Malaikat Pelindung
Arifah Aryani Wijaya adalah seorang anak yang mempunyai malaikat pelindung. Malaikat pelindungnya akan selalu datang tepat waktu ketika Arifah dalam bahaya.
Arifah memberinya nama Putri. Meskipun Arifah tidak pernah mengetahui sosok malaikat pelindungnya berwujud pria atau wanita dan bahkan suaranya saja sangat sulit untuk dikenali, tapi ia tetap memberinya nama Putri. Lalu kenapa Putri? Tentu saja karena Arifah adalah seorang putri.
Arifah yang masih duduk dikelas enam Sekolah Dasar sering kali mendapatkan kenakalan teman-temannya bahkan gurunya sendiri pernah sesekali mempermalukannya.
Teng..teng..teng..
Bunyi lonceng istirahat.
Arifah keluar kelas dengan langkah gontai menuju pohon akasia, ia duduk dibawahnya. Arifah sangat senang dengan suasana dibawah pohon akasia yg besar dan sangat lebat daunnya, benar-benar membuat suasana tenang, nyaman ditambah lagi dengan angin sepoi-sepoi membuatnya ingin terus berlama-lama disana. Dikejauhan terlihat anak laki-laki sedang asyik bermain sepak bola. Mereka saling berebut bola dan tak jarang berteriak. Arifah benar-benar tidak paham dengan dunia persepakbolaan, kenapa mereka senang sekali dengan permainan yang sangat melelahkan itu.
"Hai lihat apa yang aku bawa." Tiba-tiba Vika datang dengan menunjukkan sebuah amplop cantik.
Benar-benar mengganggu, batin Arifah. Ia kesal dengan kedatangan Vika yang membuyarkan lamunannya, tetapi penasaran dengan apa yang ada ditangan Vika.
"Apa itu?" Tanya Arifah.
"Aku juga tidak tahu isi amplop ini apa, tapi kalau dilihat-lihat dari amplopnya yang terkesan romantis dan berbau wangi aku yakin isinya surat cinta." Jawab Vika menjelaskan sambil tersenyum manis kearah Arifah.
"Cinta apa, cinta monyet?" Jawab Arifah ketus.
"Tapi penasaran kan? Ayo ambil dan buka saja." Vika menyodorkan amplop cantik dan berbau wangi itu.
"Memang ini dari siapa?" Tanya Arifah dan menerima amplop pemberian Vika.
"Januar." Jawab Vika pelan.
Arifah mengernyitkan keningnya heran. Kemudian secara perlahan ia membuka amplop itu.
Halo Arifah, kamu apa kabar? Maaf ya aku terpaksa kasih kamu surat, karena aku belum bisa ngomong secara langsung sama kamu. Sebenarnya aku sudah sangat lama mengagumi mu dan perasaan kagum itu lama-lama jadi cinta. Kamu mungkin kaget dengan pengakuan.ku ini dan aku tahu kita masih kecil dan masih sangat polos. Tapi sungguh, aku yakin ini cinta. Maukah kamu jadi pacarku? Balas ya surat ini, aku sangat menunggu jawaban dari kamu. Oh ya balasan surat kamu itu kasih ke Vika saja. Dan aku harap kamu tidak marah dengan ungkapan cinta ku ini.
Januar
"Aih surat apa ini! Tidak penting!"
Arifah melipat surat itu kembali dan memberikannya pada Vika.
"Wah itu surat cinta, ayolah balas Arifah." Kata Vika dengan tawa lebarnya.
"Untuk apa dibalas? Tidak penting!" Sahut Arifah lalu pergi meninggalkan Vika yang bengong sampai bibirnya membentuk huruf o.
Sementara Siska dari kejauhan sedari tadi memperhatikan mereka berdua. Melihat Vika yang ditinggalkan Arifah seperti itu, membuatnya penasaran dan mencoba bertanya.
"Ada apa?" Siska datang menghampiri Vika lalu duduk disampingnya dan memperhatikan wajah Vika yang kesal.
"Aku mau ngerjain Arifah dengan surat cinta dari Januar ini, tapi gagal!" Jawab Vika kesal.
"Apa? Arifah dapat surat cinta dari Januar?" Tanya Siska yang bingung tak percaya.
"Tidak usah banyak tanya! Sekarang bantu aku mikir, gimana caranya supaya Arifah mau balas surat ini!" perintah Vika dengan tatapan penuh harap.
"Tunggu dulu, apa ini sungguh surat cinta dari Januar untuk Arifah?" Tanya Siska menunjuk surat berbau wangi itu.
"Tidak, surat ini aku yang buat sendiri. Tujuannya adalah agar Arifah tidak fokus dengan pelajaran dan aku ingin nilai dia jelek dengan begitu guru-guru pasti akan membencinya." Jawab Vika mengepalkan tangan.
"Apa tidak ada cara lain selain surat yang tidak penting ini?" Tanya Siska mengejek.
"Pokoknya aku mau surat ini harus dibalas sama Arifah, apapun caranya harus dibalas dan kamu harus bantu aku! Titik!" jawab Vika semakin kesal karena Siska terlalu banyak tanya.
"Tenang, itu mudah saja, aku pasti bantu kamu. Kamu tahu sendiri kan dari dulu aku selalu ada dipihak kamu." Siska merangkul Vika meyakinkan.
"Bagus!" Vika menyeringai.
***
Arifah menuju kelas, hanya ada beberapa orang saja didalam. Arifah tidak memperdulikan mereka, ia masih bingung kenapa Januar menulis surat konyol itu untuknya. Arifah benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Sudahlah jangan terlalu dipikirkan, lagipula itu tidak penting, yang penting sekarang adalah aku harus fokus dengan ujian yang tinggal beberapa minggu lagi, pikirnya, lalu mengambil nafas panjang dan membuangnya kasar.
Tanpa sengaja Arifah melihat sahabatnya berjalan mengendap-endap hendak mengagetkannya.
"Hei!" Maya tiba-tiba datang dengan memukul meja.
Arifah hanya meliriknya kesal. Maya adalah teman sebangku Arifah dan ia adalah anak yang pintar dan berprestasi.
"Kenapa tidak kaget?" Tanya Maya sambil duduk disamping Arifah. Maya benar-benar penasaran kenapa wajah Arifah tampak kesal hari ini, tidak seperti biasanya selalu ceria.
"Aku mencari kamu sampai keliling sekolah loh, ternyata kamu disini!" Maya menjelaskan. "Kamu kenapa?" tanyanya lagi sambil memegang kedua pipinya dengan kedua tangannya.
"Tidak ada." Jawab Arifah cuek.
"Aku tidak yakin jika tidak ada sesuatu, ayolah cerita, aku siap mendengar" ucap Maya dengan mengedipkan matanya berkali-kali.
"Aku bilang tidak ada ya tidak ada!" jawab Arifah yang semakin kesal.
"Baiklah baiklah kalau tidak mau cerita, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar siap. Oh ya, aku punya sesuatu buat kamu." Maya mengambil sesuatu didalam tasnya, plastik berwarna hitam.
"Apa itu?" Tanya Arifah. Matanya berbinar-binar melihat plastik hitam yang diambil Maya dari tasnya rasa kesal yang memuncuk pun hilang berubah jadi rasa penasaran. Arifah benar-benar berharap itu adalah sesuatu yang enak. Tapi kenapa tidak ada tercium bau makanan? Pikir Arifah.
Maya membuka plastik hitam itu dan menunjukkannya pada Arifah.
"Telur puyuh?" Tanya Arifah heran. Ia tidak pernah memakan telur puyuh, ia hanya pernah melihatnya saja, jenis telur yang diketahuinya hanyalah telur ayam, karena telur ayam adalah makanan favoritnya. Arifah sangat suka olahan telur seperti telur dadar, dan telur mata sapi.
"Apa ini enak? Sudah dimasak atau belum?" Tanya Arifah lagi yang juga penasaran dan mengambil sebiji telur puyuh. Setelah dilihat-lihat menurutnya telur puyuh itu sangat imut dan lucu, benar-benar menggemaskan. Tanpa sadar bibir Arifah mengembang, ia sangat senang dengan telur itu.
"Ini enak, sangat enak, lebih enak dari telur ayam. Tapi aku tidak tahu apakah telur ini sudah dimasak atau belum. Aku hanya mengambil beberapa saja dari dapur dan aku ingin memberikannya untukmu, ambillah, ambillah semuanya, semuanya untukmu." Maya menjelaskan panjang lebar dan menyodorkan plastik hitam tadi didepan Arifah.
"Tapi aku takut ini belum masak, bagaimana kalau nanti pecah?" tanya Arifah menatap Maya berusaha menyelidik.
"Mudah-mudahan tidak pecah, mudah-mudahan sudah dimasak ibu, jadi kamu tidak perlu khawatir." Maya meyakinkan.
"Baiklah. Aku percaya sama kamu, terima kasih. Aku simpan ya." Dibalas anggukan Maya.
Arifah dengan senyum mengembang mengambil semua telur puyuh yang ada didepannya. Tak lupa ia menghitungnya, ada sepuluh butir telur puyuh, lalu memasukkannya kedalam tas. Namun Arifah lupa memasukkan tasnya kedalam laci meja, ia hanya meletakkan tasnya ditengah-tengah kursi, yakni diantara Arifah dan Maya.
Kenapa ditengah-tengah kursi? Karena kursi disekolah itu bentuknya memanjang.
Teng.. Teng.. Teng...
Bunyi lonceng sekolah menandakan masuk pelajaran selanjutnya.
Arifah lalu mengambil alat tulis, buku tulis, dan buku cetak yang akan dipelajari di jam itu. Tak lama kemudian Pak Rusli datang.
"Selamat siang anak-anak!" Sapa Pak Rusli.
"Siang Pak Guru!" Jawab kami serempak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
HIATUS
Mampir bawa like thor ❤
2021-03-20
1
Ade Yayuk
suka❤
2021-03-11
1
Pujas_erha🤓
Pujas mampir kakz🤓
2021-02-05
2