Agatha meringis pelan, Jeno menuntunnya memasuki mall dengan sedikit kasar. Langkahnya yang lebar dengan susah payah Agatha ikuti.
"Kak tangan Agatha sakit.." lirihnya dengan meringis.
Jeno menoleh dengan tatapan sinis."Diem!" balasnya penuh penekanan.
Jeno membawa Agatha masuk ke dalam toko perhiasan.
"Pilih!" perintahnya dengan ekspresi tak terbaca.
Agatha berdiri di samping Jeno dengan bingung."Pilih?" ulangnya ragu dan takut.
"Cepet!" geram Jeno dengan sedikit memelototi Agatha.
Agatha pun mengangguk cepat dan ketakutan lalu mulai memilih. Ada dua yang mencuri perhatiannya.
"Ya-yang ini atau ini bagus." terangnya dengan ragu, bahkan tak mampu menatap Jeno.
Jeno menatap kedua gelang itu."Oke mba dua - duanya." Jeno pun merogoh saku, mengeluarkan dompet di tangannya. Jeno melirik Agatha yang menunduk sekilas.
***
Agatha kembali menatap jalanan, tubuhnya yang terasa tidak baik di paksa keluar hanya untuk membeli perhiasan itu? Dan rasanya itu bukan untuknya.
"Pilih!" suara Jeno terdengar dingin.
Agatha menoleh, Jeno meliriknya sekilas."Pilih satu!" bentak Jeno jengkel.
Dengan tergesa Agatha membawa kotak berwarna hitam. Tangannya gemetar walau pelan. Agatha kembali sedih, apakah Jeno tidak bisa lembut sedikit padanya? Apa Jeno sebenci itu padanya?
"Kalau sampe ilang awas aja.." ancam Jeno.
***
Ke esokkan harinya...
Jeno mendesah malas, menatap gadis yang kini berdiri tak jauh darinya. Gadis itu melambai dengan malu - malu. Menjijikan!
Jeno tersenyum seraya menghampiri gadis itu.
'Drama di mulai'
"Udah lama nunggunya?" tanya Jeno ramah.
"Oh engga kok, baru sampe.." balasnya dengan malu - malu.
"Kamu Nita kan?" tanya Jeno masih dengan senyum ramah palsunya.
Gadis itu mengangguk dengan mengulum senyum hangat."Kamu Jenokan hehe.." kekehnya manja.
Jeno mengangguk kecil lalu mengedarkan tatapannya mencari tempat yang nyaman untuk berbincang.
"Mau ke cafe di sana?" tunjuk Jeno.
Nita menatap Cafe itu lalu mengangguk.
"Boleh.."
***
Jeno mengulurkan tissue ke arah Nita."Ada saos di bibir kamu.." ujarnya penuh perhatian.
Nita terdiam sesaat lalu mengulum senyum seraya meraih tissue yang sebelumnya di pegang Jeno.
"Makasih.." balas Nita tersipu.
"Pantes ya kamu terkenal di SMA Mutiar, kamu cantik.." puji Jeno dengan senyumnya yang lebar namun palsu itu.
"Ah kamu bisa aja.." elaknya tersipu.
Jeno menatap Nita dengan tatapan hangat."Kamu udah punya pacar?" tanyanya serius.
"Belum" jawab Nita cepat seraya mengulum senyum.
'Pembohong!'
Jeno tersenyum senang."Woa! bagus dong.." serunya.
"Bagus gimana?"
"Jadi pacar aku mau?" tanya Jeno to the point, sepertinya benar - benar ingin cepat mengakhiri semuanya.
Beberapa hari kemarin Jeno harus berchattan dengan Nita, hingga waktunya untuk bersenang - senang dengan Agatha terganggu. Kalau saja bukan uang yang mendasari, Jeno tidak akan mau.
"Ha? Ga kecepetan?" tanya Nita dengan tawa pelan seraya tersipu.
"Engga dong, justru aku harus gerak cepat, kalo lengah dikit takutnya di ambil orang.."
'Dasar cewek bodoh!'
Nita tertawa pelan dengan rona merah di kedua pipinya."Ah kamu bisa aja.."
"Jadi gimana? Mau ga?" tanya Jeno seraya meraih tangan Nita.
Nita terlihat berpikir lalu tanpa ragu mengangguk."Boleh, iya aku mau, aku nyaman chattan sama kamu, kamu orang baik.."
Jeno tersenyum miring, melepaskan tangan Nita sedikit kasar.
"Baik? Haha, baik gimana?" tanya Jeno dengan wajah yang kini datar.
Nita terdiam, sedikit bingung dengan reaksi yang di lihatnya barusan. Jeno mendorong ponselnya yang terongok di meja ke arah Nita.
"Lo kenal nomor itu?" tanya Jeno dengan acuh.
Nita menatap layar itu dengan serius, tak lama air mukanya berubah tegang.
Nita menatap Jeno kesal. Jeno terkekeh remeh.
"Dia temen gue, tadi sebelum ke sini gue telponan eh kelupaan ga di matiin. Yah ketauan deh, lain kali kalo mau selingkuh hati - hati. Eh tunggu pacar lo yang aslikan buka Bratha tapi Beno ya.." ejek Jeno lalu setelahnya Jeno beranjak, berlalu tanpa kata.
Jeno berjalan dengan begitu santai menuruni tangga Lalu mendial lagi nomor Bratha.
"Udah selesai cepet kirim.."
"Cewek itu di mana?"
"Di cafe gue tinggal.." jawab Jeno seraya memutuskan hubungan secara sepihak.
***
Agatha menatap pintu kamarnya yang kini terbuka.
"Apa? Kangen?" tanya Jeno seraya menghampiri Agatha lalu menarik tangan Agatha hingga berdiri.
Jeno mengusap leher Agatha sekilas."Gimana tiga hari ga ketemu enak? Bebas?" tanya Jeno seraya melepas ikat rambut Agatha.
Agatha hanya diam dengan air muka gelisah.
"Ganti baju, kita keluar.."
***
Agatha dan Jeno masih duduk di dalam mobil yang sudah terparkir.
"Kak, Agatha engga bisa makan pecel Lele.." ujar Agatha pelan.
"Ga mau tahu! Ayo turun!"
Dengan berat Agatha turun lalu menyusul Jeno yang sudah masuk duluan.
Jeno duduk di salah satu meja yang kosong, di susul Agatha.
Pelayan pun menghampiri mereka."Ada yang bisa di bantu? Mau pesan apa mas, mba?" tanya pelayan itu.
"Dua porsi, jus mangga 2, ayam bakar satu, pecel Lele 2.."
***
Agatha benar - benar merasa makannya kali ini adalah siksaan.
Dia benar - benar tidak bisa makan pecel Lele, walau mungkin lelenya dia bisa tapi masalahnya ini sudah di campurkan.
"Makan, engga abis awas!" ancam Jeno berbisik di depan wajah Agatha.
"Agatha ga kuat, kesiksa, mual, sesek.." cicit Agatha dengan mata mulai basah.
Jeno tersenyum miring."Gue emang seneng liat lo susah.." bisik jeno dengan di akhiri kekehan pelan.
Agatha menarik nafas berat. Rasanya benar - benar sakit. Tak bisa kemana - mana, Jeno akan sangat menakutkan jika dirinya menjadi pembangkang, menjadi penurut pun menakutkan apalagi kalau, em rasanya Agatha tidak bisa melanjutkan pemikirannya.
Agatha mendongkak saat mendapatkan elusan di pipinya.
"Makan.." desis Jeno dengan sorot mata tajam.
***
Restoran mendadak ricuh, Agatha yang kini pingsan sudah sangat pucat.
Jeno menggendong Agatha, dengan cepat membawanya ke mobil menuju rumah sakit terdekat.
Wajah Jeno memang datar, tapi dalam hati dia khawatir, dalam artian yang belum ke arah cinta. Jadi kadarnya masih biasa.
Setelah Agatha masuk ruangan, Jeno duduk di ruang tunggu.
"Dengan keluarga pasien Agatha?"
Jeno berdiri."Saya kakaknya dok.." sahut Jeno.
"Mari masuk keruangan saya..."
***
Jeno duduk di kursi sebelah kasur pasien yang di tempati Agatha.
Agatha yang pucat dengan selang nafas di hidungnya, mencuri perhatian Jeno.
Kata dokter, Agatha alergi kacang - kacangan. Telat sedikit nyawa Agatha bisa lewat.
Jeno yang memang keras kepala dengan cepat menepis rasa simpatinya. Dari awal, Melihat Agatha kesulitan adalah keharusan.
Salah atau tidaknya Agatha, dia harus menjadi pelampiasannya.
"Salahin takdir yang bawa lo ke gue Agatha, sampai akhir gue akan berusaha buat lo kesulitan. Gue engga salah! Kalian yang salah!" gumam Jeno dengan penuh keseriusan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Adelina Damayanti
wah gak salah lgi emng anak setan
2021-07-01
0
fafa🍊🍭
Hi..gua udah baca ulang 3kali kgk bosen² sama ni cerita, ceritanya bagus bngt soalnya😍jadi kalau udh kelar baca gua ulang lagi dari awal😭
2021-03-27
4
Ita Ta'nifah
jeno jeno......
2021-01-21
0