Cinta Itu Bernama Kita
Aku menatap lurus jauh di sana sejalan dengan pikiranku yang melayang entah kemana.
Entah mengapa aku merasa kesepian di tempat seramai ini padahal keadaan di sekelilingku sangat riuh dengan suara tawa dan bahagia.
Sudah beberapa tahun lamanya sejak kelulusan sekolah. Dan tepat hari ini semua berkumpul kembali.
Bahagiakah aku dengan acara yang di labeli dengan kata reuni ini?
Tidak juga.
Bukannya aku anti sosial, bahkan dulunya aku punya banyak teman, hanya saja aku tidak pernah tertarik untuk datang ke acara seperti ini. Karena ujung-ujungnya mereka hanya tertarik dengan status sosial yang telah mereka raih saat ini.
Kuteguk minuman yang baru saja kuambil dari meja di ujung sana. Air yang begitu sejuk perlahan masuk ke dalam tenggorokan. Rasa hausku pun perlahan menghilang.
Kulirik jam yang ada di ponselku, aku mulai bosan dan jenuh. Lalu terpikirkan olehku untuk segera pergi diam-diam dari tempat ini. Lagi pula sudah terlalu lama aku menunggu dan aku berpikir kalau orang itu juga tidak akan datang.
Baru saja aku melangkahkan kakiku sebentar, namun harus kuhentikan niatku untuk pergi karena sosok yang menjadi alasanku ada di sini datang menghampiriku. Ia berlari kecil dengan senyumannya yang begitu khas yang masih kuingat hingga sekarang.
“ Yuna,” sapanya kemudian memelukku. Terlihat ia sangat bahagia bertemu denganku dan aku pun turut bahagia karena bertemu dengannya lagi. “ Maaf, aku terlambat.''
'' Aku pikir kau tidak akan datang," ucapku.
“ Mana mungkin aku tidak datang, bukankah kita sudah berjanji akan bertemu.”
Ya, perjanjian yang kami buat saat mendapatkan kabar reuni ini. Dua minggu sebelum hari H kami sudah saling mengirim pesan untuk bertemu di tempat ini.
Sebenarnya datang ke acara ini saja sudah berat untukku kalau bukan karena Hanum, sahabatku. Masalah terbesarku apalagi kalau bukan dana yang harusku keluarkan.
Aku bukanlah orang yang mempunyai uang lebih untuk dihamburkan, namun karena Hanum dan terlebih aku sudah memutuskan untuk tetap tinggal di kota ini, jadilah mau tak mau aku merelakannya juga. Lagi pula aku dan Hanum sudah berteman sejak kecil. Keluarga kami pun saling mengenal. Jadi tak masalah untukku untuk berkorban sedikit. Karena Hanum pun tak ubahnya seperti sahabat rasa saudara bagiku.
“ Oh ya, perkenalkan ini calon suamiku, namanya Reza,” ucapnya memperkenalkan calonnya itu.
Aku pun tersenyum padanya sambil memperkenalkan diriku dan ia pun melakukan hal yang sama padaku.
“ Waktu aku tunangan kau tidak datang kan, jadi saat aku menikah nanti, kau harus menjadi bridesmaid ku. Tidak boleh menolak, lagi pula keluargaku juga merindukanmu. Mereka sering menanyakanmu, apalagi Bunda, dia kangen karena tidak punya teman cerita lagi."
Memang di saat hari pertunangannya, aku tidak bisa hadir karena jarak dan kesibukanku. Sejak tiga tahun yang lalu aku memutuskan untuk bekerja di luar kota. Bukan pekerjaan yang hebat namun cukup untuk menghidupi kehidupan kami.
Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil sebagai karyawan, memang gajinya tidak terlalu besar namun hanya pekerjaan itu yang bisa aku lakukan pada saat itu karena kebutuhan yang tidak bisa lagi di tunda.
Kehidupan yang amat sangat berbalik 180 derajat, memaksaku bekerja apa pun asalkan halal. Apalagi kebutuhan adikku yang sudah masuk perguruan tinggi yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
" Yuna, kenapa diam saja? Kau akan datang, kan?" tanyanya penuh harapan akan kehadiranku.
" Tentu saja." Pada akhirnya aku memenuhi permintaannya itu. Tidak mungkin aku menolak di saat aku benar-benar tidak punya alasan seperti dulu.
Hanum pun langsung senang mendengar jawaban dariku. Ia tersenyum lebar sambil memegang tanganku.
...********...
Dari ujung sana terdengar suara seorang MC yang langsung mengalihkan keintiman pembicaraan kami. Aku, Hanum dan Reza mendekati tempat acara yang sebentar lagi akan di mulai itu.
Suara riuh mulai menggema. Semua larut dalam acara temu kangen yang cukup meriah ini.
Aku mencoba untuk menikmati setiap detail acara, paling tidak uang yang sudah aku keluarkan tidak sia-sia. Begitulah menurutku.
Terdengar egois ya.
Ya begitulah aku memaknai setiap lembar uang yang aku dapat dan keluarkan. Aku memahami bagaimana susahnya mencari nafkah bahkan hanya sekedar untuk makan.
...********...
Acara selesai sebelum jam 12 malam.
Rasanya dingin angin malam mulai menusuk tulangku. Entah bagaimana caranya aku akan sampai ke rumah, pastinya angkutan umum dan bus sudah susah di cari di jam-jam seperti ini.
Aku mengambil ponselku bermaksud untuk memesan angkutan online sebagai pilihan terakhir yang harus aku lakukan. Namun Hanum yang begitu melihatku, langsung menyuruhku untuk pulang bersamanya.
Awalnya tentu saja aku menolak karena aku tidak enak dengan Reza, takutnya ia malah terbebani untuk mengantarkanku.
Namun, Hanum terus memaksaku.
“ Ayolah Yuna, tidak perlu segan seperti itu,” ucap Reza padaku.
Hanum pun langsung meraih tanganku agar aku mau pulang bersamanya.
Tingkahnya ini malah membuatku jadi serba salah.
“ Yuna.” Hanum mulai merengek dan aku pun menyerah.
“ Baiklah, Hanum. Maaf ya sudah merepotkan kalian.”
“ Tidak sama sekali.” Hanum meyakinkanku kalau mereka malah senang.
Aku masuk ke dalam mobil mewah itu. Rasanya nyaman sekali tidak seperti di bus atau pun angkutan umum yang sering aku naiki.
Jalanan pun begitu lengang, hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Mungkin karena besok bukanlah hari libur, jadi penghuni kota ini sudah terlelap dengan mimpi indahnya.
Di perjalanan, ada saja yang kami ceritakan, mulai dari masa sekolah hingga keadaan sekarang. Di selingi canda tawa mengingat waktu sekolah dulu.
Bertemu dengan Hanum lagi membuatku bahagia dan melupakan sedikit kehidupan yang pahit ini.
...********...
Akhirnya aku pun sampai di rumah. Perjalanan yang panjang ini terasa sangat pendek karena kesenangan yang kami rasakan.
Aku pun turun dari mobil itu setelah mengucapkan terima kasih pada Hanum dan Reza.
“ Lain kali aku mampir ya,” ujar Hanum.
“ Oke,” jawabku.
Hanum pun melambaikan tangannya saat mobil perlahan melaju. Aku masih berdiri memandang mobil itu hingga hilang di ujung jalan.
Akhirnya aku bisa beristirahat, melepaskan lelah sedari pagi.
Kubuka tasku dan kucari kunci rumah.
Kubuka pintu lalu kututup saat aku memasuki kediamanku. Aku langsung membaringkan tubuhku di atas tempat tidur. Rumah ini terasa luas untukku yang hanya tinggal seorang diri di sini.
Rumah yang menjadi satu-satunya aset yang tersisa dari orang tuaku. Tempat bernaung dari hujan dan panas.
Kupandangi poto keluarga yang tergantung di dinding. Poto yang paling membahagiakan pada saat aku lulus kuliah.
Ibuku sudah meninggal 5 tahun yang lalu sedangkan Ayahku sedang berada di tempat yang tak seharusnya. Aku mempunyai seorang adik laki-laki yang kini tinggal di asrama. Dia adalah saudaraku satu-satunya.
Entah kapan kami bisa berkumpul kembali seperti dulu, hanya Tuhan yang tahu.
Walaupun kami jarang mengirim kabar, namun kasih sayang itu tidak akan pernah pudar.
Aku pun memejamkan mataku dan berharap akan bermimpi yang indah dan terbangun dengan kenyataan yang bahagia. Semoga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Purnama
aq hadir Thor...
2021-11-01
0
Nur Yuliastuti
kesini thor 🤗
Nara apa kabar Thor 🤭
sehat sll yaa dan semangaaat 😍
2021-01-19
0
Nur Abidah Mukti
eh baru tau ada yang baru
2021-01-11
1