeee...yang duluan daftar ya duluan masuk, yang belakangan ya belakangan, nggak bisa gitu."

"Alah cepet kamu daftar, biar urusan kita cepet selesai nanti keburu aku berubah pikiran sama kamu, sampai malem baru kamu bisa pulang tahu rasa"

Aryanti menarik nafas panjang sambil beranjak, kapan Aku bisa balik lagi ke pasar pasti bapakku sudah datang dan cemas menunggunya.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa kunjungi juga karya Enis Sudrajat lainnya Insya Allah up setiap hari,dengan cerita yang pasti lebih greget.

❤️ Biarkan Aku Memilih.

❤️ Meniti Pelangi.

Selamat menikmati,Salam!

Tetap dingin

Sekembalinya Aryanti daftar ke dokter Zakir Aryanti duduk dekat Pak Surapraja yang kelihatan mulai segar, Adrian menelepon seseorang tak jauh dari ruang UGD cuma di sekat kaca tembus pandang.

Pak Surapraja memandang Aryanti dan mencoba mengingat kejadian pagi tadi, kok Aku jadi ngerepotin orang lain dari mulai mobil bisa jalan lagi bisa mengantar Dirinya ke rumah sakit atas negosiasi dengan warga yang usahanya ketabrak ya wanita ini, yang membersihkan kaca bagian depan mobilnya dari tumpahan bubur wanita ini, Aku turun dari mobil menyuruh Mang Diman minta kursi roda wanita ini, juga di masukan ke UGD biar di tangani medis segera wanita ini, yang daftarin Dirinya ke dokter Zakir juga wanita ini.

Timbul rasa simpatik dan kasihan pada wanita muda ini, ingin Pak Surapraja tahu lebih jauh siapa dia, kerjanya apa, juga orangtuanya.

"Mbak sini."

"Saya Pak?"

"Ya ya."

"Apa Bapak mau sesuatu, minum barangkali?"

"Saya sudah agak mendingan, paling nanti di periksa dokter dan bisa pulang. Saya selalu begini punya lambung kalau nggak ada istri Saya jarang ada yang ngingetin untuk makan."

"Memang Bapak nggak keingetan sama rasa lapar itu sendiri?"

Pak Surapraja menggeleng sambil tersenyum.

"Kenalan dulu saya Surapraja dan itu Anak Saya Adrian."

Aryanti mengulurkan tangannya sambil tersenyum dan menyebutkan namanya.

"Maaf dek Aryanti sayay sudah merepotkan kalian."

"Nggak apa apa Pak yang penting Bapak cepet tertangani dan bisa sehat kembali."

"Ngomong ngomong dek Aryanti ngapain pagi-pagi ada di pasar?."

"Saya memang di pasar Pak."

"Apa jualan?"

"Tidak Pak, Saya suka gantian sama Bapak Saya nungguin odong odong, kalau pagi hari suka ramai ibu ibu yang ke pasar bawa Anak, Anaknya di titipkan sama Kita biar naik odong odong dan ibunya belanja"

Pak Surapraja mengerutkan dahinya sambil manggut manggut.

"Usaha Kamui seperti itu Pak, tapi Alhamdulillah di syukuri aja sekarang Kami sudah punya dua tempat, pagi-pagi Bapak rangkai dulu yang di pasar setelah jalan Saya yang nungguin, lalu Bapak merangkai satu lagi di pinggiran taman alun-alun."

Pak Surapraja semakin manggut manggut.

"Tak terfikirkan sama dek Aryanti untuk mencari pekerjaan lain, misal kerja di mana aja gitu?"

"Sementara belum Pak, karena saya belum selesai kuliah, tapi kalau sudah selesai mah mau banget Saya kerja Pak."

"Oh oh oh...dek Aryanti kuliah juga?"

"Ya Pak sudah semester akhir, maunya cepet selesai biar nggak ngerepotin Bapak sama Mama lagi."

"Maaf berapa dek Aryanti dapat duit setiap harinya kalau saya boleh tahu?"

"Tergantung ramai enggaknya Pak, kadang kalau ramai dapat dua ratus ribu, tapi kalau lagi sepi dapat dua puluh lima ribu kadang lima puluh ribu Pak, apalagi kalau hujan sepi banget heeee..."

Pak Surapraja ikut tersenyum menanggapi cerita Aryanti.

Tak terasa waktu beranjak dan dokter Zakir mulai praktek, Pak Surapraja di dorong dan di persilahkan masuk, Aryanti pun ikut masuk Dokter Zakir minta maaf berkali kali pada Pak Surapraja karena Dia menjemput Istrinya yang habis lahiran ponselnya ketinggalan, Aryanti heran kok segitu hormatnya seorang dokter pada pasiennya, siapa Pak Surapraja, apa Ia orang yang begitu berpengaruh?

Selesai di periksa Pak Surapraja kelihatan segar, dan tetap ngobrol sama dokter Zakir.

"Kayaknya Bapak di tinggal Ibu ini jadi telat makannya ya?"

"Persis itu, Ibu lagi daftar Adelia kuliah di Australia. Sudah dua hari besok pulang."

"Yang Kakaknya Mas Adrian gimana kuliahnya sudah tamat belum?"

"Jangan tanya tamat deh dok soal Dia mah, kuliah sudah mau tujuh tahun nggak selesai selesai kebanyakan cutinya, malah ke susul Adiknya nanti heeee..."

"Ya kita berdo'a semoga suatu saat Mas Adrian cepet selesai kuliahnya."

"Aamiin."

"Eh Pak yang ini siapa."

"Oh itu keponakan syaya."

Pak Surapraja mengangguk pada Aryanti. Dokter pun tersenyum dan manggut sopan pada Aryanti, begitu juga Aryanti setengah bengong tersenyum juga.

"Bapak boleh pulang dan istirahat di rumah. Nanti sore saya lihat perkembangannya setelah minum obat, mari Saya antar sampai depan."

"Terimakasih dokter, nggak usah ngantar kasihan pasien lain Saya ada dek Aryanti dan Adrian di depan Saya pamit sekarang ya."

"Ya monggo Pak Surapraja, semoga lekas sembuh."

Seperti tadi Aryanti membimbing Pak Surapraja masuk mobil, dan mendudukan di kursi depan dan Adrian hanya menonton.

"Ya Allah Mang Diman di mana ? saya baru ingat, Mas Adrian lihat Mang Diman nggak?"

"Itu tidur di pos satpam."

Aryanti berlari ke pos satpam dan membangunkan Mang Diman dan diajaknya pulang karena urusan rumahsakit selesai tinggal urusan tadi pagi.

Mobil perlahan berjalan dan sampailah pada rumah yang seperti istana menurut pandangan Aryanti dan Mang Diman, mereka di sambut beberapa orang laki laki dan perempuan semua sigap membantu Pak Surapraja keluar dari mobil, keberadaan Aryanti dan Mang Diman seolah tak ada apa apanya mereka berdua minggir dan duduk di teras rumah mewah itu sambil melihat keajaiban di depan matanya.

Lama mereka duduk di teras belum ada perintah apapun.

"Yanti Kita kayak orang nyasar di sini ya begitu terasing nggak ada yang kenal."

"Biarin Mang Diman yang penting Kita dapat ganti rugi."

"Iya ya, Aku lapar banget Yanti belum sarapan dari pagi harusnya ini sudah makan siang."

"Sabar Mang Diman sama Saya juga."

Dan tak lama seorang wanita mungkin ART menyuruh mereka masuk, buru-buru Aryanti sama Mang Diman masuk ingin semuanya cepet selesai.

Datang ke dalam tak kalah mengagumkannya interior dan desainnya juga isi perabotan rumah membikin mata terbelalak. Wanita tadi terus melangkah entah kemana dan rumah itu terasa berbelok belok, dan sampailah ke satu ruangan duduk di sofa Pak Surapraja bersama Adrian yang memainkan ponselnya.

"Dek Aryanti sama Mang Diman silahkan makan dulu pasti sudah lapar banget setelah makan baru Kita bicara soal tadi, silahkan makan dulu ya, kalau nggak makan Saya nggak akan membahas soal tadi jadi makan dulu ajak Bi mereka makan."

Nggak pikir panjang Aryanti sama Mang Diman makan dengan lahapnya, seperti menu lebaran bahkan lebih kalau di rumahnya, segala ada komplit tinggal pilih mungkin ini yang di sebut empat sehat lima sempurna dan enam mewah, apalagi mejanya bisa di putar mau ngambil ini itu semua gampang dan terjangkau.

Selesai makan duduk Aryanti sebrang Pak Surapraja dan di sampingnya Mang Diman di ujung Adrian dalam diamnya masih memainkan ponselnya.

"Dek Aryanti berapa semua kira kira Saya harus mengganti kecelakaan tadi?"

"Saya nggak tahu Pak kalau kerugian sama yang lain cuma kerugian Saya odong odong Saya pada penyok, perlu las ketok juga beberapa hari nggak bisa kerja, terus gerobak bubur ayam sama peralatannya pada pecah juga tukang ikan hias yang motornya jatuh saya nggak bisa naksir."

"Sudahlah gini aja saya ganti baru semua, odong odong Kamu berapa harga barunya, terus gerobak bubur berapa juga motor tukang ikan hias berapa punya gambaran nggak?"

"Saya nggak pernah beli odong odong baru Pak Saya beli bekas tapi lumayan mahal juga Pak."

"Berapa mahalnya kira kira?"

"Dua puluh jutaan Pak dulu mah."

"Sudah Saya ganti tiga puluh juta buat odong odong dek Aryanti, sepuluh juta buat tukang bubur ayam dan sepuluh juta buat tukang ikan hias, untuk bagi bagi di lingkungan terdekat seperti Mang Diman ini bagi bagi sepuluh juta gimana kalau gitu?"

"Maaf Pak apa nggak kebesaran itu, perasaan Saya tak sebanding dengan kerusakan yang kami alami."

"Sudah saya pertimbangkan, saya mohon maaf sudah mengganggu waktu kalian juga dek Aryanti terima kasih bantuannya ya."

"Adrian tolong ambilkan tas Bapak di kamar sama amplop coklat di lacinya ya."

Adrian berdiri berjalan masuk kamar dan keluar dengan tas dan amplop, Pak Surapraja membuka tasnya dengan kode dan mengambil gepokan uang dimasukan ke amplop satu satu dan menyerahkan pada Aryanti.

"Dan ini buat ongkos taksi kalian karena Saya lagi nggak ada sopir untuk mengantar, sekali lagi terimakasih ya."

Gemetar Aryanti memasukan uang gepokan ke dalam tas nya terlihat tasnya kembung, lalu pamit bersalaman dengan Pak Surapraja dan Adrian....

.

.

.

.

Jangan lupa kunjungi juga karya Enis Sudrajat lainnya Insya Allah up setiap hari,dengan cerita yang pasti lebih greget.

❤️ Biarkan Aku Memilih.

❤️ Meniti Pelangi.

Selamat menikmati,Salam!

Pelajaran berharga

Sepeninggal Aryanti dan Mang Diman Pak Surapraja lama termenung mengamati Anaknya tidur di sofa ruang keluarga, begitu tanpa beban mau tidur ya tidur, mau main ya main, nggak mau kuliah ya keluyuran kemana Ia suka bersama teman temannya dan itu di biarkan sampai Ia merasa bosan sendiri.

Tapi semakin hari semakin Ia amati tak kunjung ada perubahan, kuliah terbengkalai, belajar memahami pekerjaan orangtua juga enggak, disuruh mondok di pesantren memperdalam ilmu agama menolak sebenarnya apa mau mu Anakku?

Aku memang terlalu mencintai dan menyayanginya, Dia saksi perjalanan rumahtangga dan usahaku. Apa yang Dia inginkan Aku kasih apa yang Dia mau Aku kabulkan malah Adiknya Adelia nyusul Kakaknya sudah mulai masuk kuliah.

Pikirannya melayang pada sosok Aryanti, seandainya Anakku seperti itu begitu lembut memperlakukan Aku sebagai orang tua, betapa damainya saat bicara menawarkan pertolongan, pekerja keras bahkan kerja bergantian dengan Bapaknya, pontang panting menyisihkan uang untuk bisa kuliah.

Sedang keadaan Aku apa yang kurang? jangankan untuk biaya kuliah untuk membuat sekolah tinggi pun Aku sanggup.Tapi di sisi lain Anakku tak ada kemauan untuk menyelesaikan kuliahnya,sedang tuntutan pekerjaan mengharuskan seperti itu harapan orangtua Anak bisa meneruskan bisnis yang di bangun dari bawah.

Akan seperti apa jadinya kalau semua bawahannya bertitel sarjana? sedangkan bakal calon pimpinan mereka belum jadi apa apa?

Pak Surapraja menarik nafas berat harus ada perubahan, dan harus punya trik agar Aku bisa memasukkan faham yang benar dan dimengerti oleh Adrian, Adrian harus mengerti apa keinginanku dan harapanku padanya, Aku harus agak keras sedikit dan itu sesuatu yang belum Aku coba.

Pak Surapraja lalu video call seseorang dan menyuruhnya datang, selalu video call karena Pak Surapraja selalu ingin tahu lagi apa dan di mana lawan bicaranya berada, seperti pada istri, anak-anak nya juga orang kepercayaannya.

Tak lama berselang datanglah satpam memberitahu orang yang di panggil sudah di depan.

"Pak Praja, Pak Daud sudah ada di depan suruh menemui Bapak di mana?"

"Ya, suruh tunggu di ruang kerja Saya."

"Baik Pak."

Satpam pun ngeloyor pergi lagi dan Pak Surapraja bangkit sambil menatap Anaknya Adrian yang tidur di sofa.

Pak Daud lebih tepatnya adalah ajudan tangan kanan Pak Surapraja atau lebih di kenal orang kepercayaannya, juga saudara jauh, dan teman seperjuangan Pak Surapraja teman kuliahnya dulu mungkin sekarang tepatnya seorang dewan pertimbangan Pak Surapraja tentang urusan bisnisnya, tentang urusan keluarganya juga urusan urusan lainnya.

Pak Daud berperawakan tinggi gede kulit coklat dan berkumis lebat, seperti bodyguard bodyguard di film mafia, tapi itu hanya tampak luarnya saja lain kalau sudah kenal hatinya orang pasti nggak nyangka hatinya baik ngomongnya sopan begitu menghargai setiap orang.

Pak Surapraja menarik napas berat dan panjang di hadapan Pak Daud, seakan punya beban yang begitu berat.

"Pak Praja memanggil Saya?"

"Ya Mas, Aku sudah sakit sakitan terlalu capai mengurus bisnis Kita yang semakin berkembang sesuai tuntutan keadaan dan zaman tapi Aku belum bisa estafet kan semua ini pada generasiku."

"Ya ya ya..."

"Mas tahu sendiri apa yang bisa Aku harapkan dari Anakku Adrian, kuliah nggak tamat tamat malah sekarang ke susul Adiknya Adelia mulai masuk kuliah, kecemasanku sangat beralasan Mas."

"Saya paham Pak."

"Coba Mas bantu Saya cari solusi untuk masalah ini, tiap hari orang melamar pekerjaan di hotel kita dengan titel sarjana, D3 dan sudah jarang setingkat SMA. Sedangkan bakal calon pimpinan Kita jangankan titel sarjana luar negeri sarjana dalam negeri juga belum nempel di namanya."

"Barangkali ada rencana Bapak atau Kita pikirkan bersama?"

"Mas sebenarnya Saya terinspirasi seorang gadis namanya Aryanti, dari keluarga biasa biasa saja kerja nunggu odong odong di sela sela waktu kuliahnya gantian sama Bapaknya di pertigaan pasar, tapi Dia punya semangat belajar tinggi Dia kuliah dan hampir selesai."

"Bapak kenal dari mana?"

"Panjang ceritanya Mas, pernah nolong dan memberi jalan keluar dari permasalahan ku waktu Aku pagi itu tiba tiba sakit dan Aku maksa Adrian mengantar ke rumah sakit. Adrian yang dalam kondisi ngantuk berat nabrak odong odong Dia dan dagangan lainnya masih untung nggak di hakimi orang se pasar.

Aku negosiasi sama Dia dan Aku ajak ke rumah sakit diantar temannya tukang parkir tapi Aku begitu damai dengan cara Dia memperlakukanku, menolong Aku menawarkan sekecil apapun bantuan untukku."

Pak Daud manggut manggut, sambil mengerutkan keningnya, seperti berfikir...

"Sampai Aku membayangkan andai Anakku yang seperti itu Mas betapa bahagianya hati ini, hormat sayang nurut sama orangtua."

"Sabar Pak, sabar...belum saatnya saja Kita kan lagi mencoba mengarahkannya ke arah yang lebih baik."

"Nak Aryanti begitu sempurna sebagai seorang Anak itu yang ada di pikiranku Mas, dan Aku ingin Anakku meneladani Dia. Aku ada rencana untuk Adrian Langkah pertama ajak Dia gabung di team kerja Kita bagaimanapun caranya Dia sangat berpotensi dan pasti gigih, langkah kedua stop kegiatan Adrian yang tidak bermanfaat seperti kumpul kumpul dengan teman temannya, begadang semalaman dan keluyuran nggak jelas, langkah ketiga masukkan Adrian ke team kerja Kita dan satu lagi Nak Aryanti jago taekwondo buat Adrian menyukai beladiri itu."

"Saya mengerti arah Bapak, saya sudah dapat membaca arahnya, akan ada kompetisi nantinya, sesuatu yang tak terpikirkan sama Saya Pak semoga jalan ini berhasil."

"Saya mengandalkan mu Mas, dan Saya serahkan sepenuhnya sama Mas, oh ya... untuk mengajak Nak Aryanti bergabung boleh pake nama saya selanjutnya itu tugasmu."

"Saya siap Pak, Saya akan melaporkan setiap perkembangan yang di capai."

"Bagus, Saya sudah nggak sabar ingin perubahan yang berarti di Anak Saya dan ingin Nak Aryanti menjadi bagian dari perusahaan Kita, karena Dia begitu menginspirasi Saya."

"Baik Pak hari ini Saya akan memulainya menjadi detektif dulu haaaaaaaa..."

Pak Daud pamitan dan bersalaman sambil tertawa, hatinya senang melihat majikannya bisa terus terang soal permasalahanya dan alangkah senangnya juga seandainya Dirinya bisa mensukseskan semua yang di rencanakan nya tadi.

Sepanjang jalan pak Daud berpikir di balik kemudinya,ingin tahu seperti apa yang di sebut Pak Surapraja si pemberi inspirasi itu. Nak Aryanti sudah menarik perhatian boss besarnya seberapa cantik baik dan lembutnya Dia?

Jadi ingin segera melihatnya, dan suatu saat akan ku kenalkan juga pada anak ku ya anak ku kan dua duanya laki laki...Begitu jauh lamunan Pak Daud dan akhirnya senyum sendiri dan tak sadar ia sudah sampai di pertigaan pasar lalu menepikan mobilnya lalu turun.

Pak Daud celingukan sendiri belah mana ya odong odong itu? matanya menyapu semua sudut hiruk pikuk pasar tapi nggak melihat ada odong odong lagi berputar putar, ini kan pertigaan pasar yang di kasih tahu Pak Praja.

"Bapak menunggu seseorang? atau mencari sesuatu?"

"Oh ah eh...iya saya mencari tukang odong odong yang biasa mangkal di sini."

"Bapak guru taekwondo nya Aryanti bukan?"

"Bukan, emght Saya mau ngajak Nak Aryanti bekerja."

"Kerja apaan? kan Yanti udah kerja tiap hari juga di sini cuma sekarang odong odong nya lagi di perbaiki habis ketabrak mobil sedan dan di kasih ganti ruginya mantap banget."

"Saya teman Bapaknya."

"Oh teman Pak Nurhadi."

"Ya ya ya saya teman pak Nurhadi."

"Ke rumahnya aja Pak di belakang pasar ini yang itu jalannya, udah di dalam nanya aja Aryanti pada tahu kok."

"Oh ya terimakasih Mas."

.

.

.

.

.

Jangan lupa kunjungi juga karya Enis Sudrajat lainnya Insya Allah up setiap hari,dengan cerita yang pasti lebih greget.

❤️ Biarkan Aku Memilih.

❤️ Meniti Pelangi.

Selamat menikmati,Salam!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!