Mother
Renata baru saja akan pulang ke rumah. Hari ini ia mendapat gaji pertamanya dari hasil kerja paruh waktu. Ia sangat senang sekali. Renata sudah berjanji akan membelikan Ibu sesuatu yang bisa dinikmati berdua. Sesuatu yang manis dan ada sedikit asamnya. Aha! Strawberry Cheesecake. Ibu suka sekali kue ini. Sekali makan bisa dua potong kue sekaligus.
"Tolong bungkus ini ya, Mbak." kata Renata. Ia membayangkan raut wajah Ibu ketika ia pulang membawa pulang. Sudah bisa ditebak, Ibu pasti akan marah karena Renata menghabiskan uang untuk membeli yang tidak perlu. Tapi itulah uniknya Ibu. Selalu marah ketika Renata membelikan sesuatu dan malah menyuruhnya untuk menabung. Padahal, Renata hanya ingin menikmati hasil keringatnya bersama Ibunya. Walau ia tahu, ujung-ujungnya Ibu pasti akan tetap memakan kue ini.
Renata tertawa geli sendiri membayangkan raut wajah Ibu. Renata menaruh box kue dengan sangat hati-hati agar tidak rusak. Ia menyalakan motor lalu mulai memutar gas motor dengan perlahan.
Jalanan hari ini terasa lancar. Ia tidak perlu tergesa-gesa. Renata menghentikan motornya di persimpangan lampu merah. Saat ia menunggu lampunya menjadi hijau, ia melihat mobil yang meluncur dengan cepat melalui jalur persimpangan yang lain.
Renata hanya bisa menggeleng melihat ulah pengemudi itu. Saat tiba di kompleks rumahnya, Renata melihat kerumunan orang yang ramai. Seolah-olah sesuatu baru saja terjadi. Renata penasaran. Ia melihat dan meninggikan kakinya untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia tidak bisa melihatnya. Ia mencoba untuk lebih maju dan menerobos kerumunan orang.
Dan ternyata, kerumunan orang-orang sedang berkumpul di rumah Renata. Seorang ibu yang melihat Renata baru pulang kerja, menghampiri Renata sambil sesekali mengeluarkan air mata.
Renata jelas sangat bingung. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Ada apa, Bu? Kenapa?" tanya Renata cemas sekali.
"Yang kuat, Nak, Ibu sangat takut, Nak, melihatnya. Yang sabar ya, Nak." Ibu itu mengusap punggung Renata agar ia siap melihat apa yang terjadi.
Renata melewati kerumunan orang yang berkumpul di rumah Renata. Banyak sekali yang bilang bahwa Renata harus sabar menghadapi cobaan ini.
Setelah berhasil melewati kerumunan orang banyak, Renata histeris. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat barusan.
"Ibu, Ibu!! Ibu kenapa, Bu?! Ibu bangun, Bu!" Renata terlalu emosi dan menangis sejadi-jadinya. Ia berteriak tidak karuan. Tetapi beberapa tetangganya menahan tubuh Renata agar tidak jatuh dan tumbang.
Ya, keadaan Kinanti, Ibu Renata, sangat memprihatinkan. Kinanti terbujur kaku, lemas tidak berdaya. Leher Kinanti berwarna biru dan ada beberapa noda darah di bajunya. Tim dokter forensik mengambil beberapa foto TKP dan Kinanti dengan sangat detil.
"Ambil semua sampel yang ada di rumah ini dan akan kita uji." kata seorang dokter forensik.
Renata yang melihat tim forensik berada dirumahnya, ia langsung bergidik ngeri.
"Om, om! Om mau apain Ibu saya Om? Om janga lakukan apa-apa, Om!" Renata tidak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasa sesak, kesal dan pusing.
"Kita harus mencari tahu apa penyebab kematian Ibumu." dokter itu terlihat sangat tegas dan Renata terdiam ketika dokter forensik melakukan tugasnya.
"Datanglah ke kantor besok. Saat ini kamu masih merasa emosi." Dokter forensik itu menyodorkan kartu namanya pada Renata.
"Jangan lakukan apa-apa pada Ibu saya! Jangan lakukan apapun!!" teriak Renata histeris. Tetapi dokter itu tidak menanggapi Renata yang histeris.
"Renata, tenanglah. Kepolisian dan jaksa sudah tiba disini." kata seseorang menenangkan Renata. Renata menengok ke belakang, dimana suara sirine itu berasal. Mobil patroli polisi dan mobil van hitam. Keluarlah beberapa jaksa dari mobil van hitam.
Rumah Renata telah diberi garis kuning polisi dan tak ada satupun yang bisa masuk kecuali jaksa. Tim forensik sudah selesai mengambil sampel yang ada di rumah Renata. Tapi, saat ini Renata masih sangat emosi. Ia tidak stabil. Dan sangat lemas.
Pandangan Renata tiba-tiba menjadi gelap. Ia tidak bisa melihat apapun. Dan, BRUKK!!
"RENATA! RENATA!" teriak orang-orang yang berada di depan rumahnya. Renata sayup-sayup mendengar suara orang-orang memanggilnya. Tapi Renata kali ini terlalu lemah. Ia sangat shock melihat keadaan Ibunya tidak bernyawa dengan keadaan yang sangat mengerikan.
Renata merasa tubuhnya ringan. Ada yang berusaha mengangkat Renata dan membawanya ke salah satu rumah warga setempat, agar Renata merasa tenang.
***
Aroma minyak kayu putih tercium samar-samar di hidung Renata. Kepalanya sangat berat untuk digerakkan. Renata perlahan membuka matanya walau kepalanya masih terasa sangat pusing.
Semakin lama, Renata bisa mencium aroma minyak kayu putih itu. Wanginya semakin tajam dan pusingnya mereda.
"Sudah bangun?" tanya seorang laki-laki yang memberikan minyak kayu putih pada Renata.
"Evano?" gumam Renata. Walau sudah bisa membuka matanya, Renata masih merasa lemas. Ia mencoba memperbaiki posisinya untuk duduk.
"Aku lihat kamu histeris. Tapi keadaan ramai dan kamu terlihat nggak stabil. Jadi kubawa kamu kesini." kata Evano menjelaskan.
Renata terdiam. Ia tidak tahu harus bicara apa. Evano yang sudah mengenal dekat dengan Renata, merasa sedih dengan apa yang Renata alami hari ini.
Renata menunduk. Ia memijat-mijat kepalanya yang masih terasa pusing.
"Aku shock, Van." jawab Renata.
"Iya, aku tahu, Ren. Sudahlah. Sekarang sudah ada polisi dan jaksa. Biarkan mereka yang menanganinya."
"Aku tidak percaya pada mereka." ucap Renata.
"Kamu harus percaya pada mereka agar kasus Tante Kinan bisa selesai." jawab Evano masih berusaha menenangkan Renata.
"Bukan itu, Van. Aku yakin kasus ini akan ditutup sebagai bunuh diri." kata Renata.
"Kenapa kamu berpikir begitu?" Evano semakin bingung.
"Aku hanya berasumsi. Aku akan tahu kalau aku sudah bisa masuk rumahku." jawab Renata yakin.
"Rumahmu di segel polisi. Tinggallah disini dulu. Sementara. Selagi polisi mencari, kamu bisa menenangkan pikiranmu."
Belum sempat Renata menjawab ucapan Evano, Ibu Evano datang membawakan makanan untuk Renata.
"Kamu sudah bangun, Rena? Makanlah ini dulu. Kamu harus punya tenaga." Ibu Evano terlihat sudah agak tua dan ramah.
"Terima kasih, Tante." ucap Renata lemas.
"Tante buatkan teh ini untuk kamu."
"Iya, Tante. Nanti Rena minum."
"Minumlah sekarang, walau hanya sedikit." Evano mengambilkan teh untuk Renata agar ia sedikit punya tenaga. Perlahan, Renata merasa tenang. Ia mencoba mencicipi sedikit agar mempunyai tenaga.
****
Halo, follow aku ya untuk update cerita terbaru. Jangan lupa like novel aku ini :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Osie
mampir nih..penasaran pas baca sipnosisnya...moga ini cerita g ngegantung yoo..dan moga tokoh wanitanya sosok yg tangguh n smart
2024-04-07
0
❤️🔥ℝ❤️🔥
ninggalin jejak ah penasaran
2024-02-06
0
suharwati jeni
baru baca koq langsung penasaran ya
2022-01-09
0