Hanum duduk tepat di hadapanku dengan senyuman yang tidak pernah hilang. Wajar saja karena sebentar lagi hari bahagianya akan segera tiba. Aura bahagia pun begitu terpancar dari raut wajahnya. Aku baru menyadari ternyata begitulah rasa bahagia yang di rasakan calon pengantin.
Mendengarnya akan segera menikah saja sudah membuatku turut merasakan kebahagiannya.
Bagaimana tidak, sudah lama kami tidak bertemu, sekali bertemu langsung mendapatkan berita baik ini. Hal mana lagi yang bisa membuatku bahagia selain melihat teman juga bahagia.
Saat bertemu dengan Reza, calon suaminya pun, aku merasakan ia orang yang baik dan cocok untuk Hanum. Siapa pun pilihannya yang pasti bisa membuatnya bahagia, aku pasti akan mendukungnya.
"Kenapa repot-repot datang kesini?'' tanyaku. " Seharusnya calon pengantin tidak keluar rumah, kenapa malah kelayapan.''
Bukankah itu yang orang katakan. Kalau calon pengantin itu berdarah manis. Aku tidak tahu apa itu benar atau tidak , namun begitulah kata orang tua dulu. Dan tidak ada salahnya juga untuk diikuti demi kebaikan diri sendiri.
" Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak bertemu denganmu. Lagi pula aku ingin menyerahkan ini langsung padamu,'' ujarnya menyerahkan sebuah tas plastik.
" Ini apa?''
Aku bingung dengan bungkusan yang cukup besar ini.
'' Buka saja.''
Ia memberi kode padaku untuk segera membukanya.
Dengan cepat aku pun mengambil benda yang berada di dalamnya. Sebuah kotak besar yang berisi sebuah gaun cantik.
Aku memandangi Hanum. Berharap ia akan menjelaskan mengapa ini ia berikan padaku.
" Ini pakaian yang akan kau kenakan nanti.''
" Ini untukku?''
Hanum mengangguk.
" Tapi, Hanum, tidak perlu sampai seperti ini, kan. Jangan merepotkan dirimu. Aku jadi tidak enak.''
" Tidak merepotkan, aku malah senang dan memang harus seperti ini. Aku memang khusus memesan pakaian ini untukmu. Kamu pikir aku akan melewatkan kesempatan besar ini di hari spesial ku. Aku sudah memikirkan semuanya.''
Memikirkan semuanya.
Begitulah Hanum yang selalu peduli padaku. Aku tidak berpikir akan mendapatkan gaun sebagus ini. Dan pastinya harganya juga mahal.
'' Jangan coba-coba menolaknya, lagi pula aku tidak menerima penolakan.''
Hanum menyunggingkan senyuman.
Aku menghela napas. Tak ada yang bisa kulakukan selain menerima pemberiannya ini. Tidak baik juga menolak kebaikan orang lain.
" Baiklah, aku tidak akan berdebat lagi denganmu. Aku akan memakainya dan aku pasti akan kelihatan cantik dengan pakaian yang kau berikan ini.''
" Tentu saja.''
Kami pun tertawa.
Hanum bergegas akan pergi setelah melihat jam di lengan tangannya. Ia berpamitan padaku karena masih ada yang harus dilakukannya hari ini.
Ia melambaikan tangannya saat memasuki mobil. Terlihat Pak Umar, sopir keluarga Hanum yang sudah sangat kukenal, tersenyum padaku.
Hanum memang diantar-jemput oleh Pak Umar sebagai syarat dari ibunya untuk bisa keluar rumah. Ibu mana yang tak khawatir dengan anak gadisnya yang akan menikah malah berkeliaran di luar rumah.
Aku bisa mengerti bagaimana perasaan tante Dina, ibunya Hanum.
Setelah mobil yang membawa Hanum melaju, aku pun kembali dengan pekerjaan yang sempat tertunda.
Aku meletakkan tas plastik yang berisi pakaian itu ke dalam lokerku. Saat aku menutup pintu loker, aku setengah berteriak karena Widya yang tiba-tiba muncul di dekatku.
Ia pun langsung tertawa karena reaksiku.
" Kau ini!''
Aku sedikit kesal karena kelakuannya itu. Widya malah semakin tertawa karena senangnya.
" Habisnya kau serius sekali tadi, jadinya timbul ide untuk menjahilimu.Ternyata tidak sia-sia juga.''
" Dasar....''
Widya tersenyum.
" Oh ya, wanita cantik tadi temanmu, ya?''
" Hmm....ya, " anggukku, " dia temanku yang akan menikah, jadi dia datang untuk memberikanku pakaian untuk dipakai di hari pernikahannya nanti.''
" Oh, begitu.''
" Iya, begitulah,'' ujarku. " Oh ya Wid, aku bisa minta tolong padamu?''
" Tentu, apa itu?''
" Saat pernikahannya nanti, apa boleh kita bertukar hari libur?''
" Bertukar hari libur?''
Aku mengangguk pelan. Aku harus meminta tolong padanya karena saat pernikahan Hanum, bukan di hari liburku melainkan di hari liburnya.
" Tentu saja boleh. Tak perlu sungkan begitu, kita kan berteman.''
"Syukurlah aku lega. Terima kasih ya Wid. Nanti aku minta izin juga sama Pak Martin tentang ini.''
" Umm...oke.''
" Terima kasih sekali lagi Wid.''
Aku memeluknya dengan erat.
...****...
Jam makan siang yang aku lewatkan tadi baru bisa ku nikmati sekarang ini. Akhir-akhir ini aku memang tidak terlalu berselera makan hingga harus melewatkan banyak waktu untuk menyantap makan siang ku.
Perlahan aku mengunyah makanan yang aku masukkan ke dalam mulutku. Seporsi nasi putih, telur dan sayuran sebagai menu makan siang ku hari ini. Sebenarnya bisa saja aku menyantap makanan yang sudah di siapkan di sini, namun terkadang aku bosan dan jadilah aku membawa bekal sendiri walaupun hanya menu sederhana.
" Baru makan siang?''
Tiba-tiba suara itu mengagetkanku. Aku menoleh ke belakang dan terlihat Tia berdiri di belakangku dengan tatapan yang serius.
" I-iya,'' balasku. Aku sedikit tersedak karena kedatangannya yang tiba-tiba itu.
Melihatku yang terbatuk-batuk, Tia pun memberikanku sebotol air mineral.
" Minumlah,'' ujarnya. '' Maaf sudah mengagetkan mu.''
Aku sedikit terkejut dengan sikapnya ini padaku. Aku memang tidak terlalu dekat dengan Tia, bahkan aku sering mendengar cerita negatif tentangnya dari Widya.
Ya, Widya selalu menceritakan tentang Tia padaku.
" Tidak perlu khawatir, ini bukan racun.''
Aku menatapnya dengan kebingungan.
Apa raut wajahku menggambarkan perasaanku hingga dia berkata seperti itu padaku?
Aku mengalihkan pandanganku.
" Terima kasih sudah baik padaku.''
'' Memangnya aku pernah jahat padamu?''
"Ha???''
Dia ini kenapa? Kenapa ucapan ku terasa diputar balikkan.
" Aku rasa kau sudah mendengar hal-hal yang tidak baik tentangku.''
" Kenapa kau berkata seperti itu?''
'' Tapi aku benar, kan?''
Aku hanya terdiam.
Ia menghela napas.
Aku menatapnya dengan tatapan serius.
" Kau pernah mendengar kata-kata seperti ini. Musuh yang sebenarnya bisa saja orang yang ada di dekatmu.''
Aku menggelengkan kepalaku.
'' Kau memang tak akan menyadarinya saat ini, tapi saat hari itu tiba, rasanya pasti sangat menyakitkan.''
" Aku tidak pandai berbasa-basi, jadi aku hanya memperingatkan mu. Apa yang kau lihat dan dengar belum tentu itulah yang sebenarnya. Jadi, berpikirlah dengan jernih."
Aku terperangah dengan ucapannya barusan. Ucapan yang begitu ambigu menurutku.
Setelah mengucapkan apa yang dia inginkan, ia pun langsung pergi meninggalkanku yang kebingungan.
Entah apa maksud dan tujuannya. Tapi, ini juga pertama kalinya ia berbicara seserius itu denganku.
" Apa aku salah menilai seseorang?''
Tiba-tiba kalimat itu meluncur dari bibirku. Tapi, aku masih belum dapat menyimpulkan apa yang terjadi sekarang ini.
Mungkin kata-katanya bisa ditafsirkan sebagai sebuah peringatan untukku. Ya, tapi, aku tidak tahu harus bagaimana menyikapinya .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Yessi Mc
semangat
2021-04-30
0