Bunda Untuk Aina
Muhammad Alvin Firmansyah
Alvin po
Namaku sama seperti yang kutuliskan di atas. Sebagian mungkin sudah tahu siapa aku. Atau hanya aku yang merasa dikenal?
Panggil aku Alvin, seorang duda beranak 1. What duda beranak satu? Kapan Alvin menikah?
Aku sempat merencanakan pernikahan dan tak lama setelah itu aku resmi menikah. Namun, garis jodohku dengan ibu dari putriku hanya selama 2 tahun. Tak perlu ku jelaskan alasannya. Karena aku rasa jika aku menjelaskannya itu hanya sekedar membuka luka lama dan aib rumah tanggaku. Kejadian itu sudah berlalu 2 tahun lalu.
Kini aku hidup dengan putri kecilku yang bernama Ayskaa Zaina Firmansyah yang sekarang berumur 3 tahun. Gadis kecil yang 2 tahun lalu ku perjuangkan di meja hijau pengadilan agar hak asuhnya bisa jatuh ke tanganku. Ia kini tumbuh menjadi gadis kecil penyemangatku.
Tidak mudah memang menjalani kehidupan sepertiku apalagi usiaku masih relatif muda 26 tahun. Disaat lelaki seusiaku banyak yang belum sekali pun menikah, aku bahkan sudah menyandang dua status sekaligus yaitu ayah dan ibu. Walaupun tetap aku tak boleh menghilangkan sosok ibu kandung bagi Aina.
Apa lagi yang ingin kalian tau tentang ku?
Pekerjaanku?
Baiklah aku adalah seorang Direktur utama di perusahaan keluarga Firmansyah. Karena abangku selaku anak lelaki pertama memilih jalan yang lain dengan yang digeluti Ayah. Sedangkan aku, aku bergerak di bidang yang sama dengan ayah.
Tapi selain itu aku juga memiliki pekerjaan selingan selaku dosen salah satu universitas di kota ini. Walaupun aku bukanlah dosen tetap jadwalku selaku dosen hanya berlaku hari dua kali dalam seminggu.
Bagaimana setelah sekilas mengenal tentangku apakah ada yang berminat untuk ku pinang?
Tapi maaf tawaranku itu hanya bercanda yaa.
Aku bertekad pada diriku sendiri jika aku hanya akan menikah lagi jika putri kecilku yang memintanya. Untuk kali ini aku harus lebih hati hati tentunya, tugasku tak hanya sebatas mencari istri melainkan juga mencari ibu sambung bagi Aina tentu bukan pekerjaan mudah.
Beruntung aku memiliki ibu, adik dan kakak ipar yang sangat bisa kupercaya dan kuandalkan untuk membantuku menjaga dan merawat Aina hingga saat ini. Mereka selalu berusaha membuat Aina tak merasakan kehilangan sosok ibu. Walau pada kenyataannya Aina hanya terhitung jari bertemu dengan ibunya. Bukan aku melarang dan aku yakin ibunya juga bukan tak ingin bertemu. Melainkan jarak dan keadaan yang membuat keadaan seperti ini. Ibunya kini memilih tinggal di luar negeri bersama keluarga barunya.
Apalagi yang harus aku jelaskan tentang ku?
Kriteria pasangan?
Yang pasti jika Aina meminta aku untuk memberikannya ibu sambung pasti kriteria utama yang kutetapkan tidak ada yang spesifik aku hanya ingin wanita muslimah yang menyayangi anaku dengan tulus karena anaku prioritasku. Sedikit klise memang karena tulus itu sulit di definisikan dan bagi setiap orangnya definisi tulis sendiri mungkin berbeda.
Tapi untunglah untuk saat ini Aina belum meminta akan hal itu. Walau ibu selalu bilang akan ada waktunya Aina butuh sosok seorang ibu apalagi Aina adalah perempuan sedangkan ibu, kakak ipar dan Vina tidak bisa benar benar 24 jam bersama Aina. Ya biarlah aku pikirkan nanti untuk itu. Toh Aina juga masih belum meminta itu padaku.
***
Bagi Alvin kesehariannya saat ini bersama putri kecilnya sudah sangat ia syukuri. Memberikan kebahagiaan bagi putri kecilnya adalah syarat mutlak kesuksesan bagi Alvin. Walau itu tidak akan mudah pastinya.
Bagaimana pun caranya Alvin akan selalu berusaha membahagiakan sumber kebahagiaannya sampai kapanpun bahkan sampai kelak ada sosok lelaki yang menjabat tangannya lalu mengucap saya terima nikahnya.
Jika dilihat dari sekarang waktu itu mungkin masih lama usia Aina saja saat ini masih 3 tahun. Tapi saatnya pasti ada.
Menjadi Ayah dan Ibu bagi putrinya, jika Alvin boleh jujur itu adalah hal tersulit. Lebih sulit dari mengajar mahasiswa berbagai macam karakter dan juga lebih sulit dari menghadapi banyak karyawan. Tentunya karena Alvin selalu ingin yang terbaik untung sang putri.
***
Setiap harinya sebelum pergi ke kantor Alvin punya rutinitas untuk mengantarkan Aina sesuai dengan keinginan Aina mau ke rumah nenek atau ke rumah Abangnya.
"Anak Papa hari ini mau di antar ke mana? Ke rumah aunty Zia atau ke Rumah nenek?" tanya Alvin sambil menggendong putrinya.
Bukannya menjawab Aina malah semakin erat melingkarkan tangannya di leher Alvin sambil menggeleng.
"Ama Papa aja." jawabnya.
Beginilah gadis kecilnya jika sedang manja.
"Sayang sekarang Papa perginya bukan ke kantor tapi ke kampus jadi papa gak bisa bawa Aina."
"Ikut papa." jawab Aina.
"Papa cuma sebentar 2 jam aja. Nanti abis ini Papa pulang kita main Aina mau kemana?"
"Pay glound." jawab Aina.
"Oke tuan putri kalau gitu Papa antar ke rumah nenek ya yang deket ke kampus biar nanti cepet Papa jemput Aina nya."
Aina hanya mengangguk di leher Alvin.
10 menit saja Alvin sudah sampai di rumah Ibu.
"Ayo sayang udah sampai nih." ajak Alvin sambil membuka seatbelt nya.
Aina hanya diam sambil merentangkan tangannya.
"Aduuduh anak papa lagi manja ya ini ya hmm." kata Alvin sambil menciumi putrinya.
Alvin menggendong Aina turun dari mobil.
"Assalamualaikum." ucap Alvin saat memasuki rumah.
"Waalaikumsalam. Eh cucu nenek udah dateng. Sini sama nenek." ajak ibu tapi Aina malah semakin membelitkan tangan di leher Alvin.
"Kenapa?" tanya ibu tanpa suara?
"Mau main sama Alvin. Tapi Alvin harus ke kampus dulu."
Ibu mengangguk faham.
"Aina sama nenek dulu yuk. Papa kan cuma sebentar ke kampusnya. Atau Aina ke play ground duluan sama nenek nanti Papa nyusul mau?" tawar ibu.
Tapi rupanya tidak semudah itu membujuk anak Papa yang sedang manja.
"Sayang sama nenek dulu ya." bujuk Alvin.
"Papa." jawab Aina.
"Sayang dengerin Papa. Sekarangkan masih jam 7 play ground nya belum buka. Papa ke kampus dulu nanti Papa jemput Aina terus kita ke play ground ya."
Aina lagi lagi menggeleng. Tidak biasanya Aina semanja ini. Biasanya semanja manjanya Aina, ia masih bisa mengerti jika Alvin harus ke kantor atau ke kampus.
"Yaudah masuk dulu deh mendingan duduk dulu." kata ibu.
Alvin menurut ia duduk di ruang keluarga. Kebetulan ada ayah di situ.
"Hai cucu kakek kenapa? Kok tumben di gendong papa? Biasanya lari sendiri nyariin kakek. Sini yuk sama kakek." bujuk ayah. Tapi lagi lagi Aina tidak tertarik. Bahkan ketika duduk pun Aina masih enggan melepaskan tubuhnya dari dekapan Alvin.
"Anak Papa kenapa? Mau main di play ground? Iya nanti kita main Papa janji tapi papa ke kampus dulu ya?" Alvin mencoba membujuk lagi.
Aina menggeleng.
"Ikut Papa." jawab Aina dengan sudut bibir yang berkedut dan hendak menangis.
"Yaudah Papa gak jadi pergi di sini aja sama Aina. Tapi ini yang terakhir ya. Besok dan seterusnya Aina harus jadi anak shalehah dong." kata Alvin.
Aina hanya mengangguk. Alvin mencium gemas pipi putrinya itu.
Alvin segera mengabarkan pada mahasiswanya jika dirinya tidak bisa masuk.
"Sekarang kan udah sama Papa. Aina mau apa?" tanya Alvin.
Aina menggeleng.
"Aina kenapa sih? Dari semalam begini terus Papa salah?" tanya Alvin.
"Kenapa sih vin?" tanya Ibu.
"Gak tau Alvin juga dari semalam gak mau lepas dari Alvin. Alvin tinggal mandi aja nangis."
"Kamu inget inget coba kenapa dia begitu?"
Alvin diam sejenak. Tak lama ia mengangguk angguk seolah sudah tahu penyebab putrinya menjadi manja seperti ini.
Alvin mengeratkan pelukan pada putrinya.
"It's okay sayang ada Papa." ucap Alvin.
Flashback on...
Semalam Abrar sekertaris Alvin datang ke rumah bersama anak dan Istrinya. Tujuannya adalah Abrar ingin bersilaturahin sekaligus mengenalkan keluarganya yang mulai kemarin menetap di kota ini.
Dan malam itu putri dari Abrar sangat lengket sekali dengan ibunya tak pernah lepas dari ibunya.
Aina yang saat itu berada di pangkuan Alvin melihat itu. Melihat bagaimana anak itu di peluk oleh ibunya, di cium, di usap, di gendong.
Sementara Aina sangat jarang merasakan itu dari sang Mama. Masih kecil bukan berarti tak berperasaan. Masih kecil bukan berarti tak merasakan.
Usai Abrar dan keluarganya pamit. Aina langsung meminta Alvin untuk menelpon mamanya. Tapi sayangnya beberapa kali usahanya tidak berhasil tak satupun telepon Alvin diangkat oleh mantan istrinya.
Dan sejak itu Aina benar benar tak mau lepas dari Alvin.
Flashback off...
"Aina tadi di rumah kan belum makan. Sekarang makan ya Papa suapin ya."
Aina hanya mengangguk. Putrinya yang biasanya cerewet itu kini menjadi pendiam. Alvin tak tau harus bagaimana. Ini baru pertama kali Aina seperti ini.
Biasanya Aina adalah putri kecil yang pengertian mungkin bisa di bilang sudah cukup mandiri untuk seusianya. Di usia Aina yang baru 3 tahun ia harus merasakan di tinggal oleh sang Papa setiap harinya. Kemudian di titipkan kepada orang orang yang berbeda. Walaupun itu keluarga, rasanya Aina masih terlalu kecil tapi ia harus bisa menyesuaikan dengan berbagai kondisi.
Pukul 11.00 Alvin baru pergi dari rumah menepati janjinya pada Aina untuk bermain di playground. Alvin berharap usahanya bisa menghapus kesedihan putrinya saat ini.
"Dah sok main banyak temenya tuh. Papa tunggu di sini ya."
Seulas senyum muncul dari bibir mungilnya. Lalu berdadah dadah pada Alvin kemudian berlari ke arena bermain.
"Be carefull sayang." teriak Alvin.
"Okay Papa." jawab Aina.
Alvin menunggu putrinya bermain sambil memeriksa tugas mahasiswa mahasiswi yang masuk ke email nya.
Alvin harus pandai pandai membagi waktu.
Sudah puas bermain Aina berlari ke arah sang Papa.
"Dol." katanya berusaha mengagetkan sang Papa.
"Eh anak papa mau ngagetin papa ya?" kata Alvin langsung memeluk dan mencium putrinya.
Aina hanya tersenyum.
"Udah mainnya?"
"Dah." jawab Aina.
"Yaudah pake lagi dong sepatunya. Mau papa bantu?"
"No. No." jawab Aina.
Alvin menuntun Aina keluar dari area bermain.
"Putrinya papa mau apa lagi sekarang?" tanya Alvin. Ia senang putrinya sudah tidak murung lagi sekarang.
"E klim Papa." jawab Aina.
"Kemarin kan udah makan es krim nanti Aina pilek. Yang lain aja ya mau apa?"
"Cokat."
"Yang lain."
"Pelmen."
"Yang lain."
"E klim Papa." rengek Aina.
"Beli es krim es kriman aja mau?"
"E klim." paksa Aina.
"Okelah tapi sedikit aja."
"Dua." kata Aina sambil menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Satu."
"Dua."
"Papa marah deh." Alvin menghentikan langkahnya lalu melipat tangan di dadanya.
"Tatu Papa." ucap Aina sambil memeluk kaki Alvin.
"Good girl." ucap Alvin sambil menggendong Aina.
Setelah semua kemauannya di penuhi Alvin nampaknya gadis kecil itu pun jadi lelah sendiri. Alhasil sepanjang perjalanan pulang ia tertidur lelap.
Alvin memandangi wajah tenang putrinya saat tertidur. Perpaduan antara Alvin dan mantan istrinya sangat jelas pada wajah Aina.
"Maafkan Papa ya sayang. Gak bisa memberikan keluarga yang utuh dan kasih sayang yang sempurna buat kamu." ucap Alvin sambil menyusap rambut Aina.
***To Be Continued...
See You Next Part***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Helen Gunawan
good crita2 tamat ku sikat tuntas
2023-06-06
0
fatma
🤙
2022-11-17
0
Ida Lailamajenun
baru mampir nyimak dulu
2022-06-24
0