5

    Agatha memangku sebelah tangannya di pangkuan. Jeno duduk di sebelahnya dengan menggenggam erat tangan Agatha.

Tatapan Jeno lurus tak terbaca, membuat Agatha menciut tak berani untuk bertanya lagi karena semua pertanyaan yang di lontarkannya tidak satu pun di jawab.

Jeno berdiri membuat Agatha ikut berdiri. Bus berhenti di depannya dengan cepat Jeno membawa Agatha masuk.

Setelah membayar pakai uang karena dia tidak memiliki kartu bus, Jeno membawa Agatha duduk di ujung.

Jeno masih tidak menatap Agatha, sedangkan Agatha masih menatap Jeno dengan serbuan pertanyaan di otaknya.

Agatha dengan cepat menatap tangannya yang di genggam Jeno tengah di usap pelan olehnya.

Jeno masih betah dengan pemikirannya dan akan membawa Agatha cukup jauh dari kota ini.

Selama perjalanan keduanya hanya diam, sibuk dengan pemikiran masing - masing.

Jujur, setelah menyaksikan kejadian tadi hati Agatha yang memang sangat mudah tersentuh merasa simpati pada Jeno.

Dirinya pun sama, sejak kecil tidak memiliki keluarga utuh, bahkan hanya mendiang nenek yang merawatnya dulu.

Agatha ingat nasehat neneknya waktu itu.

'Mama kamu ga jahat.. ga ada namanya orang jahat, mereka hanya sedang tersesat dan kamu tugasnya membantu mama kamu agar tidak terus tersesat.. jangan lawan kejahatan dengan kejahatan Agatha, karena itu tidak baik..'

Agatha kecil mengangguk antusias.

"Iya nek.. Agatha akan berusaha agar mama kembali kerumah.."

Dan dengan usahanya, sang mama kembali padanya, merawatnya hingga remaja.

Agatha menatap Jeno.'Benar, kak Jeno sedang tersesat. Nek, apa aku harus membantunya? Apa yang di lakukan kak Jeno memang tidak bisa di benarkan tapi..'

Jeno menusukkan telunjuknya ke pipi Agatha, membuat lamunan Agatha buyar. Jeno mengulurkan minum ke arah Agatha.

"Ma-makasih.." cicit Agatha seraya meraih minuman itu.

Jeno masih setia bungkam, terlihat banyak sekali yang tengah di pikirkan olehnya.

"Kita cari tempat pernikahan terdekat, kita nikah.."

Agatha menoleh dengan cepat dan penuh keterkejutan.

Jeno menoleh menatap Agatha penuh peringatan."Engga ada pilihan! Ini keharusan!" tegasnya lugas.

...***...

Agatha melamun di ujung kasur hotel, menatap cincin sederhana yang kini melekat di jari manisnya.

Pernikahan cepat dan sederhana, jauh dari bayangannya selama ini. Jeno merebahkan tubuhnya tanpa berniat menyapa istrinya.

"Soal daftarin nikah nanti aja, yang penting kita udah bersumpah."

Agatha melirik Jeno dengan kebimbangan. Merasa dilema, apa harus membantunya seperti nasehat sang nenek, atau kabur? Tapi kabur pun percuma, dia kurang tahu sedang di mana dan beberapa jam yang lalu dia sudah berjanji akan terus bersamanya, suaminya.

Agatha memang baik hati, sangat baik. Mungkin didikan sang nenek yang sama baiknya seperti Agatha.

"Kak, sekolah Agatha gimana?" tanya Agatha dengan takut.

Jeno membalik tubuhnya dengan tatapan tajamnya."Itu bisa di pikirin nanti.."bentak Jeno yang membuat Agatha tersentak di tempatnya.

"Maaf, iya.." balas Agatha dengan tangan saling meremas cemas.

Jeno kembali membalik tubuhnya dengan masih di lingkupi emosi. Lebih tepatnya emosi kerena kalutnya pikiran yang kini sedang Jeno rasakan.

Jeno meyakinkan dirinya, kalau semua keputusannya sudah tepat. Biar sang papa kelimpungan di sana dan membatalkan pernikahannya.

Jeno membawa tubuhnya untuk duduk lalu menarik Agatha hingga terlentang, memeluknya.

...***...

Paginya Agatha mengekor mengikuti Jeno yang membawanya ke sebuah kontrakan.

"Masuk.." titah Jeno ketus.

Agatha menurut, menatap sekelilingnya.

"Gue cari kerja dulu, abis itu kita pindah.." terang Jeno seraya memeluk Agatha lalu menenggelamkan wajahnya.

Jeno lelah terus berpikir, dia sangat butuh sandaran. Agatha hanya diam, tidak paham dan tidak tahu harus bagaimana.

...***...

'Sudah hampir seminggu..'batin Agatha.

Sekarang Agatha sedang diam di dalam kamarnya sendirian. Jeno bekerja di tempat temannya katanya.

Agatha menatap mie instan di sebrangnya yang di beli Jeno, mengingat itu Agatha mengulas senyum kecil, entah apa yang di rasakannya.

Setelah sore tiba, Jeno datang dengan satu bungkus nasi padang di jinjing dalam plastik putih.

"Makan!" titah Jeno dengan tidak bertenaga.

Dengan ragu Agatha bersuara."Kakak kerja apa?" cicitnya.

Pertanyaan selama ini tersimpan akhirnya bisa di ucapkan.

Jeno beranjak dengan lesu."Cuma club kecil, pelayan biasa.." jelas Jeno acuh.

Sepertinya Agatha sudah gila, dia tersenyum senang saat ini. Merasa kalau dirinya dan Jeno benar - benar pengantin baru yang berjuang bersama - sama dari nol.

Agatha membuka nasinya, benar - benar berbeda dengan kehidupan sebelumnya yang mewah. Kali ini terasa sederhana.

"Kakak udah makan?" tanya Agatha seraya menghampiri Jeno yang berbaring dengan mata terpejam.

"Jangan panggil gue kakak kita itu seumuran, muak gue dengernya.." jengkel Jeno tanpa membuka matanya.

"Ga bisa, maaf. Rasanya ga enak cuma panggil nama." terang Agatha dengan polosnya.

Jeno berdecak jengkel."Terserah lo!" ketusnya.

"Kakak udah makan?" lagi Agatha bertanya.

Jeno membuka matanya dengan jengkel."Suapin! Baru gue mau makan" ketusnya.

...***...

Jeno meraih piring dari tangan Agatha, menyimpannya asal lalu membawa Agatha ke dalam pelukannya.

"Gue ga pernah denger lo ngeluh.." gumam Jeno seraya memeluk Agatha perlahan.

Agatha mendongkak."Emang boleh?" tanyanya ragu. Bukannya menjawab Jeno malah memejamkan matanya.

...***...

Jeno menatap alat kontrasepsi yang hanya tersisa satu. Sengaja Jeno membeli pengaman karena dia pikir melihat situasinya sekarang belum memungkinkan untuk membuat Agatha hamil.

Jeno tersenyum miris, keluarganya tidak ada yang berusaha mencarinya. Dia dan Agatha sama saja, sepertinya tidak berarti untuk mereka.

"Kak, sampo habis.." keluh Agatha dengan ragu dan takut.

"Hm..." gumam Jeno seraya membawa langkahnya keluar rumah untuk bekerja.

"Hati - hati ya kak.." ujar Agatha dengan senyum sehangat mentari.

Lagi - lagi Jeno tidak meresponnya. Jujur Jeno sempat tersentuh bahkan hampir lupa dengan niat Awalnya karena Sikap Agatha yang tidak banyak mengeluh, bahkan harusnya Agatha membencinya. Justru saat ini Agatha kebalikan dari pemikiran Jeno.

Baik dan perhatian walau pun di bentak dan di marahi habis - habisan oleh Jeno.

Melihat senyum Agatha setiap hendak berangkat kerja membuat Jeno terus teringat dan merasa kalau Agatha akan sama seperti sang mama, yang pergi meninggalkannya.

Jeno menggenggam ponselnya erat, menghapus semua rasa aneh yang tumbuh dalam dirinya.

Dengan tekad, Jeno harus tetap berada di jalan awal, sekalipun akan membawanya tersesat. Jeno menarik nafas berat, dia mempercepat langkahnya. Dia ingin segera bekerja, karena dengan bekerja dia bisa melupakan semua kegelisahan di jiwanya.

Agatha menutup pintu dengan rapat sesuai perintah Jeno. Mengingat itu Agatha tersenyum, namun detik berikutnya senyumnya luntur. Agatha rindu pada mamanya, Agatha sedih karena mamanya itu tidak mencarinya.

Agatha jadi meragukan kasih sayang mamanya itu, Agatha merasa terbuang sekarang. Hanya Jeno yang bisa dipercaya untuk sekarang ini.

...***...

Terpopuler

Comments

Jovannka_su

Jovannka_su

kak author, nama Jeno itu terinspirasi dri member NCT Dream kah? (Lee Jeno).
Jujur jeno itu bias ku di NCT, baca cerita novel Ini jdi buat aku bercampur perasaan...sukaa😭❤.

2021-07-06

0

namiza hadist

namiza hadist

jeno pasti akhirnya sayang bnget ma agatha,,,q ga sabar nunggu itu thor

2021-01-02

1

Susilawati Dewi

Susilawati Dewi

udh nikah blm sih

2020-12-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!