Rindu Dalam Hati
Seorang wanita cantik nan anggun terlihat baru saja keluar dari pintu bandara. Berkulit putih bersih dengan bentuk tubuh proporsional tinggi semampai. Pada hidungnya yang berdiri tegak, bertengger kacamata gaya berbentuk bulat lebar. Sementara tubuh rampingnya dibalut coat berwarna beige, tampak kontras dengan tas birkin berwarna biru elektrik berbahan kulit crocodile yang disampirkan pada lengan kanannya.
Tipe wanita sempurna yang berjalan dengan gaya angkuh bak seorang model profesional.
Rachel Sasmita Wijaya atau lebih dikenal dengan nama Rachel Langdon, merupakan seorang desainer muda yang hasil rancangannya banyak diminati oleh beberapa aktris luar negeri.
Jadi, tidak mengherankan kalau penampilan nya selalu terlihat menakjubkan dan dipenuhi oleh barang-barang branded dari ujung kaki hingga ke atas kepala. Kemana pun ia berjalan semua mata pasti akan tertuju kepadanya, mengagumi setiap inchi yang ada pada dirinya.
Begitu pun saat ini, wanita itu melenggang bebas seakan sudah terbiasa ditatap oleh orang banyak. Bahkan ada beberapa orang yang diam-diam memotretnya.
Akan tetapi sekalipun tak pernah ia pedulikan. Baginya itu hanyalah bentuk rasa kagum orang-orang kepadanya. Dan dianggapnya hanyalah sebagai butiran debu yang sama sekali tidak butuh diperhatikan.
Jadwal nya yang telah disusun jauh-jauh hari tiba-tiba berantakan. Kemarin tiba-tiba Daddy nya menelpon dan menyuruh nya untuk pulang secepatnya ke Indonesia, entah ada masalah mendesak apa yang mengharuskannya segera pulang. Padahal jadwalnya ke depan akan begitu sibuk karena akan hadir dan berpartisipasi dalam event London fashion week.
"Mana, sih?" gerutunya kesal. Memutar pandangan mencari sosok pria paruh yang merupakan supir keluarga dari banyaknya orang yang berlalu lalang. Sampai kemudian bola matanya terjatuh pada seorang pria yang seperti berjalan ke arahnya.
"Permisi, Nona," sapa pemuda tampan, berkulit putih bersih, dengan postur tubuh tinggi sekitar 180cm, menggunakan kemeja putih berbalut coat berwarna beige yang hampir senada dengan coat yang ia kenakan.
"You call me??" Rachel bertanya sambil membuka kaca mata hitam yang bertengger pada hidung.
"Oh, hai," balasnya, terlihat kikuk sambil mengatur yang sedikit ngos-ngosan. Sepertinya ia habis berlari. "Oh, iya. Tadi kita satu pesawat dari London."
Rachel menautkan kedua alis tak mengerti.
"Sepertinya tujuan kita selanjutnya sama," ujarnya masih mengatur nafas. Entah dia habis berlari dari mana. Walau terlihat tampan, tapi sikapnya langsung membuat siapa pun wanita langsung ilfil.
"Apa maksudmu?" Rachel semakin mengernyitkan kening.
"Seperti yang kubilang tadi, sepertinya tujuan kita sama. Jadi kalau Nona berkenan, kita berangkat bersama di mobilku atau kalau memungkinkan aku yang ikut di mobil Nona. Bagaimana?" tawarnya sambil memamerkan lengkungan senyum. Terlihat seperti pria mesum yang menggoda targetnya.
Rachel memindai pria itu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki dengan tatapan tajamnya kemudian bergidik ngeri dan jijik sekaligus.
Ia tahu betul watak pria macam ini, pria yang berusaha menggoda wanita-wanita cantik hanya untuk sebagai teman kencan semalam. Dipikirnya ia wanita murahan yang bisa diajak one night stand? Oh, No! sepertinya kali ini ia salah target.
"Sorry, sepertinya kamu salah orang. Aku bukan tipe yang anda cari!" Rachel berseru disertai tatapan mematikan lalu, memakai memasang kaca mata kembali dan beranjak pergi.
Pria itu kelabakan dan spontan mengejar. "No-Nona, aduh. Maksud saya bukan seperti itu. Nona sepertinya salah paham!" ujar Pria itu seraya mengeluarkan ponsel dari dalam saku coat.
"Kalau begitu apa bisa kita ...."
Belum selesai pria itu berbicara, Rachel berbalik, mengernyitkan dahinya, memberikan tatapan mematikan menandakan dia merasa terganggu sebelum kemudian berbalik kembali dan mempercepat langkah.
"No-Nona! Tunggu sebentar," teriak pria itu memanggil.
Namun Rachel sama sekali tak merespons. Terus berjalan cepat sampai akhirnya berpapasan dengan orang yang sejak tadi dicarinya.
"Selamat datang kembali nona Rachel," sapa Pak Maman sembari membungkukkan badan.
"Dari mana saja? Apa Daddy tidak memberitahu jadwal kedatanganku?"
"Maaf, Nona. Tadi saya salah masuk terminal keberangkatan," kilah pria paruh baya tersebut.
Rachel hanya memutar bola mata jengah dan melanjutkan langkah mengikuti sang sopir.
"Oh, iya. Yang tadi itu teman, Nona?" lanjutnya, tapi begitu mendapat tatapan tajam dari sang nona Pak Maman pun langsung mengubah pembicaraan. "Maksud bapak, barang bawaan nona cuma segini?" tanyanya lagi sambil membukakan pintu mobil.
"Aku cuma sebentar kok disini Pak Maman, klo urusan sm Daddy udah beres aku harus kembali lagi," ujar Rachel, buru-buru naik ke mobil dan merilekskan tubuh.
Mobil pun melaju dengan santai melewati jalan raya yang hingar bingar dengan keramaian dan suara bising kendaraan. Pukul 18.00, memang adalah waktu-waktu padat nya kendaraan sebab di jam segini merupakan waktu pulangnya pekerja kantoran.
Langit pun sudah mulai berubah warna. Menunjukkan warna kemerahan di saat senja.
wanita itu memejamkan mata, berusaha menolak kebisingan yang menyusup ke telinga nya.
Sejujurnya ia merasa berat menginjakkan kaki kembali ke Indonesia. Ada sebuah kejadian dari 10 tahun yang lalu yang membuatnya trauma, sehingga ia harus melarikan diri dan menetap di London, Inggris. Kejadian yang merubah dirinya menjadi sosok wanita rapuh sekaligus dingin. Sosok wanita yang tidak ingin mengenal apa namanya cinta.
Hanya saja, perintah dari ayahnya yang tiba-tiba memintanya harus segera pulang membuatnya bertanya-tanya.
Usianya sudah menginjak 28 Tahun tapi baru kali ini ia merasakan amarah Daddy nya yang tidak biasa saat menelepon kemarin.
Rachel merupakan putri sulung dari pasangan Prof. Wijaya Langdon dan Ny. Amitha Langdon. Memiliki seorang adik laki-laki bernama Bryan Putra Wijaya yang saat ini masih berstatus sebagai seorang pelajar SMA tingkat akhir.
Kejadian buruk yang menimpanya selepas lulus sekolah menengah, memaksa Rachel akhirnya memilih melanjutkan kuliah ke Inggris. Tepatnya di London College of Fashion tempat pencetak desainer dunia dan menetap di rumah nenek dari pihak ayahnya, hingga akhirnya berkarir menjadi seorang Desainer muda sampai sekarang ini.
Setiap dua kali sebulan ayah dan ibu maupun adik semata wayangnya rutin berkunjung ke London, tapi tidak pernah sekalipun ia dipaksa untuk kembali ke Indonesia. Entah ada masalah penting apa di keluarganya hingga Pak Wijaya yang selama ini lembut padanya tiba-tiba meledak-ledak tidak jelas.
"Non, Rachel. Kita sudah sampai."
Suara Pak Maman memecah lamunan Rachel. Tanpa sadar ternyata ia sudah ada dihalaman mansion sendiri.
Dengan cepat wanita itu merapikan diri, kemudian bergegas masuk ke dalam rumah megah nan mewah. Sekilas bak Istana, bernuansa Eropa klasik dengan pilar-pilar tinggi menjulang serta dinding berlapiskan granit berkualitas tinggi.
Di ruang tamu depan sudah terduduk Wijaya Langdon lelaki peranakan Inggris, diapit oleh Amitha Langdon wanita paruh baya yang kecantikannya masih 11-12 dengan Rachel. Terlihat ekspresi keduanya yang terlihat tegang dan sangat serius.
Rachel yang merasa tidak berbuat kesalahan sama sekali, tentu saja bersikap seperti biasa-biasa saja. Bersikap manja seolah tidak terjadi apa-apa, karena memang baginya tidak ada masalah sama sekali.
"Good Evening Mom, Dad," sapanya seray menghampiri dan memeluk Wijaya dan Amitha secara bergantian.
"Ada masalah apa sih Dad? Mom? Apa tidak bisa di bicarain di telepon saja?" tanyanya manja, sambil menyampirkan rambut ke samping dengan gerakan yang sangat elegan
Namun, ekspresi kedua orang tuanya bergeming. Tampak serius disertai guratan emosi di wajah.
"Duduk!" perintah sang Ayah.
Rachel mengerutkan kening tak mengerti.
"Daddy, bilang duduk!" bentak orang tua itu.
Rachel tersentak kaget. Wajahnya seketika pias melihat aura gelap pada wajah ayahnya itu. Walupun ia terkenal sebagai wanita yang angkuh dan dingin, hingga dijuluki sebagai Snow Queen tapi ia tetap menjadi anak kucing yang tidak berdaya dihadapan sang Ayah.
"Whats wrong, Dad? Mom?" tanyanya menuntut penjelasan. Kakinya melangkah perlahan menuju sofa yang berhadapan dengan kedua orang tuanya saat ini dan memposisikan dirinya duduk sesuai instruksi Wijaya.
"Sayang, semingguan ini kamu nginap di mana? bukan di rumah Granny?" tanya Amitha mencoba mencairkan suasana.
"Di Hotel, Granny tahu kok! Belakangan ini aku sibuk mom. Aku kan lg ada photoshoot!! Emangnya kenapa mom?? "
"Apa betul di hotel Alister? kamu ..." Belum selesai pertanyaan Amitha, Wijaya langsung menyela.
"Siapa laki-laki itu?" Wijaya bertanya dengan suara yang berat dan lantang, terdengar mengintimidasi.
"What? Laki-laki? Laki-laki apa? Siapa? Tunggu dulu, ini ada apa?" Rachel bertanya balik, keningnya mengerut dalam dengan bingung. Sementara kedua matanya menatap tajam Wijaya dan Amitha secara bergantian.
Wijaya kemudian membuka sebuah map cokelat dan mengeluarkan beberapa foto. Rachel segera mengambil foto-foto itu, dan langsung terperanjat setengah memekik ketika melihat dirinya berada di dalam foto tersebut.
Di foto tersebut terlihat dirinya yang setengah bugil bersama dengan seorang pria. Wajah pria itu tidak nampak, hanya punggung nya yang terlihat. Berbeda dengan dirinya yang menampakkan wajahnya dengan jelas, begitupun tampilan foto-foto yang lain.
"A-apa ini?" tanyanya terheran-heran. Jelas-jelas ia tidak pernah melakukan perbuatan itu, bahkan tidak ada ingatan apapun tentang kejadian tersebut.
"Ini yang kamu bilang dengan pemotretan?" Wijaya memalingkan wajah lalu memijit pelan pelipis.
Sejenak Rachel terdiam mengamati ekspresi Wijaya. Ada kekecewaan besar yang tampak di sorot mata laki-laki paruh baya itu.
"Dad, Mom. Demi tuhan, aku tidak pernah melakukan ini. Sumpah! Sepertinya ini ada yang salah. A-aku ... Aku harus di periksa kebenarannya dulu!"
"Tapi di foto jelas-jelas kamu, sayang! Bagaimana bisa kamu bilang itu bukan kamu?" Amitha menatap nanar putrinya.
"Mommy, aku ... aku gak mungkin berbuat ini. Jelas-jelas aku tidak melakukannya. Masa tidak percaya sama anak sendiri. Mommy tau 'kan aku orang yang seperti apa? Hal yang seperti itu bahkan sangat aku benci, jadi tidak mungkin aku melakukannya."
"Kamar itu jelas-jelas dipesan atas namamu, Rachel Langdon, dan wajahmu begitu jelas di foto itu, bagaimana kamu menjelaskan hal itu?" Wijaya kembali menuntut penjelasan. "Untungnya Hotel itu milik kenalan daddy, jadi daddy bisa langsung mencari informasi. Dengan cepat daddy bisa menemukan pria di foto tersebut. Beruntungnya lagi pria yang bersamamu itu mau bertanggung jawab. Jika tidak, aku tidak tahu akan berbuat apa dengan kejadian ini."
"Tu-tunggu dulu. Be-bertanggung jawab apa? Apa maksud, Daddy? Laki-laki yang mana?"
Rachel terperangah. Ia termangu terpaku. Benar-benar bingung dengan keadaan yang terjadi saat ini. Otaknya sama sekali tidak dapat menelaah maksud pembicaraan saat ini.
"Ya, seperti yang kamu dengar barusan. Laki-laki itu akan bertanggung jawab."
"DAD!" teriaknya tak terkma. "A-aku ... aku gak hamil kok, Dad. Jadi, apa yang perlu di pertanggung jawabkan?"
Belum selesai keterkejutan Rachel, tiba-tiba sebuah mobil Porsche hitam masuk ke halaman rumahnya, dan berhenti tepat di depan teras selasar yang berhadapan langsung dengan pintu utama yang terbuka lebar.
Dari mobil itu turun seorang pria tampan, berkulit putih, menggunakan kemeja putih, dibalut longcoat berwarna beige. Dengan percaya melangkahkan kaki berjalan hingga berada tepat di tengah-tengah mereka.
"Malam, Paman, Bibi!" sapanya tanpa merasa asing sama sekali kepada Wijaya dan Amitha.
Rachel tersentak melihatnya. Bola matanya hampir saja melompat keluar.
"Kamu?" Rachel memekik sambil menunjuk ke arah pria itu saat mengenali rupanya. Pria menjengkelkan dan mesum yang dijumpainya saat di bandara tadi yang tidak dia gubris sama sekali.
"Hai Rachel," sapanya ramah. "Tadi 'kan aku sudah bilang mungkin tujuan kita sama, tapi nona Rachel tidak mau mendengarkan penjelasanku dan main pergi begitu saja."
"Hah? Me-memangnya kamu siapa?" Rachel sedikit terperanjat kaget melihat pria aneh itu seolah-olah mengenal dirinya.
Apa ini? batin Rachel menjerit, ia seperti kehabisan kata-kata, Bingung!
Tanpa Rachel sadari pria aneh itu kini telah duduk disampingnya, di sofa yang sama dengan yang ia duduki saat ini.
Dan tanpa basa-basi Wijaya pun langsung ke inti permasalahan
"Hm, apa betul laki-laki di foto ini kamu?" Wijaya menyodorkan sebuah foto yang memalukan untuk dilihat ke pemuda tersebut.
"Yah, itu saya paman. Foto itu asli. Saya memang sedang bersama Rachel malam itu. Dan saya akan bertanggung jawab!" ucapnya tanpa keraguan sama sekali
Mata Rachel langsung membelalak, Kedua matanya melebar sempurna dengan mulut yang menganga mendengar ucapan pria aneh tersebut.
"Saya akan menikahi Rachel Sasmita Wijaya," ulang pemuda itu lagi.
Rachel langsung merosot lemah dengan nyawa yang seakan terbang entah ke mana.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Yuyun Asri
peran utamanya wanita dewasa 28 thn,jarang jarang lo yang nulis wanita usia segitu masih lajang kebanyakan sih usia dibawah 25 thn udah pada nikah,kereen nih
2021-10-09
0
Vns_ Ans
orang gila...klw w ktmu orng kya gitu udh pasti w bikin end
2021-02-17
1
HIATUS
Mampir bawa like thor ❤
2021-02-17
1