"Oh, jadi ini rumah kamu." Pernyataan sekaligus pertanyaan dilontarkan Sastra saat baru pertama kali ke rumah Dyana.
"Iya. Rumahku memang jelek makanya aku ragu ngajak kamu kesini." Dyana menyampaikan pendapatnya sendiri terhadap ucapan Sastra.
"Jelek? Nyaman kok! Yang penting kan tidak kepanasan dan kehujanan."
Percakapan keduanya sangat kaku, memang karena mereka berdua sama-sama belum kenal dekat. Pertemuan itu pun tak disengaja.
"Ehm, ngomong-ngomong kita kan ngga saling kenal. Kenapa kamu mau ke rumah aku?" Dyana bertanya memecah kecanggungan.
"Ha?" Sastra pura-pura heran. Beraninya Dyana bilang tidak kenal padahal Sastra beberapa kali menolongnya.
"Ha, ngga-ngga maksudku kita belum kenal dekat." Dy menyengir takut salah kata. Dia terlalu gugup hingga tak tahu harus berkata apa.
Di hati Sastra merasa geli, padahal dia hanya mengerjai Dy dengan pura-pura tidak mengerti.
"Ya, mumpung tadi ketemu di jalan. Itu aja kok." Jawab Sastra dengan tersenyum.
Entah, Dy merasa sedikit kecewa. Tapi, Dy senang karena tiga tahun dia memiliki rasa dengan Sas ternyata baru kali ini orangnya sampai ke rumah. Walaupun, Dyana berharap lebih.
***
"Terimakasih. Sudah mau menolongku, kalau ngga ada kamu mungkin aku balik aja tadi." Dy hendak turun dari mobil Sastra
"Sastra! Bukain pintunya dong. Kamu kok malah liatin tuh cewek sih! Huh!"
"Oh, jadi namanya Sastra." Batin Dyana.
"Sekali lagi makasih ya, Sastra." Kata Dy setelah keluar dari mobil.
"Oh iya." Senyum Sastra menjawab ucapan Dyana.
Selepas itu Dy langsung berlari menuju lapangan untuk mengikuti kegiatan.
Dy merasa senang ditolong orang yang pernah ditabrak, tapi ada rasa aneh saat melihat kemesraan keduanya.
Apakah Dy jatuh cinta? Sepertinya tidak, karena Dyana merasa tidak pantas untuk Sastra. Ingin sekali ada orang yang mencintai Dy. Tapi, Dyana merasa tidak mungkin. Dyana just the girl next door.
"Dor!" Sastra mengageti Dyana yang melamun dari tadi.
Saking terkejutnya Dy sampai jatuh dari tempat duduknya. Ternyata sedari tadi ia melamun pasal kejadian waktu itu. Sampai-sampai Sastra mengagetinya. Dyana lupa kalau ada Sastra yang masih duduk disampingnya.
"Hey! Aku mau pulang dulu. Ayah telpon aku." Sastra berkata akan pulang sambil menertawakan tingkah Dyana.
Dyana pun bangun tentunya dengan perasaan sangat-sangat malu. Baru pertama kali bertemu malah bertingkah konyol.
"Iya, maaf ya tadi aku cuma mikirin tugas sekolah." Dyana meminta maaf merasa tidak sopan dengan Sastra karena sikapnya.
"Iya, bye-bye Dyana." Sastra pamit pulang karena ada yang harus ia lakukan.
"Bye, Sastra." Dyana mengikuti Sastra.
Dy mengantar sampai depan. Dy terus memandangi mobil Sastra sampai ke ujung jalan hingga menghilang. Ia masih tak percaya jika Sastra ke rumahnya.
"Fyuh, kenapa aku konyol sekali tadi." Dyana menjitak jidatnya sendiri akibat kebodohannya.
"Dy, Dyana cepetan ke sini." Ibu Dyana memanggil anaknya.
"Ada apa, Bu?" Dyana segera melangkah menuju ke dalam rumah.
"Ngga, kirain kemana. Siapa yang datang tadi? Kenapa tidak dibuatkan minum?" Tanya ibunya.
"Oh iya, aku lupa." Dy kembali menepuk jidatnya sendiri.
"Kamu ini, yasudah sana mandi. Anterin Ibu keluar." Suruh ibu Dyana sambil masuk ke dalam kamar.
"Anterin pakai apa? Aku kan cuma punya sepeda." Jelas Dyana mengingatkan ibunya bahwa mereka tak memiliki kendaraan.
"Ya, jalan lah!" Teriak ibunya dari dalam kamar sambil tersenyum penuh arti.
"Hm." Dy lalu pergi ke kamar mandi. Sesampai di sana Dy terus mengingat momen kacau tadi. Serasa tidak bisa hilang. Tiga tahun ia menyukai Sastra, sekarang bertemu tanpa sengaja. Tapi, malah hancur seperti barusan. Apalagi sampai menghayal tidak karuan.
Tok tok tok
Getokan pintu yang terdengar tak sabaran membuat Dyana tercengang.
"Dy cepetan! Ibu udah siap ini." Teriak ibu Dyana dari luar.
"Duhh emangnya mau kemana sih. Tumben banget ngajak-ngajak aku." Batin Dyana heran. Ibunya membuat lamunannya buyar.
"Iya." teriak Dyana tidak kalah kencang. Ia sangat kesal.
***
"Bu, emangnya kita mau kemana?" Mereka berjalan menyusuri gang.
"Udah jalan aja. Nanti kamu juga tahu." Jawab ibunya singkat.
Dy semakin heran ketika sampai di depan toko yang menjual baju-baju. Toko itu setiap hari Dy lewati saat menuju sekolah.
"Yuk, masuk." Ibu Dyana menggandeng tangan anaknya dan segera masuk.
"Kita ngga salah masuk kan, Bu?" Dy menolak tangan Ibunya untuk masuk. Ia takut ibunya bercanda atau salah lihat.
"Ngga, ayo ikut saja." Ibunya kembali menarik tangan Dyana yang masih ragu.
Bu Miya, ibu Dyana langsung mengajak anaknya ke barisan baju anak remaja zaman sekarang. Entah apa yang akan dilakukan ibunya.
Dyana hanya mengekor di belakang, melihat tingkah ibunya yang memilih-milihkan baju entah untuk siapa. Karena penasaran tidak mengerti apa yang terjadi sejak tadi. Dya pun angkat bicara.
"Bu, beliin baju buat siapa sih sebenarnya?" Tanya Dyana yang sama sekali tak merasa bahwa dia akan dibelikan baju.
"Kamu nanya? Ya buat kamu lah, Dyana." Ibunya menggeleng heran mengetahui Dyana yang terlalu polos.
"Hah? Kenapa tumben? Lagian aku ga cocok pake baju-baju mahal kaya gini. Apalagi ibu kan ngga punya uang. Buat makan aja susah." Keluh Dyana mengingatkan ibunya.
"Huh,kamu ini. Ibu punya kok! Ibu dapat rejeki nomplok, banyak yang pesan kue dari kemarin." Jelas ibunya agar anaknya paham.
"Tapi, kenapa ngga beliin barang yang lebih guna, Bu?" Dyana kembali mengingatkan ibunya.
"Udah ngga usah nolak! Baru kali ini Ibu beliin baju. Ini juga permintaan Lia. Katanya, pas dia ketemu teman-teman kamu cuma Dy yang pakaiannya paling ucem. Jadi, ibu sama Lia inisiatif beliin kamu baju. Jangan nolak ya, nanti Lia kecewa." Senyum ibunya sembari memilih baju lagi.
"Iya, Bu." Mereka kemudian saling peluk. Keduanya sangat bahagia.
Semua baju sudah dipilih-pilih. Saatnya membayar ke kasir. Dyana hanya mengikuti di belakang.
Saat Dy mengekori ibunya, dia melihat seseorang yang sepertinya dikenal. Saat berbalik ternyata benar, cowok itu adalah Sastra. Dia tidak sendiri tapi ada cewek bersamanya.
"Tadi Sastra bilang dia ditelpon ayahnya, lalu kenapa dia bersama Sekar?" Batinnya.
Dy langsung kecewa, Sastra sudah berbohong padanya.
Dy malu dengan hatinya sendiri. Kenapa Ia kecewa? Memangnya Dy siapanya Sastra. Ia tak pantas merasa kecewa. Bahkan berteman pun dia tak pantas.
Mulai saat ini ia akan mencoba untuk melupakan Sastra.
"Dy! Kamu kok bengong."
"Iya, Bu." Dy terkesyap saat Ibunya tiba-tiba berbalik menepuknya yang sedang melihat ke arah Sastra dan Sekar.
"Lihat siapa sih?" Ibunya mencoba melihat ke arah pengelihatan Dyana tapi tidak ada siapa-siapa.
"Ehehe." Dy hanya menjawab dengan cengiran. Padahal hatinya sudah diselimuti kekecewaan. Dyana mencoba menutupinya.
Dy tidak tahu apakah ia bisa bersikap biasa saja pada Sastra atau tidak nantinya. Di tempat tadi Sastra begitu romantis dengan pacarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
yulia ari
aq like.. mampir balikk y🙏🙏
2020-06-30
1
𝙳𝚑𝚢
hy kak, jejak dari MENIKAH DENGAN DOSENKU nih, mampir yuk! jangan lupa tinggalkan like, koment, rate5 dan vote ya..
2020-06-11
1
Phoenix Y G Malang
ok, semangat thor
2020-05-22
2