Hari ini pertama kali aku memasuki dunia kerja yang baru. Manajer tempatku bekerja dulu membuka sebuah kafe dan menawarkan pekerjaan itu padaku.
Setelah aku keluar dari pekerjaan dan kembali ke kota ini, Manajer menghubungiku setelahnya. Ia mengatakan kalau membutuhkan seorang pegawai karena pegawai yang lama telah mengundurkan diri dengan alasan telah mendapatkan pekerjaan yang lain.
Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan bagus itu. Dan tanpa berpikir panjang aku langsung menerima pekerjaan yang telah di tawarkan oleh Manajer.
Aku menatap diriku di cermin, melihat dari atas hingga ke bawah, memastikan apakah aku sudah terlihat rapi atau tidak. Aku berpikir, hari pertamaku harus terlihat sempurna.
Dengan kepercayaan diri yang meningkat, aku melangkahkan kakiku dari rumah. Aku menatap langit pagi yang masih malu-malu menunjukkan sinarnya. Aku memang sengaja berangkat lebih awal untuk menghindari kemacetan. Tidak lucu juga kan pertama kali kerja harus mendapatkan teguran apalagi dari orang yang aku hormati.
Aku berjalan menyusuri jalanan yang masih terlihat sunyi, hanya beberapa orang yang sudah keluar untuk beraktivitas.
Tak perlu waktu lama, bus yang akan membawaku ke sana sudah terlihat. Aku segera menaiki bus yang terlihat sepi itu.
Aku mengambil earphone dari dalam tasku. Lalu menaruhnya di kedua telingaku. Ku seteli sebuah lagu untuk menemani perjalananku ini. Sejenak lagu ini membawaku ke sebuah kenangan yang dulu pernah aku lewati. Teringat akan kehangatan keluarga yang sudah terpecah ini.
Aku menghapus air mata yang tiba-tiba menetes. Untung saja tidak banyak orang di dalam sini, jadi tidak ada yang menyadari kesedihanku ini.
...*****...
Sampailah aku di tempat tujuanku. Dari pemberhentian bus ini, aku harus melanjutkan perjalananku sedikit dengan berjalan kaki. Tidak terlalu jauh, anggap saja olahraga di pagi hari. Lagi pula aku juga sudah terbiasa dengan aktivitas seperti ini.
Green Hill Cafe, itulah nama tempatku bekerja. Tempatnya lumayan besar. Dengan dinding berwarna putih dan coklat. Kafe ini lebih menonjolkan kopi dan cake nya walaupun ada menu lain yang bisa dinikmati.
Saat aku tiba, terlihat sebuah mobil berhenti tepat di depan pintu kafe. Seorang wanita keluar dari mobil itu. Aku segera menghampirinya begitu tahu siapa yang turun dari mobil tersebut.
“ Manajer Mei,” sapaku setengah berlari. Manajer Mei langsung menoleh dan tersenyum padaku.
“ Yuna.’’
“ Apa kabar Manajer?’’
“ Baik,’’ jawabnya. “ Cepat sekali kamu sampai, Yuna?”
“ Ia manajer, saya takut terlambat. Lagi pula ini pertama kali saya bekerja, tidak mungkin saya meninggalkan kesan yang tidak baik.”
“ Kau ini tidak pernah berubah.”
Aku mengangguk dan tersenyum.
“ Ya sudah kalau begitu bantu saya ya.”
“ Siap Manajer”.
Aku mengikutinya mengambil beberapa barang di dalam mobilnya. Memang saat ini hanya aku dan manajer Mei yang sudah sampai di tempat ini. Pegawai lain belum menampakkan batang hidungnya karena memang jam masuk kerja sekitar pukul 10.00, sedangkan sekarang masih pukul 08.00. Kalau tidak ada manajer mungkin aku akan menunggu lebih lama hingga kebosanan.
“ Yuna.’’ Aku langsung menyahut begitu manajer memanggilku. “ Duduklah di sini,” pintanya. Aku pun menghampirinya dan duduk di hadapannya. “ Kau sudah sarapan?”
“ Sudah manajer.”
“ Baguslah. Melihatmu semangat seperti ini jadi teringat waktu kita masih bekerja di sana. Untung saja kita masih berjodoh dan bisa bertemu kembali di sini.”
“ Iya, manajer, saya juga senang bisa melihat manajer lagi. Waktu manajer keluar, saya jadi kehilangan karena tidak ada lagi sosok yang bisa saya ajak bertukar pikiran, memberikan saran maupun nasehat.”
“ Tapi sekarang kita sudah bertemu, kan?”
“ Iya”.
“ Yuna, Apa kau sudah menemui Ayahmu?”
“ Sudah manajer. Kemarin saya menemui Ayah. Walaupun Ayah terlihat baik-baik saja, tapi saya tahu Ayah tidak sebaik yang terlihat.”
“ Doa, kan saja yang terbaik untuk Ayahmu. Hanya dia satu-satunya orang tua yang kau punya, jangan di sia-siakan. Terlepas apa yang sudah menimpa keluarga kalian, tapi kau tahu kan kalau Ayahmu tidak seperti itu.”
“ Iya, doa yang terbaik selalu saya sematkan untuk Ayah dan keluarga. Apa pun pandangan orang, di hati kami Ayah bukanlah orang seperti itu. Walaupun kenyataan sekarang ini tidak bisa di hapus, namun hidup tetaplah harus berjalan.”
“ Kau benar. Tetaplah kuat, jadilah Yuna yang tegar. Oke.”
“ Siap manajer. Saya akan selalu ingat itu.”
Tidak salah mengagumi sosoknya ini. Gaya bicaranya yang halus dan lembut, membuat siapa saja akan betah bila bersama dengannya. Bahkan di saat aku kesusahan manajerlah yang selalu memberiku semangat, ia seperti seorang ibu buatku.
Aku menatap jam yang menempel di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00. Satu per satu pegawai yang ada di sini sudah mulai berdatangan. Mereka menyapa manajer Mei yang duduk bersamaku. Ada dua wanita dan empat pria yang bekerja di sini.
Setelah mereka berganti pakaian, manajer menyuruh mereka untuk berkumpul. Tujuannya apa lagi kalau bukan untuk memperkenalkanku. Jantungku mulai berdegup, ada rasa was-was yang tiba-tiba datang menghampiri. Ada rasa apakah mereka akan menerimaku dengan baik atau tidak. Pikiran seperti itu kerap muncul saat aku memasuki tempat baru.
“ Selamat pagi semua, “ sapa manajer Mei.
“ Pagi Bu,” jawab mereka serentak.
“ Saya mengumpulkan kalian di sini untuk memperkenalkan pegawai baru kita. Namanya Yuna. Saya harap kalian bisa bekerja sama dengan baik di sini,” ujarnya memperkenalkanku. “ Ayo Yuna perkenalkan dirimu.”
“ Iya manajer,” jawabku, “ hai, semua. Saya Yuna. Saya pegawai baru di sini, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik dan mohon pengarahannya.”
“ Hai Yuna.” Mereka pun tersenyum dan menyambutku dengan baik.
“ Baiklah Yuna, nanti kau bisa minta bantuan dengan teman-temanmu di sini. Dan untuk kalian, tolong bantu Yuna agar ia bisa memahami bagaimana pekerjaan di sini.”
“ Siap Bu.”
“ Kalau begitu saya tinggal ya, kalian bisa mulai bekerja.”
Manajer pun pergi. Tinggallah aku dan teman-teman baruku di sini. Mereka mendekatiku dan memperkenalkan diri. Ada Adam, Herman, Ruli, Jodi, Widya dan Tia.
...****...
“ Yuna, nanti akan aku bantu apa-apa saja yang harus kau kerjakan di sini,” ujar Widya ramah padaku. Ia terlihat antusias denganku.
“ Terima kasih Widya, mohon bantuannya, ya,” balasku. Ia pun mengangguk tersenyum.
Tapi, aku merasakan hawa yang tidak enak juga. Sepasang mata yang menatapku dari atas hingga ke bawah. Satu orang yang terlihat tidak ramah dengan kedatanganku. Wanita berambut panjang bernama Tia ini bersikap lain dari kelima temanku yang lain. Tatapan matanya memandangku membuatku risih, namun aku berusaha untuk bersikap biasa dan tak terlalu menghiraukannya. Syukur-syukur itu hanya perasaanku saja. Namun, sepertinya tidak, ia memang terlihat seperti itu.
Permulaan yang tidak mudah untuk di jalani. Tapi, inilah hidup, ada yang menerimamu dengan hangat dan ada pula sebaliknya. Tergantung bagaimana kita menghadapinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Afrizal Tanjung
👍
2020-12-15
1