Bramasta
“Eh elo kenapa?... tunggu, tunggu... elo Bram kan, anak 8-J?”
Anak lelaki berseragam SMP itu menoleh ke arah sumber suara. Bagaimana bisa anak perempuan itu berada di sini. Bram sangat meyakini bahwa tempat itu adalah tempat yang jauh dari jangkauan siapapun, termasuk guru sekolah. Lantas mengapa anak perempuan yang terlihat, cupu itu bisa sampai di sini. Bram menilai penampilan gadis itu, “nggak menarik.”
Bram meringkuk, menggigil. Duduk, tangannya memeluk kedua lutut. Menelungkupkan wajah diantara kedua lutut.Menjadikan lutut sebagai sandaran kepala yang terasa berat. Matanya merah.
Dia tidak mempedulikan kehadiran anak perempuan itu. Dia sibuk memikirkan diri sendiri. Tentang bagaimana mengatasi rasa yang menyerang tubuhnya. Tiba-tiba terlintas di benaknya mungkin anak perempuan itu ada gunanya.
Bram mengangkat kepala menoleh ke arah anak perempuan itu.
“Eh cewek, sini bentar.” ia memerintah.
Gadis itu berjalan menghampirinya, lebih dekat. Gadis itu meneliti wajah Bram, sangat dekat, menyisakan jarak hanya beberapa centi. Yang ditatap berubah gusar.
“Ck...elo ngapain ngeliatin gue, suka? biasa aja sih, nggak pernah lihat cowok ganteng ya lo?“
Gadis itu memutar bola matanya, kesal. Dia tahu Bram cukup tenar di sekolah. Anak lelaki itu memiliki hobi membuat onar. Tentang apapun. Mungkin buku kasus hanya berisi namanya saja. Dia merasa aneh dengan anak lelaki itu. Kalau sakit kenapa tidak ke UKS saja, kenapa malah bersembunyi di tempat seperti ini. Bagaimana kalau dia mati lalu membusuk karena tidak ada yang menemukan jasadnya?.
“Malah bengong, sini guepinjem bros elu.”
Dengan gerakan tak terduga, Bram melepaskan bros hellokitty yang terpasang di kerah baju gadis itu.
Gadis itu berusaha merebut benda miliknya. Namun dia kalah tenaga. Anak lelaki itu jauh lebih kuat dibanding dirinya.
“Gue pinjem bentar, elah pelit banget.” Bram menaikkan intonasi.
“Aneh banget sih lominjem tapi galak. Dan elo juga aneh. Udah tahu sakit malah sembunyi di sini. Kalau elo mati dan membusuk di sini nggak akan ada yang tahu. Ngerti nggak lo?“
Bram tidak mempedulikan ocehan gadis itu. Ia berbalik badan membelakangi, berusaha agar gadis itu tak bisa melihat apa yang dilakukannya. Dia menusuk bagian dalam sikunya dengan ujung jarum bros hellokitty, menghisap darahnya sendiri.
Gadis itu mendekati Bram, mencari tahu apa yang dikerjakan anak lelaki itu. Dia terkejut, sangat. Bagaimana bisa anak lelaki itu melukai dirinya sendiri lalu... menghisap... darah.
Anak perempuan yang juga berseragam SMP itu memundurkan langkahnya. Dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia masih menatap Bram. Gadis itu mengernyitkan dahi, bingung. Bram dengan kondisi seburuk itu sesaat berubah menjadi segar kembali.
Bagian belakang tubuh gadis itu sudah berhimpitan dengan tembok. Matanya membelalak, mulutnya terbuka lebar, tiba-tiba saja gadis itu berteriak. Dia merasa takut, sangat takut. Berdua dengan anak lelaki itu membuatnya menyesali datang ke tempat itu.
Bram bangun, buru-buru menghampiri gadis itu. Dia harus sesegera mungkin membungkam mulut gadis itu.
Tubuh Bram menempel dengan posisi berhadapan dengan gadis itu. Tangannya menutup mulutnya dengan kuat. Dia memiringkan kepala, berbisik di telinga gadis itu.
“Ssssttt tenang, gue nggak akan celakai elo asal elo bisa tutup mulut dengan apa yang elo lihat barusan.”
Sebentuk cairan bening membasahi pipi gadis itu, ia menangis. Bram semakin kesal dibuatnya. “Dasar cewek nyusahinaja.” Bram membatin.
Tangis gadis itu semakin kencang, dia terisak. Bram menjadi semakin bingung. Isi kepalanya mendadak kosong. Yang dia pikirkan hanya bila ada yang memergoki, tamatlah riwayatnya. Sudah pasti pihak sekolah akan memanggil orang tuanya. Di situ ia merasa hidupnya akan berakhir. Ia membayangkan dirinya berada di tiang gantungan berhadapan dengan papa yang memegang pisau, menguliti hidup-hidup. Lalu jasadnya dilemparke dalam kandang serigala. Baru membayangkan saja sudah membuat akal sehatnya menguap. Satu-satunya harapan hanyalah gadis cupu di depannya.
Bram merasakan tubuh gadis itu meronta minta dilepaskan. Seketika tubuh Bram meluruh ke tanah. Ia bersimpuh di hadapan gadis yang ia tidak tahu namanya. Rambutnya dikuncir kuda dengan poni menutup dahi. Kacamata lebar, lebih tepatnya kacamuka.
Dengan kedua tangan yang memegang kedua gadis itu, memastikan agar tidak kabur, ia mengucapkan permohonan yang terdengar memilukan. Bayangkan, seorang idola sekolah, murid paling tampan dan... tajir kini seperti pesakitan.
“Please,,,gue minta tolong sama lo jaga baik-baik rahasia gue ini. Hidup mati gue sekarang ada di tangan lo jadi gue mohon berbaik hatilah sedikit.”
Tangis gadis itu mereda. Masih sesunggukan. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.
“Elo...elo ngapain sih sebenarnya? gue sama sekali nggak ngerti dengan apa yang terjadi dengan diri elo. Yang gue pikirkan sekarang, apa ini yang dinamakan sakau? Aaah... Apakah elo nge-drugs Bram?”. Bibir gadis itu bergetar hebat. Sekuat tenaga ia mengumpulkan kekuatan. Gadis itu tidak pernah mengerti dengan pergaulan kelam seperti itu. Yang ia tahu hanyalah belajar, berusaha sekuat tenaga agar nilainya tidak turun dan mempertahankan beasiswa sekolah. Tanpa beasiswa itu mungkin sekarang ia tidak akan merasakan nikmatnya duduk di bangku sekolah.
Sejak kecil ia sudah berjuang untuk hidupnya. Bahkan orang tua pun entah dimana. Apakah ia masih memiliki orang tua, entahlah. Yang ia tahu semenjak bayi dia diasuh ibu panti setelah sang ibu panti menemukan keranjang berisi bayi, dirinya. Hidupnya bergantung dari belas kasihan orang. Bagaimana mungkin ia mampus mengecewakan orang yang sukarela berbaik hati sementara orang tuanya sendiri bahkan tak mengharap kehadirannya.
“Gue bakal cerita semuanya tapi nggak sekarang. Gue akan lakukan apapun yang elo mau asalkan tutup rapat rahasia ini, please...mau ya... mau.”
“Gue nggak bisa menjanjikan apapun Bram. Kalau elo tahu salah kenapa masih dilakuin sih? Harusnya elo mikir sekarang bukan anak kecil lagi kan?”
Bram tersenyum getir, “Iya gue ngaku salah.”
Triiiing...
Bel berbunyi nyaring pertanda jam istirahat selesai. Gadis itu berlari menuju kelas. Bram tinggal seorang diri. Ia menjambak rambutnya frustrasi.
“Ck aaah elah bego banget sih gue sampek ketahuan begini. Shiiiitt...siapa namanya tuh cewek tadi. Hah... “
Dobel shit untuk hari ini. Bram tak henti mengumpati kebodohannya.
Ia masih menggenggam bros bentuk hellokitty milik gadis cupu tadi. Perlahan senyumnya mengembang penuh kemenangan. Anak lelaki bertubuh tinggi besar itu melangkah memasuki kelas. Ia menyusun siasat untuk mengendalikan gadis itu. Seorang Bramasta tidak akan mampu dikalahkan, apalagi oleh seorang perempuan. Selama ini apapun bisa ia dapatkan dengan mudah, apapun. Ooh tidak, ia melupakan satu hal, perhatian kedua orangtuanya yang tidak pernah ia dapatkan. Mereka terlalu sibuk bila hanya sekedar memikirkan anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
dewi patmawati
mampir thor
2021-02-13
0
Erni Fitriana
start y thor
2021-02-02
0