NovelToon NovelToon

Malaikat Pelindung

Eps. 1 Mula

Arifah Aryani Wijaya adalah seorang anak yang mempunyai malaikat pelindung. Malaikat pelindungnya akan selalu datang tepat waktu ketika Arifah dalam bahaya.

Arifah memberinya nama Putri. Meskipun Arifah tidak pernah mengetahui sosok malaikat pelindungnya berwujud pria atau wanita dan bahkan suaranya saja sangat sulit untuk dikenali, tapi ia tetap memberinya nama Putri. Lalu kenapa Putri? Tentu saja karena Arifah adalah seorang putri.

Arifah yang masih duduk dikelas enam Sekolah Dasar sering kali mendapatkan kenakalan teman-temannya bahkan gurunya sendiri pernah sesekali mempermalukannya.

Teng..teng..teng..

Bunyi lonceng istirahat.

Arifah keluar kelas dengan langkah gontai menuju pohon akasia, ia duduk dibawahnya. Arifah sangat senang dengan suasana dibawah pohon akasia yg besar dan sangat lebat daunnya, benar-benar membuat suasana tenang, nyaman ditambah lagi dengan angin sepoi-sepoi membuatnya ingin terus berlama-lama disana. Dikejauhan terlihat anak laki-laki sedang asyik bermain sepak bola. Mereka saling berebut bola dan tak jarang berteriak. Arifah benar-benar tidak paham dengan dunia persepakbolaan, kenapa mereka senang sekali dengan permainan yang sangat melelahkan itu.

"Hai lihat apa yang aku bawa." Tiba-tiba Vika datang dengan menunjukkan sebuah amplop cantik.

Benar-benar mengganggu, batin Arifah. Ia kesal dengan kedatangan Vika yang membuyarkan lamunannya, tetapi penasaran dengan apa yang ada ditangan Vika.

"Apa itu?" Tanya Arifah.

"Aku juga tidak tahu isi amplop ini apa, tapi kalau dilihat-lihat dari amplopnya yang terkesan romantis dan berbau wangi aku yakin isinya surat cinta." Jawab Vika menjelaskan sambil tersenyum manis kearah Arifah.

"Cinta apa, cinta monyet?" Jawab Arifah ketus.

"Tapi penasaran kan? Ayo ambil dan buka saja." Vika menyodorkan amplop cantik dan berbau wangi itu.

"Memang ini dari siapa?" Tanya Arifah dan menerima amplop pemberian Vika.

"Januar." Jawab Vika pelan.

Arifah mengernyitkan keningnya heran. Kemudian secara perlahan ia membuka amplop itu.

Halo Arifah, kamu apa kabar? Maaf ya aku terpaksa kasih kamu surat, karena aku belum bisa ngomong secara langsung sama kamu. Sebenarnya aku sudah sangat lama mengagumi mu dan perasaan kagum itu lama-lama jadi cinta. Kamu mungkin kaget dengan pengakuan.ku ini dan aku tahu kita masih kecil dan masih sangat polos. Tapi sungguh, aku yakin ini cinta. Maukah kamu jadi pacarku? Balas ya surat ini, aku sangat menunggu jawaban dari kamu. Oh ya balasan surat kamu itu kasih ke Vika saja. Dan aku harap kamu tidak marah dengan ungkapan cinta ku ini.

Januar

"Aih surat apa ini! Tidak penting!"

Arifah melipat surat itu kembali dan memberikannya pada Vika.

"Wah itu surat cinta, ayolah balas Arifah." Kata Vika dengan tawa lebarnya.

"Untuk apa dibalas? Tidak penting!" Sahut Arifah lalu pergi meninggalkan Vika yang bengong sampai bibirnya membentuk huruf o.

Sementara Siska dari kejauhan sedari tadi memperhatikan mereka berdua. Melihat Vika yang ditinggalkan Arifah seperti itu, membuatnya penasaran dan mencoba bertanya.

"Ada apa?" Siska datang menghampiri Vika lalu duduk disampingnya dan memperhatikan wajah Vika yang kesal.

"Aku mau ngerjain Arifah dengan surat cinta dari Januar ini, tapi gagal!" Jawab Vika kesal.

"Apa? Arifah dapat surat cinta dari Januar?" Tanya Siska yang bingung tak percaya.

"Tidak usah banyak tanya! Sekarang bantu aku mikir, gimana caranya supaya Arifah mau balas surat ini!" perintah Vika dengan tatapan penuh harap.

"Tunggu dulu, apa ini sungguh surat cinta dari Januar untuk Arifah?" Tanya Siska menunjuk surat berbau wangi itu.

"Tidak, surat ini aku yang buat sendiri. Tujuannya adalah agar Arifah tidak fokus dengan pelajaran dan aku ingin nilai dia jelek dengan begitu guru-guru pasti akan membencinya." Jawab Vika mengepalkan tangan.

"Apa tidak ada cara lain selain surat yang tidak penting ini?" Tanya Siska mengejek.

"Pokoknya aku mau surat ini harus dibalas sama Arifah, apapun caranya harus dibalas dan kamu harus bantu aku! Titik!" jawab Vika semakin kesal karena Siska terlalu banyak tanya.

"Tenang, itu mudah saja, aku pasti bantu kamu. Kamu tahu sendiri kan dari dulu aku selalu ada dipihak kamu." Siska merangkul Vika meyakinkan.

"Bagus!" Vika menyeringai.

***

Arifah menuju kelas, hanya ada beberapa orang saja didalam. Arifah tidak memperdulikan mereka, ia masih bingung kenapa Januar menulis surat konyol itu untuknya. Arifah benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Sudahlah jangan terlalu dipikirkan, lagipula itu tidak penting, yang penting sekarang adalah aku harus fokus dengan ujian yang tinggal beberapa minggu lagi, pikirnya, lalu mengambil nafas panjang dan membuangnya kasar.

Tanpa sengaja Arifah melihat sahabatnya berjalan mengendap-endap hendak mengagetkannya.

"Hei!" Maya tiba-tiba datang dengan memukul meja.

Arifah hanya meliriknya kesal. Maya adalah teman sebangku Arifah dan ia adalah anak yang pintar dan berprestasi.

"Kenapa tidak kaget?" Tanya Maya sambil duduk disamping Arifah. Maya benar-benar penasaran kenapa wajah Arifah tampak kesal hari ini, tidak seperti biasanya selalu ceria.

"Aku mencari kamu sampai keliling sekolah loh, ternyata kamu disini!" Maya menjelaskan. "Kamu kenapa?" tanyanya lagi sambil memegang kedua pipinya dengan kedua tangannya.

"Tidak ada." Jawab Arifah cuek.

"Aku tidak yakin jika tidak ada sesuatu, ayolah cerita, aku siap mendengar" ucap Maya dengan mengedipkan matanya berkali-kali.

"Aku bilang tidak ada ya tidak ada!" jawab Arifah yang semakin kesal.

"Baiklah baiklah kalau tidak mau cerita, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar siap. Oh ya, aku punya sesuatu buat kamu." Maya mengambil sesuatu didalam tasnya, plastik berwarna hitam.

"Apa itu?" Tanya Arifah. Matanya berbinar-binar melihat plastik hitam yang diambil Maya dari tasnya rasa kesal yang memuncuk pun hilang berubah jadi rasa penasaran. Arifah benar-benar berharap itu adalah sesuatu yang enak. Tapi kenapa tidak ada tercium bau makanan? Pikir Arifah.

Maya membuka plastik hitam itu dan menunjukkannya pada Arifah.

"Telur puyuh?" Tanya Arifah heran. Ia tidak pernah memakan telur puyuh, ia hanya pernah melihatnya saja, jenis telur yang diketahuinya hanyalah telur ayam, karena telur ayam adalah makanan favoritnya. Arifah sangat suka olahan telur seperti telur dadar, dan telur mata sapi.

"Apa ini enak? Sudah dimasak atau belum?" Tanya Arifah lagi yang juga penasaran dan mengambil sebiji telur puyuh. Setelah dilihat-lihat menurutnya telur puyuh itu sangat imut dan lucu, benar-benar menggemaskan. Tanpa sadar bibir Arifah mengembang, ia sangat senang dengan telur itu.

"Ini enak, sangat enak, lebih enak dari telur ayam. Tapi aku tidak tahu apakah telur ini sudah dimasak atau belum. Aku hanya mengambil beberapa saja dari dapur dan aku ingin memberikannya untukmu, ambillah, ambillah semuanya, semuanya untukmu." Maya menjelaskan panjang lebar dan menyodorkan plastik hitam tadi didepan Arifah.

"Tapi aku takut ini belum masak, bagaimana kalau nanti pecah?" tanya Arifah menatap Maya berusaha menyelidik.

"Mudah-mudahan tidak pecah, mudah-mudahan sudah dimasak ibu, jadi kamu tidak perlu khawatir." Maya meyakinkan.

"Baiklah. Aku percaya sama kamu, terima kasih. Aku simpan ya." Dibalas anggukan Maya.

Arifah dengan senyum mengembang mengambil semua telur puyuh yang ada didepannya. Tak lupa ia menghitungnya, ada sepuluh butir telur puyuh, lalu memasukkannya kedalam tas. Namun Arifah lupa memasukkan tasnya kedalam laci meja, ia hanya meletakkan tasnya ditengah-tengah kursi, yakni diantara Arifah dan Maya.

Kenapa ditengah-tengah kursi? Karena kursi disekolah itu bentuknya memanjang.

Teng.. Teng.. Teng...

Bunyi lonceng sekolah menandakan masuk pelajaran selanjutnya.

Arifah lalu mengambil alat tulis, buku tulis, dan buku cetak yang akan dipelajari di jam itu. Tak lama kemudian Pak Rusli datang.

"Selamat siang anak-anak!" Sapa Pak Rusli.

"Siang Pak Guru!" Jawab kami serempak.

Eps. 2 Siswa Baru

Teng.. Teng.. Teng...

Bunyi lonceng sekolah menandakan masuk pelajaran selanjutnya.

Arifah lalu mengambil alat tulis, buku tulis, dan buku cetak yang akan dipelajari di jam itu. Tak lama kemudian Pak Rusli datang.

"Selamat siang anak-anak!" Sapa Pak Rusli.

"Siang Pak Guru!" Jawab kami serempak.

"Mari masuk!" Pak Rusli mempersilahkan seorang siswa untuk masuk kedalam kelas.

Ketika siswa tersebut memasuki ruangan, para siswa dan siswi sangat riuh terutama para siswi mereka saling berbisik melihat penampilan siswa yang baru tiba bersama Pak Rusli.

"Tampan sekali, aku belum pernah melihat laki-laki setampan dia."

"Astaga mimpi apa aku semalam?"

"Aku akui dia tampan, tapi Januar masih lebih dari dia."

Para siswi terpesona dengan ketampanan yang dimiliki siswa itu, ada pula yang membandingkannya dengan Januar. Januar adalah idola para siswi kala itu, dan siswa yang bersama Pak Rusli kemungkinan akan menjadi saingan berat Januar.

"Anak-anak, dia adalah siswa baru pindahan dari kota Medan dan dia akan menjadi teman kalian disekolah ini." Pak Rusli menjelaskan pada para siswa dan siswi dan merangkul pundak siswa itu. "Sekarang perkenalkan diri kamu!" Perintah Pak Rusli.

"Baiklah, perkenalkan Saya Aditama Pramudya, Saya biasa dipanggil Tama. Dan Saya adalah siswa pindahan dari kota Medan, Saya tinggal berdekatan dengan sekolah ini. Saya pindah kesini karena pekerjaan orang tua Saya, dan Saya harap temen-temen dapat menerima dan berteman dengan Saya". Tama memperkenalkan dirinya.

"Dia manis sekali." Ucap salah satu yang siswi berbicara sendiri dengan memegang kedua pipinya. Para siswa dan siswi termasuk Tama mendengar ocehannya yang membuatnya tersipu malu.

"Sudah! Tama ini adalah keponakan Saya dan Saya harap kalian dapat menerimanya dengan baik! Tama, silahkan duduk disana." Pak Rusli menjelaskan status Tama hingga membuat siswa dan siswi kaget dengan apa yang mereka dengar.

Tama menuju meja yang dipersilahkan Pak Rusli tepat didepan Arifah. Tama tersenyum dengan Arifah, namun Arifah tidak membalas.

Pak Rusli menjelaskan pelajaran yang akan dipelajari hari ini.

Arifah tengah sibuk menyimak penjelasan Pak Rusli, karena terlalu fokus ia mengabaikan Maya yang ada disampingnya. Maya bingung karena tidak memiliki buku cetak, jadi mau tidak mau Maya harus mendekati Arifah untuk ikut menyimak penjelasan Pak Rusli yang tertera dibuku cetak itu. Ketika Maya mengangkat bokongnya dan duduk lebih dekat dengan Arifah. Tiba-tiba Arifah dan Maya saling pandang, wajah mereka tampak kaget.

Krekk..

Terdengar sesuatu dari tas Arifah.

Arifah dan Maya saling pandang, mereka kaget dan gelisah.

"Bunyi apa itu?" Tanya Arifah panik.

"Jangan-jangan itu telur puyuh yang kamu berikan tadi." Tebak Arifah panik.

"Ayo buka tas kamu, kita lihat telur itu sudah matang atau belum?"?Jelas Maya.

Arifah dan Maya buru-buru membuka tas dengan perasaan panik, karena terlalu panik mereka sampai tidak menyimak penjelasan Pak Rusli. Beruntung Pak Rusli tidak melihat kesibukan mereka berdua.

Arifah berhasil membuka tasnya, dia kaget dengan apa yang dilihatnya. Matanya langsung menyorot Maya yang tanpa ada perasaan bersalah. Maya tertawa kecil dan juga ada perasaan was-was bagaimana jika Arifah benar-benar marah padanya? *A*pa yang harus aku lakukan? Pikir Maya.

"Maya! Kamu bilang telur ini sudah matang! Tapi apa ini!" Arifah benar-benar marah, ia tidak menyangka Maya akan melakukan hal bodoh padanya.

"Kamu lihat! Tas aku kotor! Bau amis! Ayo bersihkan tasku sekarang juga! Pokoknya harus benar-benar besih. Aku tidak mau tahu bagaimana pun caranya." Arifah berkata-kata membuang muka tidak ingin melihat wajah Maya yang sedang ketakutan dan merasa bersalah.

"Maafkan aku, aku tidak sengaja, aku pikir telur ini sudah matang. Dan aku benar-benar tidak tahu jika ada tas kamu disini." Jawab Maya membela dirinya.

"Sudah jelas kan ini belum matang! Kamu yang kasih aku telur ini, kamu juga yang memecahkannya dan sekarang aku minta kamu bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan hari ini padaku! Lekas bersihkan tas ku!" Jelas Arifah dengan nada agak tinggi memarahi Maya yang murung dan sangat merasa bersalah.

"Aku akan membersihkannya". Jawab Maya singkat.

"Bersihkan yang benar, awas jika masih ada bau amis ditas ku! Aku paling tidak suka bau jorok!" Perintah Arifah tidak peduli dengan Maya yang tengah bersedih karena ulahnya sendiri.

Maya mengambil sapu tangan yang ia bawa dari rumah, kemudian membersihkan tas Arifah.

"Ya ampun, bagaimana tas ku akan bersih dari bau telur itu, sapu tangan yang kamu punya itu sangat kecil. Apa kamu punya lebih dari satu?" Tanya Arifah yang merasa muak atas apa yang dilihatnya.

"Tidak, aku hanya membawa satu saja." Jelas Maya ketakutan.

"Sini, aku lihat tas kamu!" Arifah mengambil tas Maya kasar. Ia merogoh dan menemukan baju olahraga.

"Ini ada baju olahraga kamu, kenapa tidak kamu pakai saja?" Tanya Arifah dengan menyodorkan baju itu.

"Ii-iya aku akan menggunakan itu." Jawab Maya terbata-bata.

Arifah melihat Maya membersihkan tasnya dengan sangat lambat, sedangkan Arifah sangat kesal dengannya. Tadi aku kesal dengan surat Januar sekarang dengan Maya. Kenapa hari ini aku menghadapi dua hal buruk? Bodoh, benar-benar bodoh. Batin Arifah dengan menutup mukanya dengan kedua tangannya.

"Mari aku bantu bersihkan." Ucap Arifah dan mengambil baju olahraga ditangan Maya.

"Maafkan aku, aku benar-benar bodoh. Harusnya aku bertanya lebih dulu pada Ibu ku sebelum aku memberikannya." Jelas Maya merasa bersalah.

"Sudah, tidak mengapa." Jawab Arifah.

Pelajaran Pak Rusli berakhir, Arifah dan Maya pergi ke toilet membersihkan tangan yang berbau amis. Didalam toilet mereka tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian tadi. Saat mereka tengah sibuk membersihkan tas, beruntung Pak Rusli tidak menegur mereka, padahal yang sibuk dengan kepanikan hanya mereka berdua. Arifah juga tidak habis pikir, ternyata sahabatnya itu sangat lucu jika sedang ketakutan. Arifah benar-benar puas menertawai Maya.

Sepanjang jalan menuju kantin, Arifah dan Maya masih cekikan dengan kekonyolan tadi. Tanpa mereka sadari ada yang memperhatikan dari kejauhan.

***

"Ganti baju dan segera susul Mami kemeja makan ya!" Perintah Mami Dian.

"Baik Mi!" Jawab Arifah.

Arifah menuju kamar memilih baju kaos dan celana oblong. Setelah mengganti seragamnya, kemudian ia kekamar mandi membersihkan muka dan giginya. Setelah itu Arifah menyisir rambut dan membiarkannya tergerai indah.

Arifah menuruni tangga menemui keluarganya dimeja makan. Disana ada Mami, Papi dan Mas Aska yang sedang menunggunya. Arifah duduk disamping Mas Aska dan memulai ritual makan siang bersama-sama. Selama acara makan berlangsung tidak ada pembicaraan yang berarti, hanya ada suara sendok dan piring yang saling gaduh.

Setelah selesai Arifah kedapur membersihkan beberapa piring kotor. Lalu duduk diruang keluarga, disana ada Mami dan Papi, sedangkan Mas Aska sedang bersiap menemui kliennya dikantor.

"Aku berangkat dulu Mi Pi. Dadah adek jelek!' Pamit Aska lalu mencium tangan Papi, Mami dan membelai pucuk rambut Arifah beberapa kali.

"Hati-hati dijalan Nak!" Mami mengingatkan.

"Siap Mi!" Ucap Aska meninggalkan ruang keluarga.

Tinggallah Mami, Papi dan Arifah diruangan itu. Arifah menyalakan tv, ia memindah siaran beberapa kali sampai akhirnya menemukan acara Upin dan Ipin. Arifah tertawa geli dengan aksi Upin dan Ipin, ia tidak memperdulikan Mami dan Papi yang sedang sibuk membahas pekerjaan. Ya, Arifah memang tidak perduli dengan pekerjaan orang tuanya. Baginya yang penting peralatan sekolah lengkap, karena Arifah sangat malas jika harus meminjam temannya.

"Sayang, bagaimana tadi di sekolah? Kapan ujian akhir sekolah dilaksanakan?" Tanya Mami.

"Dua minggu lagi Mi. Kami kedatangan siswa baru Mi." Jawab Arifah antusias.

"Oh ya? Apa dia tampan?" Tanya Mami menggoda.

"Apa sih Mami! aku kan masih kecil belum bisalah bedakan mana laki-laki tampan dan jelek!" Jawab Arifah kesal.

"Hahahaa iya ya anak Mami masih kecil dan sangat imut." Mami berusaha membuat suasana hati Arifah normal kembali.

Arifah tersenyum manis saat Mami mengatakan ia sangat imut. Ya, Arifah memang sangat imut. Tak jarang Mas Aska mencubit pipinya karena gemas, apalagi saat melihat Arifah cemberut bisa habis pipinya.

"Hoam.. Mi, aku ngantuk! Aku keatas dulu ya." Lapor Arifah.

"Iya sayang." Mami Dian mengizinkan, padahal ia masih penasaran dengan murid baru itu. Tapi lain waktu Mami Dian akan menanyakan hal ini.

Arifah menaiki tangga menuju kamarnya lalu memeluk guling dan perlahan matanya terpejam.

***

"Arifah.. Arifah..!" Vika memanggil dari kejauhan.

Arifah baru saja tiba disekolah dengan diantar Aska.

"Yaudah Mas ada teman aku, Mas hati-hati yaa!" Arifah mencium tangan Aska.

"Belajar yang benar, awas saja kalau ketahuan pacaran." Jelas Aska mengancam.

"Idih, apaan sih Mas, mana ada!" Gerutu Arifah yang langsung pergi meninggalkan Aska.

Arifah berlari kecil menghampiri Vika.

"Ada apa?" Tanya Arifah.

"Aku sudah sejak tadi menunggu kamu tahu tidak, kamu lama sekali. Atau jangan-jangan kamu bangun kesiangan ya?" Vika menjelaskan dan dibalas senyuman Arifah.

"Kenapa? Kok tumben menunggu aku?". Tanya Arifah heran.

"Ayo ikut aku, disana sudah ada Siska juga" Ajak Vika.

"Siska? Sebenarnya ada apa? Kok tumben sekali?"Tanya Arifah semakin bingung.

"Sudahlah ikut aku!"!Ajak Vika menarik tangan Arifah.

Kebetulan pagi ini jam kosong, karena Ibu Dewi guru matematika berhalangan hadir. Semua siswa dan siswi bersorak "Hore!"Mereka berhamburan, ada yang kekantin, ada yang ketaman, ada yang bermain sepak bola, ada pula yang malas-malasan dikelas.

"Jadi bagaimana? Apa kamu berniat membalas suratnya?" Tanya Vika.

Disana tepatnya dibelakang kelas mereka berempat Arifah, Maya, Vika dan Siska sedang berbicara serius seputar balasan surat yang menurut Arifah sangat tidak penting. Maya yang tidak tahu apa-apa, dengan tatapan menyelidik kearah Arifah meminta penjelasan.

"Sudahlah, jangan melihat ku seperti itu. Aku risih dengan tatapan itu." Jelas Arifah berusaha menghindar.

"Ayo ceritakan, surat apa? Selama ini kita tidak pernah menutup-nutupi sesuatu kan. Kenapa Vika tahu masalah kamu sedangkan aku tidak!"!Gerutu Maya kesal.

"Baiklah, jadi yang kemarin kamu tanya kenapa aku terlihat kesal ya karena itu, surat tidak penting dari Januar." Arifah berusaha menjelaskan dengan menunjuk surat yang dipegang Vika.

Padahal sebenarnya malas sekali membahas masalah ini, karena sudah dipastikan aku tidak akan mau membalas surat dari Januar. Kalau sampai ketahuan Mas Aska bisa gawat. Batin Arifah.

"Apa isi surat itu? Coba aku lihat!" Maya merebut surat yang ditangan Vika. Maya membuka amplop cantik itu kemudian mengambil secarik kertas dan membukanya. Perlahan Maya membaca isinya. Tiba-tiba wajah Maya berubah aneh. Maya mengembalikan amplop dan surat itu ketangan Vika, lalu pergi meninggalkan mereka.

Kenapa dia? Aku kan belum menjelaskan semuanya. Batin Arifah.

"Jadi bagaimana? Balaslah surat ini, kasihan Januar sudah menunggu lama. Beberapa kali dia datang menanyakan balasan dari kamu." Jelas Vika penuh harap.

"Aku susul Maya, dan surat itu, aku tidak akan membalasnya." Jawab Arifah.

Ketika Arifah hendak beranjak dari duduknya, ditahan oleh Siska.

Eps. 3 Balasan Surat Arifah

Ketika Arifah hendak beranjak dari duduknya, ditahan oleh Siska.

***

Maya duduk bersandar dibawah pohon beringin nan rindang. Sesekali mengusap air matanya yang jatuh. Ia tidak menyangka jika harus berhadapan dengan Arifah. Sudah sejak lama Maya menyukai Januar, dan ia berencana akan mengatakan itu usai ujian akhir sekolah. Namun yang terjadi diluar dugaannya, ternyata Januar menyukai Arifah. Januar adalah salah satu siswa cerdas disekolah itu, dan Maya mencuri perhatian Januar melalui kepintarannya. Ia harus belajar terus menerus tanpa henti tanpa lelah untuk mengimbangi Januar, dengan begitu Maya berharap Januar akan mengenalinya dan dekat dengannya.

"Kenapa harus Arifah sih Januar, dia itu sahabatku. Bagaimana aku harus menghadapinya nanti. Aku tidak yakin apakah aku kuat". Ucap Maya dan mengusap air matanya yang jatuh.

"Tapi ini salahku, kenapa aku menyukainya. Benar yang Arifah bilang, aku ini memang bodoh karena mengejar Januar adalah ketidakmungkinan. Bahkan selama Maya berusaha mendekati Januar, Januar sama sekali tidak memperdulikannya. Ya, aku bodoh memang sangat bodoh". Ucap Maya terisak-isak.

***

"Ada apalagi, aku rasa yang aku ucapkan sudah sangat jelas". Jelas Arifah dengan berusaha melepaskan genggaman Siska.

"Bukan itu, aku hanya ingin minta tolong sama kamu".

"Minta tolong apa?". Arifah bingung dan heran dengan Siska.

Siska membawa Arifah menjauh dari Maya.

"Sebenarnya aku juga menyukai seseorang, aku juga ingin menulis surat untuknya. Maukah kamu bantu aku?". Ucap Siska penuh harap.

"Kamu menyukai siapa? Dan apa yang bisa aku bantu?". Tanya Arifah.

"Adalah, nanti kamu tahu sendiri. Tapi kamu sungguh mau membantu kan?". Tanya Siska.

"Ya, tentu saja. Apa yang bisa aku bantu?". Tanya Arifah lagi.

Siska malu-malu mau mengatakannya.

"Katakan saja, aku akan bantu selagi bisa". Jelas Arifah.

"Kamu tahu kan kalau tulisan aku seperti ceker ayam?".

"Iya aku tahu itu, lalu?". Jawab Arifah jujur.

"Tulisan kamu sangat bagus, aku mau kamu menuliskan sebuah surat cinta untukku. Aku sudah sangat lama menyukai orang itu". Jawab Siska malu-malu.

"Kau menyukai siapa? Apakah aku mengenalnya?". Tanya Arifah menyelidik.

"Tidak, kau tidak mengenalinya. Dia adalah tetanggaku". Jawab Siska tersipu malu.

"Baiklah aku akan membantumu". Jawab Arifah meyakinkan.

Siska tersenyum bahagia, ia sungguh tidak sabar melihat Arifah menulis surat itu. Lalunmereka pergi meninggalkan Maya sendiri.

***

Januar sedang berkumpul dengan teman-temannya, mereka sedang asyik membahas materi ujian yang akan dihadapi beberapa hari lagi.

Vika datang menghampiri Januar dengan memberi amplop tidak kalah cantik dengan amplop pemberian Januar untuk Arifah kemarin.

"Januar, ada surat untukmu". Ucap Vika dengan menyodorkan sebuah amplop cantik.

"Dari siapa?". Tanya Januar.

"Baca saja, tugasku hanya menyampaikan". Jawab Vika lalu pergi meninggalkan Januar dan teman-temannya.

Teman-teman Januar menatapnya heran.

"Waw, surat cinta ya". Ledek Arvan.

"Aku tidak tahu". Jawab Januar kemudian memasukkan amplop itu kedalam saku celananya.

"Ayolah baca". Ledek Arvan lagi.

"Nanti saja setelah kita selesai membahas materi ini". Jawab Januar. Arvan sangat kecewa dengan jawabannya, karena ia sudah sangat penasaran.

Usai membahas materi ujian, Januar dan Arvan meninggalkan beberapa teman lainnya. Mereka pergi kekantin hendak memesan minuman dan semangkok bakso. Mempelajari materi ujian benar-benar menguras otak dan tenaga mereka. Selang beberapa menit pesanan mereka datang.

"Apa kamu tidak penasaran dengan amplop dari Vika tadi?". Ucap Arvan dengan menelan baksonya.

"Mm ya aku hampir lupa". Jawab Januar mulutnya penuh dengan bakso. Januar kemudian menyedot minumannya dan mengambil amplop yang ada disaku celananya.

Perlahan Januar membuka amplop dan membuka kertas berwarna pink.

Hai Januar, maaf telah membuatmu lama menunggu balasan dariku. Dan kamu tidak perlu meminta maaf, karena sebenarnya aku juga mempunyai rasa yang sama sepertimu.

Tapi kamu tahu, kita masih kecil dan aku belum diizinkan berpacaran, bersediakah kamu menunggu hingga sampai waktunya tepat aku akan mengabarimu.

Arifah

"Uhuk uhukk..". Januar kaget dengan surat yang barusan dibacanya.

Arvan penasaran dengan surat itu, akhirnya Arvan berhasil merebutnya dari tangan Januar.

Arvan terkekeh-kekeh membaca isinya.

"Arifah? Dia suka sama kamu? Selamat bro, akhirnya cintamu tidak bertepuk sebelah tangan".

"Tapi apa kamu memberi dia surat?". Tanyanya lagi.

"Tidak". Jawab Januar tersipu dan merebut surat yang ada ditangan Arvan.

Januar masih tak percaya dengan apa yang dibaca, dia melihat kembali tulisan itu dengan seksama. Ya ini tulisan Arifah, senyum Januar mengembang sempurna. Akhirnyaa.. Batin Januar.

Januar sering memperhatikan Arifah dari jarak jauh, entah mengapa siswi itu mampu menghipnotis hatinya. Padahal dari sekian banyaknya para siswi sudah menaruh hati padanya namun tak satupun yang bisa membuatnya luluh.

Januar berniat menemui Arifah setelah ujian akhir sekolah usai.

flashback

***

Siska berlari kecil menemui Vika yang duduk sendirian dibelakang kelas. Dengan bibir mengembang sempurna Siska menyodorkan sebuah amplop cantik kearah Vika.

"Aku berhasil". Ucap Siska dengan senyum kemenangannya.

"Bagus, kamu memang teman yang sangat bisa aku andalkan". Vika tertawa sinis, ia berharap rencananya akan berhasil sempurna.

"Baiklah aku tidak mau membuang waktu lagi, aku akan segera menemui Januar dan memberikan amplop ini". Jelas Vika dan dibalas anggukan Siska.

Vika berkeliling sekolah mencari keberadaan Januar. Ia mencari keruang kelasnya namun tidak menemui orang yang dicari. Kemudian kekantin, hasilnya juga nihil. Kemudian Vika pergi ke lapangan sepak bola juga tidak menemui Januar. Namun Arifah melihat salah satu teman sekelas Januar dan menanyakan keberadaannya. Setelah itu Vika pergi ketempat Januar berada. Ia pergi ketaman, ada banyak sekali orang disana. Dengan susah payah akhirnya Vika menemukan orang yang ia cari. Dengan berlari kecil Vika mendekati Januar dan teman-temannya.

flashback off

***

Arifah telah selesai membantu Siska membuatkan sebuah surat dan tanpa ada curiga sedikitpun.

Aku masih penasaran, kenapa Maya pergi meninggalkan kami bertiga setelah membaca surat dari Januar? Apa jangan-jangan.. Batin Arifah tidak karuan. Akhirnya ia memutuskan mencari keberadaan Maya.

Arifah keluar kelas mencari keberadaan Maya. Ia pergi kekantin, namun tidak menemui Maya. Tanpa sengaja Arifah melihat Januar yang juga melihatnya. Arifah mendekati Januar tanpa ada rasa bimbang ataupun malu, ia sangat kesal sekali dengan surat pemberian Januar dan juga tidak peduli dengan tatapan Januar yang sulit sekali ia terjemahkan. Sesampainya dimeja Januar, ia mengambil kursi lalu duduk disamping Januar. Arifah harus benar-benar menyelesaikan masalah ini secara langsung.

"Dengar baik-baik, aku tidak akan pernah mau membalas surat darimu. Apalagi berpacaran dengan mu, itu tidak mungkin dan mustahil bagiku. Jangan macam-macam dengan ku!". Jelasnya dengan tatapan tajam. Mata mereka saling bertemu sepersekian detik.

"Ehm.., aku harus pergi. Selesaikanlah masalah kalian, aku tidak mau jadi anti nyamuk". Arvan pergi pamit undur diri.

Januar tidak mampu berkata apa-apa, dia benar-benar terhipnotis dengan tatapan Arifah.

Karena kesal tak kunjung mendapat jawaban Januar, ia memukul pelan meja dihadapannya hingga membuyarkan lamunan Januar.

Januar mengusap wajahnya kasar. Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia harus mengungkapkan isi hatinya.

"Arifah, aku tidak pernah mengirimimu surat. Aku sering curi-curi pandang, dan jujur aku memang suka sama kamu. Apa kamu tahu, aku sangat senang ketika kamu memberi aku surat ini. Aku akan menunggumu Arifah". Jelas Januar.

Muka Arifah benar-benar merah, ia jadi salah tingkah mendengar kata-katanya.

Tapi Januar bilang tidak menulis surat untuknya, dan aku sendiri malah menulis surat untuknya? Apa-apaan ini? Batin Arifah.

"Aku sama sekali tidak menulis surat untukmu". Ucap Arifah.

"Lalu ini apa?". Januar menyodorkan selembar kertas berwarna pink.

"Aku tahu itu tulisan kamu, aku sangat paham tulisan kamu". Tambahnya.

Arifah menerima lembar surat itu dan membacanya.

"Iya, memang ini tulisan ku. Tapi aku menulis ini bukan untukmu. Aku menulis surat seperti ini semata-mata untuk membantu Siska, dia sendiri yang minta tolong. Tapi aku tidak menulis namamu dan namaku disurat ini". Jelas Arifah panjang lebar, ia merasa telah dikerjai oleh Siska. Arifah sangat malu sekali.

"Baiklah aku simpulkan sekarang, kamu tidak mengirimi aku surat demikian juga dengan ku. Aku yakin ini ulah Siska dan urusan kita selesai". Tambahnya Arifah.

Arifah hendak beranjak dari duduknya namun ditahan Januar.

"Kita belum selesai".

Jantung Arifah hampir copot dengan kelakuan Januar, tapi Arifah membuat keadaannya senormal mungkin.

"Ada apa lagi?".

"Kenyataannya aku suka sama kamu, aku ingin bersama dengan mu Arifah". Tembak Januar.

Kali ini Arifah benar-benar tidak berkutik, ingin sekali ia pergi dari hadapan Januar sekarang juga. Arifah sangat menyesal mendatanginya hingga harus berada diposisi seperti ini.

"Apa kamu sudah tidak waras dengan apa yang barusan kamu katakan? Kita masih kecil, lalu apa kamu pikir aku ini mainan yang bisa kamu perbuat seenaknya?". Arifah benar-benar tidak bisa lagi membendung amarahnya.

"Aku akan menunggumu, kita tidak harus pacaran sekarang. Aku akan menunggumu sampai kamu benar-benar siap, aku akan sabar". Jelas Januar penuh harap.

"Buang jauh-jauh pikiran kotormu itu". Ucap Arifah lalu pergi meninggalkan Januar.

"Aghh..". Januar mengepalkan tangannya. Ia harus mendapatkan Arifah bagaimanapun caranya. Dan dia juga tidak terima kalo sampai Arifah bersama dengan orang lain.

Arifah memilih masuk keruang kelas untuk menenangkan dirinya. Biasanya tempat ternyamannya duduk dibawah pohon akasia bersama Maya, tapi hari ini benar-benar buruk dan butuh waktu sendirian.

"Dasar orang aneh, mau cari gara-gara denganku. Awas saja kamu Siska, kamu yang memulai kamu juga yang harus mengakhirinya". Gumam Arifah.

Tiba-tiba Tama masuk kedalam kelas. Ia sibuk mencari sesuatu didalam tasnya.

"Apa kamu punya pena?". Tanya Tama pada Arifah.

"Apa kamu tidak bawa?". Tanya Arifah balik.

"Kalau aku bawa tidak mungkin aku bertanya padamu". Sahut Tama kesal.

"Apa kamu berniat meminjam?". Tanya Arifah menyelidik dengan melipat kedua tangannya diatas meja.

"Tentu saja, aku lupa bawa. Bisa aku pinjam penamu sebentar saja?".

"Bagaimana kalau aku tidak mau?". Jawabnya santai.

Tama tersenyum kecut melihat tingkah Arifah.

"Apa kau tahu, semua siswi yang ada disekolah ini sangat baik padaku. Tidak seperti mu sombong dan pelit". Ucap Tama meninggalkan Arifah sendiri.

Arifah semakin kesal dengan ucapan Tama yang terakhir. Lagipula kenapa dia bisa lupa membawa pena, bilang saja kalau tidak punya. Gerutunya asal.

***

Aska sudah menunggu diluar gerbang sekolah. Arifah berlari kecil menghampiri Aska lalu kemudian mencium punggung tangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!