Rahasia Ibu

Renata dan Mahendra sampai di rumah Renata yang masih diberi garis polisi. Walau ada beberapa tetangga yang berbisik tentang Renata, ia tidak peduli. Yang ia pedulikan saat ini kebenaran tentang Ibunya. Setelah menggali semakin dalam, Renata semakin bingung seperti apa Kinanti yang sebenarnya.

Renata memasuki rumahnya yang terasa kosong itu. Kehampaan kembali merasuki hati Renata.

"Kenapa Renata?" tanya Mahendra. Setelah menanyakan itu, Mahendra langsung merasa tidak enak hati.

"Tidak." Renata hanya menjawab pendek dan tersenyum pada Mahendra.

Renata melanjutkan langkahnya menuju kamar Kinanti. Memang, pada saat itu Mahendra hanya memeriksa meja rias Kinanti saja. Tidak memeriksa tempat tidur ataupun lemari.

Renata membuka lemari baju Kinanti yang selama ini memang jarang Renata sentuh.

Lemari Kinanti sama saja seperti lemari baju pada umumnya. Baju dress Kinanti, kaos, celana dan ada sebuah koper yang ditutupi dengan gaun panjang. Renata akan memeriksa semua barang Kinanti dengan teliti. Ia membuka koper milik Kinanti.

Koper itu berukuran sedang. Cukup untuk membawa baju jika berpergian selama 2-3 hari. Tapi Renata cukup bingung dengan koper milik Kinanti.

"Renata. Kenapa?" Mahendra melihat Renata agak ragu dengan koper milik Kinanti.

"Aku tidak pernah melihat Ibuku pergi dengan koper ini."

Akhirnya Renata membuka koper Kinanti. Ketika ia membuka koper, ada dua tas kecil didalamnya. Renata semakin penasaran apa dibalik koper ini. Setelah koper itu terbuka, terkejutlah Renata bahwa ternyata uang Kinanti sangatlah banyak.

"Ini uang yang Ibumu simpan?" tanya Mahendra. Renata tidak bisa menjawabnya. Ia kehabisan kata-kata. Ia jelas sangat mengingat bahwa setiap harinya Renata hampir tidak ada bahan makanan untuk dimakan dengan layak.

"Ibuku jelas berkata bahwa dia kehabisan uang. Dan tidak ada lauk untuk dimakan. Maka dari itu aku bekerja untuk makan sehari-hari kami." hati Renata sangat pilu menceritakan semua ini pada orang yang sama sekali tidak ia kenal.

Semakin lama Mahendra menelusuri kasus Kinanti, mau tidak mau rahasia keluarga ini pun terbongkar. Dari yang sejak awal ia mengira ini adalah kasus bunuh diri biasa, tapi ternyata kenyataannya berkata lain.

"Coba kita cari apakah ada catatan milik Ibumu." Renata tidak banyak bicara. Hatinya terlalu pilu untuk semua ini. Tapi ia tidak bisa menghilangkan rasa penasarannya. Renata mencari apakah ada catatan milik Kinanti atau tidak.

"Renata. Lihat ini." ujar Mahendra. Ternyata benar. Kinanti adalah orang yang sangat teliti dengan uang. Dibuku itu tertulis Untuk Renata. Setelah buku itu dibuka, terurailah pada tanggal berapa Kinanti menerima uang itu dan uang itu seharusnya digunakan untuk apa.

"Apakah uang ini memang sengaja disimpan Ibumu?"

"Tapi untuk apa kalau dia tahu bahwa ada mesin ATM daripada harus menyimpan uang seperti ini." sergah Renata. Mahendrapun tidak bisa menanggapi apa-apa.

"Lalu bagaimana dengan Ayahmu? Apakah beliau rutin mengirimmu uang?"

"Ibu cerita kalau Ayah mengiriminya uang tapi tidak seberapa karena ada orang lain yang harus dinafkahi." cerita Renata.

"Orang lain?" Mahendra tidak mengerti dengan maksud Renata.

"Iya. Ayah pergi meninggalkan rumah sekitar dua tahun yang lalu."

****

2 tahun yang lalu..

Renata baru saja pulang kerja. Tanpa mengetuk ataupun memberitahu pada Ayah dan Ibunya jika ia sudah pulang. Ia langsung masuk kamar dan sudah mendengar suara-suara dari kamar Ayah dan Ibu.

"Bagaimana bisa kamu meninggalkan kami dan pergi pada wanita itu?" Kinanti bertanya dengan tegas pada Candra.

"Lalu, kamu mau kita bagaimana? Nina terus mengejarku." jawab Candra terdengar santai bagi Renata.

"Apa tidak bisa kamu meninggalkan dia? Apa kamu tidak malu pada Renata?" Kinanti mulai meninggikan suaranya.

"Renata sudah dewasa. Dia sudah mengerti. Lagipula dia bisa menjaga diri." jawab Candra tidak mau kalah.

"Apa yang kamu pikirkan? Kamu tega meninggalkan kami demi wanita itu?" Kinanti mulai terdengar emosi.

"Aku akan segera menikahi Nina. Dan kamu tidak perlu ikut campur."

Kinanti tidak kuasa menjawab perkataan Candra. Malam itu juga, Candra pergi meninggalkan Kinanti. Tanpa membawa apapun dari rumah.

Renata terpukul sekali mendengar perkataan Ayahnya. Ia bersumpah sejak hari itu ia tidak akan menggubris Ayahnya sedikitpun.

Kinanti menangis di dalam kamar. Kecil sekali suara tangisannya, tapi Renata masih bisa mendengarnya karena kamar mereka bersebrangan.

****

Nina mengusap wajahnya dengan krim. Lebam biru yang membekas dipipinya terasa nyeri. Ia juga membersihkan darah yang keluar dari mulutnya. Setelah ia mengusap dengan kain kassa, ia sedikit memoleskan pewarna bibir agar tidak terlihat pucat.

Seorang asisten masuk ke kamar Nina dan membawa baju yang ditaruh di keranjang baju kotor.

"Nyonya. Apakah ini ingin dibuang?"

Nina memandangi baju yang dibawa oleh asisten itu dan mengingat ketika Candra memukulnya hingga babak belur.

"Bakar saja." Nina menepuk bedak tipis ke wajahnya dan memoleskan blush on di pipinya.

"Baik, Nyonya."

Setelah Nina selesai merias wajahnya, ia langsung turun kebawah karena mertuanya memanggilnya sejak tadi.

"Kamu kemana saja? Suamimu akan berangkat keluar kota dan kamu baru bangun tidur ya?" tanya Herlina dengan sinis.

Nina tidak pernah mendapatkan perlakuan yang manis dari mertuanya. Seperti inilah kata-kata yang selalu keluar dari mulutnya. Kasar dan sinis.

"Maaf, Bu. Saya sedang ganti baju." Jawab Nina tetap sopan pada Ibu Mertuanya.

"Jangan terlalu lama. Antarkan Candra ke bandara. Dia akan segera pergi untuk perjalanan bisnis."

Nina tidak menjawab apa-apa. Ia hanya mengangguk mengerti.

***

"Maaf, Renata." ucap Mahendra.

Renata menatap Mahendra dengan bingung.

"Kenapa kamu minta maaf?"

"Karena saya kamu jadi harus membuka rahasia Ibumu."

Renata tersenyum.

"Bukan salah kamu. Itu memang sudah tugas kamu untuk menyelidiki kematian seseorang. Kenapa kamu merasa nggak enak sama saya?"

Mahendra jadi bingung sendiri. Iya ya? Kenapa harus merasa nggak enak sama Renata? Kan memang sudah tugas saya. Mahendra jadi salah tingkah.

"Jadi, melihat buku catatan ini, Ibumu sengaja menyimpan uang untukmu." Mahendra menutupi sikap salah tingkahnya dengan mencoba mengambil kesimpulan.

"Tapi untuk apa ya. Aku tidak mengerti. Rumah ini sudah diberikan oleh Ayahku. Semisal aku harus punya rumah lagi, ya mungkin sulit. Karena aku pasti akan memikirkan bagaimana jika aku meninggalkan Ibuku."

Mahendra merasa sedikit tersentuh dengan pernyataan Renata. Karena walau apapun yang terjadi, perkara Kinanti membohonginya ataupun tidak, Renata akan tetap memikirkan perasaan Kinanti.

Hape Renata berdering. Ada nomor tidak dikenal yang masuk ke hapenya.

"Halo?"

"Nona Renata? Kami dari LFN. Autopsi akan segera selesai. Bisakah Anda datang kemari?"

"Baiklah."

Renata segera mematikan telponnya dan kembali menatap Mahendra.

"Apakah ada sesuatu yang kamu temukan lagi?" tanya Renata sudah mulai bisa bersikap santai.

"Iya ada. Ada beberapa yang harus saya bahas juga. Tapi sepertinya ada hal yang mendesak." jawab Mahendra menghilangkan ketegangannya.

"Itu dari LFN. Autopsi Ibuku akan segera selesai dan mereka akan menulis laporannya."

"Baiklah. Bagaimana kalau kita bekerja sama dalam menangani kasus Ibumu?"

Renata terlihat ragu dengan Mahendra.

"Jangan salah paham. Aku hanya menjalankan tugasku. Jika dalam lima hari aku tidak menemukan bukti bahwa Ibumu dibunuh, kasus ini akan ditutup sebagai kasus bunuh diri."

"Apa? Kenapa begitu?" Renata tidak percaya jika kejaksaan harus mengambil kesimpulan yang terlalu cepat.

"Ya. Karena dinilai kurangnya bukti. Tapi, mungkin saja, info darimu bisa membantu penyelidikanku." ujar Mahendra.

Mahendra mengulurkan tangannya pada Renata. Berharap bisa bekerja sama dalam penyelidikan kasus Kinanti. Renata merasa takut akan suatu rahasia yang selama ini tidak pernah diungkapkan oleh Kinanti.

"Kau harus yakin, Renata. Karena dengan begitu, kasus Ibumu akan cepat terungkap." ujar Mahendra.

Renata mengangguk. Ia menerima uluran tangan Mahendra. Renatapun sebenarnya juga ingin kasus ini terungkap dengan sangat jelas dan detil.

Mahendra tersenyum pada Renata.

****

Renata dan Mahendra kembali menaiki mobil. Dan bersiap untuk kembali ke LFN. Tapi hape Mahendra bergetar. Ada telpon masuk dari asistennya, Nugraha.

"Pak saya sudah menemukan rekening milik Ibu Kinanti."

"Lalu, bagaimana?"

"Ada saldo masuk setiap bulan tapi itu dari seseorang yang saya rasa bukan suaminya. Tapi ini nama seorang wanita."

"Wanita? Siapa?" Mahendra menoleh ke arah Renata dengan bingung.

"Herlina Tanujaya."

"Baik terima kasih."

Mahendra mematikan telpon dari Nugraha dan segera bertanya pada Renata. Mahendra mengira bahwa ini adalah petunjuk yang cukup penting.

"Siapa Herlina Tanujaya? Tapi sepertinya saya pernah mendengar nama Tanujaya."

Renata menatap lurus ke depan. Tanpa ekspresi seolah ia enggan membahas nama itu.

"Itu nama nenek saya." ucap Renata pelan.

Mahendra menatap Renata dengan rasa penasaran.

"Nenekmu? Tunggu. Bukankah dia itu yang dari Grup Seijin?"

Renata menghela napas dan membuang pandangannya keluar jendela. Rasa penasaran Mahendra semakin memuncak. Apakah Renata anak dari seorang konglomerat? Tapi kenapa rumahnya begitu sederhana dan hidupnya sangat sulit?

Mahendra tidak ingin menanyakannya sekarang. Ia harus memberikan waktu pada Renata agar mau membuka dirinya. Mahendra segera menginjak pedal gas dan segera menuju ke LFN.

---------

Halo, buat yang suka sama cerita aku, Like ya dan baca terus lanjutannya :)

Terpopuler

Comments

Riezki Arifinsyah

Riezki Arifinsyah

mulai seru nih Thor

2025-02-11

0

Tua Jemima

Tua Jemima

certax berbelit belit

2023-01-21

0

Putri Candu

Putri Candu

Masih buram... belum jelas. penasaran

2021-08-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!