Teng.. Teng.. Teng...
Bunyi lonceng sekolah menandakan masuk pelajaran selanjutnya.
Arifah lalu mengambil alat tulis, buku tulis, dan buku cetak yang akan dipelajari di jam itu. Tak lama kemudian Pak Rusli datang.
"Selamat siang anak-anak!" Sapa Pak Rusli.
"Siang Pak Guru!" Jawab kami serempak.
"Mari masuk!" Pak Rusli mempersilahkan seorang siswa untuk masuk kedalam kelas.
Ketika siswa tersebut memasuki ruangan, para siswa dan siswi sangat riuh terutama para siswi mereka saling berbisik melihat penampilan siswa yang baru tiba bersama Pak Rusli.
"Tampan sekali, aku belum pernah melihat laki-laki setampan dia."
"Astaga mimpi apa aku semalam?"
"Aku akui dia tampan, tapi Januar masih lebih dari dia."
Para siswi terpesona dengan ketampanan yang dimiliki siswa itu, ada pula yang membandingkannya dengan Januar. Januar adalah idola para siswi kala itu, dan siswa yang bersama Pak Rusli kemungkinan akan menjadi saingan berat Januar.
"Anak-anak, dia adalah siswa baru pindahan dari kota Medan dan dia akan menjadi teman kalian disekolah ini." Pak Rusli menjelaskan pada para siswa dan siswi dan merangkul pundak siswa itu. "Sekarang perkenalkan diri kamu!" Perintah Pak Rusli.
"Baiklah, perkenalkan Saya Aditama Pramudya, Saya biasa dipanggil Tama. Dan Saya adalah siswa pindahan dari kota Medan, Saya tinggal berdekatan dengan sekolah ini. Saya pindah kesini karena pekerjaan orang tua Saya, dan Saya harap temen-temen dapat menerima dan berteman dengan Saya". Tama memperkenalkan dirinya.
"Dia manis sekali." Ucap salah satu yang siswi berbicara sendiri dengan memegang kedua pipinya. Para siswa dan siswi termasuk Tama mendengar ocehannya yang membuatnya tersipu malu.
"Sudah! Tama ini adalah keponakan Saya dan Saya harap kalian dapat menerimanya dengan baik! Tama, silahkan duduk disana." Pak Rusli menjelaskan status Tama hingga membuat siswa dan siswi kaget dengan apa yang mereka dengar.
Tama menuju meja yang dipersilahkan Pak Rusli tepat didepan Arifah. Tama tersenyum dengan Arifah, namun Arifah tidak membalas.
Pak Rusli menjelaskan pelajaran yang akan dipelajari hari ini.
Arifah tengah sibuk menyimak penjelasan Pak Rusli, karena terlalu fokus ia mengabaikan Maya yang ada disampingnya. Maya bingung karena tidak memiliki buku cetak, jadi mau tidak mau Maya harus mendekati Arifah untuk ikut menyimak penjelasan Pak Rusli yang tertera dibuku cetak itu. Ketika Maya mengangkat bokongnya dan duduk lebih dekat dengan Arifah. Tiba-tiba Arifah dan Maya saling pandang, wajah mereka tampak kaget.
Krekk..
Terdengar sesuatu dari tas Arifah.
Arifah dan Maya saling pandang, mereka kaget dan gelisah.
"Bunyi apa itu?" Tanya Arifah panik.
"Jangan-jangan itu telur puyuh yang kamu berikan tadi." Tebak Arifah panik.
"Ayo buka tas kamu, kita lihat telur itu sudah matang atau belum?"?Jelas Maya.
Arifah dan Maya buru-buru membuka tas dengan perasaan panik, karena terlalu panik mereka sampai tidak menyimak penjelasan Pak Rusli. Beruntung Pak Rusli tidak melihat kesibukan mereka berdua.
Arifah berhasil membuka tasnya, dia kaget dengan apa yang dilihatnya. Matanya langsung menyorot Maya yang tanpa ada perasaan bersalah. Maya tertawa kecil dan juga ada perasaan was-was bagaimana jika Arifah benar-benar marah padanya? *A*pa yang harus aku lakukan? Pikir Maya.
"Maya! Kamu bilang telur ini sudah matang! Tapi apa ini!" Arifah benar-benar marah, ia tidak menyangka Maya akan melakukan hal bodoh padanya.
"Kamu lihat! Tas aku kotor! Bau amis! Ayo bersihkan tasku sekarang juga! Pokoknya harus benar-benar besih. Aku tidak mau tahu bagaimana pun caranya." Arifah berkata-kata membuang muka tidak ingin melihat wajah Maya yang sedang ketakutan dan merasa bersalah.
"Maafkan aku, aku tidak sengaja, aku pikir telur ini sudah matang. Dan aku benar-benar tidak tahu jika ada tas kamu disini." Jawab Maya membela dirinya.
"Sudah jelas kan ini belum matang! Kamu yang kasih aku telur ini, kamu juga yang memecahkannya dan sekarang aku minta kamu bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan hari ini padaku! Lekas bersihkan tas ku!" Jelas Arifah dengan nada agak tinggi memarahi Maya yang murung dan sangat merasa bersalah.
"Aku akan membersihkannya". Jawab Maya singkat.
"Bersihkan yang benar, awas jika masih ada bau amis ditas ku! Aku paling tidak suka bau jorok!" Perintah Arifah tidak peduli dengan Maya yang tengah bersedih karena ulahnya sendiri.
Maya mengambil sapu tangan yang ia bawa dari rumah, kemudian membersihkan tas Arifah.
"Ya ampun, bagaimana tas ku akan bersih dari bau telur itu, sapu tangan yang kamu punya itu sangat kecil. Apa kamu punya lebih dari satu?" Tanya Arifah yang merasa muak atas apa yang dilihatnya.
"Tidak, aku hanya membawa satu saja." Jelas Maya ketakutan.
"Sini, aku lihat tas kamu!" Arifah mengambil tas Maya kasar. Ia merogoh dan menemukan baju olahraga.
"Ini ada baju olahraga kamu, kenapa tidak kamu pakai saja?" Tanya Arifah dengan menyodorkan baju itu.
"Ii-iya aku akan menggunakan itu." Jawab Maya terbata-bata.
Arifah melihat Maya membersihkan tasnya dengan sangat lambat, sedangkan Arifah sangat kesal dengannya. Tadi aku kesal dengan surat Januar sekarang dengan Maya. Kenapa hari ini aku menghadapi dua hal buruk? Bodoh, benar-benar bodoh. Batin Arifah dengan menutup mukanya dengan kedua tangannya.
"Mari aku bantu bersihkan." Ucap Arifah dan mengambil baju olahraga ditangan Maya.
"Maafkan aku, aku benar-benar bodoh. Harusnya aku bertanya lebih dulu pada Ibu ku sebelum aku memberikannya." Jelas Maya merasa bersalah.
"Sudah, tidak mengapa." Jawab Arifah.
Pelajaran Pak Rusli berakhir, Arifah dan Maya pergi ke toilet membersihkan tangan yang berbau amis. Didalam toilet mereka tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian tadi. Saat mereka tengah sibuk membersihkan tas, beruntung Pak Rusli tidak menegur mereka, padahal yang sibuk dengan kepanikan hanya mereka berdua. Arifah juga tidak habis pikir, ternyata sahabatnya itu sangat lucu jika sedang ketakutan. Arifah benar-benar puas menertawai Maya.
Sepanjang jalan menuju kantin, Arifah dan Maya masih cekikan dengan kekonyolan tadi. Tanpa mereka sadari ada yang memperhatikan dari kejauhan.
***
"Ganti baju dan segera susul Mami kemeja makan ya!" Perintah Mami Dian.
"Baik Mi!" Jawab Arifah.
Arifah menuju kamar memilih baju kaos dan celana oblong. Setelah mengganti seragamnya, kemudian ia kekamar mandi membersihkan muka dan giginya. Setelah itu Arifah menyisir rambut dan membiarkannya tergerai indah.
Arifah menuruni tangga menemui keluarganya dimeja makan. Disana ada Mami, Papi dan Mas Aska yang sedang menunggunya. Arifah duduk disamping Mas Aska dan memulai ritual makan siang bersama-sama. Selama acara makan berlangsung tidak ada pembicaraan yang berarti, hanya ada suara sendok dan piring yang saling gaduh.
Setelah selesai Arifah kedapur membersihkan beberapa piring kotor. Lalu duduk diruang keluarga, disana ada Mami dan Papi, sedangkan Mas Aska sedang bersiap menemui kliennya dikantor.
"Aku berangkat dulu Mi Pi. Dadah adek jelek!' Pamit Aska lalu mencium tangan Papi, Mami dan membelai pucuk rambut Arifah beberapa kali.
"Hati-hati dijalan Nak!" Mami mengingatkan.
"Siap Mi!" Ucap Aska meninggalkan ruang keluarga.
Tinggallah Mami, Papi dan Arifah diruangan itu. Arifah menyalakan tv, ia memindah siaran beberapa kali sampai akhirnya menemukan acara Upin dan Ipin. Arifah tertawa geli dengan aksi Upin dan Ipin, ia tidak memperdulikan Mami dan Papi yang sedang sibuk membahas pekerjaan. Ya, Arifah memang tidak perduli dengan pekerjaan orang tuanya. Baginya yang penting peralatan sekolah lengkap, karena Arifah sangat malas jika harus meminjam temannya.
"Sayang, bagaimana tadi di sekolah? Kapan ujian akhir sekolah dilaksanakan?" Tanya Mami.
"Dua minggu lagi Mi. Kami kedatangan siswa baru Mi." Jawab Arifah antusias.
"Oh ya? Apa dia tampan?" Tanya Mami menggoda.
"Apa sih Mami! aku kan masih kecil belum bisalah bedakan mana laki-laki tampan dan jelek!" Jawab Arifah kesal.
"Hahahaa iya ya anak Mami masih kecil dan sangat imut." Mami berusaha membuat suasana hati Arifah normal kembali.
Arifah tersenyum manis saat Mami mengatakan ia sangat imut. Ya, Arifah memang sangat imut. Tak jarang Mas Aska mencubit pipinya karena gemas, apalagi saat melihat Arifah cemberut bisa habis pipinya.
"Hoam.. Mi, aku ngantuk! Aku keatas dulu ya." Lapor Arifah.
"Iya sayang." Mami Dian mengizinkan, padahal ia masih penasaran dengan murid baru itu. Tapi lain waktu Mami Dian akan menanyakan hal ini.
Arifah menaiki tangga menuju kamarnya lalu memeluk guling dan perlahan matanya terpejam.
***
"Arifah.. Arifah..!" Vika memanggil dari kejauhan.
Arifah baru saja tiba disekolah dengan diantar Aska.
"Yaudah Mas ada teman aku, Mas hati-hati yaa!" Arifah mencium tangan Aska.
"Belajar yang benar, awas saja kalau ketahuan pacaran." Jelas Aska mengancam.
"Idih, apaan sih Mas, mana ada!" Gerutu Arifah yang langsung pergi meninggalkan Aska.
Arifah berlari kecil menghampiri Vika.
"Ada apa?" Tanya Arifah.
"Aku sudah sejak tadi menunggu kamu tahu tidak, kamu lama sekali. Atau jangan-jangan kamu bangun kesiangan ya?" Vika menjelaskan dan dibalas senyuman Arifah.
"Kenapa? Kok tumben menunggu aku?". Tanya Arifah heran.
"Ayo ikut aku, disana sudah ada Siska juga" Ajak Vika.
"Siska? Sebenarnya ada apa? Kok tumben sekali?"Tanya Arifah semakin bingung.
"Sudahlah ikut aku!"!Ajak Vika menarik tangan Arifah.
Kebetulan pagi ini jam kosong, karena Ibu Dewi guru matematika berhalangan hadir. Semua siswa dan siswi bersorak "Hore!"Mereka berhamburan, ada yang kekantin, ada yang ketaman, ada yang bermain sepak bola, ada pula yang malas-malasan dikelas.
"Jadi bagaimana? Apa kamu berniat membalas suratnya?" Tanya Vika.
Disana tepatnya dibelakang kelas mereka berempat Arifah, Maya, Vika dan Siska sedang berbicara serius seputar balasan surat yang menurut Arifah sangat tidak penting. Maya yang tidak tahu apa-apa, dengan tatapan menyelidik kearah Arifah meminta penjelasan.
"Sudahlah, jangan melihat ku seperti itu. Aku risih dengan tatapan itu." Jelas Arifah berusaha menghindar.
"Ayo ceritakan, surat apa? Selama ini kita tidak pernah menutup-nutupi sesuatu kan. Kenapa Vika tahu masalah kamu sedangkan aku tidak!"!Gerutu Maya kesal.
"Baiklah, jadi yang kemarin kamu tanya kenapa aku terlihat kesal ya karena itu, surat tidak penting dari Januar." Arifah berusaha menjelaskan dengan menunjuk surat yang dipegang Vika.
Padahal sebenarnya malas sekali membahas masalah ini, karena sudah dipastikan aku tidak akan mau membalas surat dari Januar. Kalau sampai ketahuan Mas Aska bisa gawat. Batin Arifah.
"Apa isi surat itu? Coba aku lihat!" Maya merebut surat yang ditangan Vika. Maya membuka amplop cantik itu kemudian mengambil secarik kertas dan membukanya. Perlahan Maya membaca isinya. Tiba-tiba wajah Maya berubah aneh. Maya mengembalikan amplop dan surat itu ketangan Vika, lalu pergi meninggalkan mereka.
Kenapa dia? Aku kan belum menjelaskan semuanya. Batin Arifah.
"Jadi bagaimana? Balaslah surat ini, kasihan Januar sudah menunggu lama. Beberapa kali dia datang menanyakan balasan dari kamu." Jelas Vika penuh harap.
"Aku susul Maya, dan surat itu, aku tidak akan membalasnya." Jawab Arifah.
Ketika Arifah hendak beranjak dari duduknya, ditahan oleh Siska.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Pujas_erha🤓
bagus kak😍
2021-02-05
2
DEE.EM
baguss💖
2021-02-02
2
Wulandari
like ❤
2021-01-13
2