Jatuh Cinta
Seorang pria dengan kaos berwarna biru laut sedang duduk dan sorot matanya sangat tajam. Terlihat sekali bahwa dia sedang memperhatikan sesuatu. Kopi yang dihidangkan pelayan beberapa menit yang lalu tampak belum ditengguk sama sekali.
Mata coklat gelap itu tampak sesekali berkedip namun tetap mengarah ke arah yang sama. Seorang gadis berambut panjang hitam yang sedari tadi tidak menyadari bahwa dirinya menjadi pusat perhatian seseorang tampak sesekali tertawa dan berceloteh bersama dengan teman-temannya.
Saat itu, kedai kopi terasa lebih lengang dari hari biasa. Suasana yang tenang dan tidak berisik membuat kedai itu menjadi primadona bagi orang-orang yang ingin minum dengan suasana santai. Tanpa asap rokok dan polusi lainnya.
Banyaknya tumbuhan didalam kedai itu menjadi daya tarik sendiri. Namun sayang di hari itu segerombolan laki-laki berbaju oranye berlarian memasuki kedai kopi itu. Suasana menjadi tak terkendali saat enam lelaki menodongkan senjata yang dipegangnya pada orang-orang di dalam kedai itu.
Diluar kedai polisi sudah berkumpul mengerumun dan siap siaga bila harus menyerang ke enam lelaki itu. Salah satu dari ke enam laki-laki berpakaian oranye nampak mengacungkan senjatanya ke langit-langit kedai.
Sebuah mata colat tua terus mengawasi gerak-gerik enam penjahat itu. Tiba-tiba bunyi tembakan beberapa kali meletus dan suara teriakan terdengar sangat jelas. Polisi memburu masuk dan langsung meringkuk enam orang itu .
Seorang gadis tampak tengah dipeluk oleh seorang laki-laki. Gadis itu menengadahkan kepalanya untuk memastikan bahwa laki-laki yang tidak dikenalnya yang kini sedang memeluknya baik-baik saja. Tapi ternyata gadis itu salah besar.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya pria itu sembari kedua tangannya memegang wajah gadis di hadapannya yang tampak terkejut dengan tindakannya tadi.
Tidak ada suara yang bisa gadis itu keluarkan saat melihat kedua tangannya dipenuhi darah segar. Dan laki-laki yang masih memeluknya tiba-tiba jatuh di pangkuannya.
“Permisi, apakah anda keluarga dari pasien yang bernama Sanders Kal? Jika anda keluarganya, anda harus sesegera mungkin menandatangani prosedur operasi.”
Suara seorang perawat membangunkan lamunannya. Gelengan kepala yang hanya bisa ia lakukan saat itu. Ia masih sulit mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Dan siapa laki-laki yang bernama Sanders Kal itu?
“Lalu apa anda bisa membantu untuk menghubungi kerabatnya?” tanya wanita itu lagi yang juga tampak mulai kebingungan.
“Saya kerabat dekatnya," suara pria yang barusan tiba membuat si perawat menjelaskan beberapa hal yang harus dilakukan sebelum operasi, salah satunya menandatangani beberapa surat persetujuan.
Kedua orang itu berlalu meninggalkan gadis itu. Sangat terlihat jelas noda darah menempel dibajunya. Ia masih asyik duduk dan melamun disitu sampai beberapa menit seorang pria jangkung dan sedikit beruban memnghampirinya.
“Permisi, boleh saya duduk disini dan mengobrol dengan anda?” tanya pria jangkung itu.
“Ah.. Ia boleh."
“Perkenalkan, saya sekretaris Tuan muda Kal. James. Apa anda mengenal Tuan muda saya?” tanya pria jangkung itu lagi dengan wajah yang fokus tertuju pada gadis dihadapannya.
“Sa-saya sama sekali tidak mengenalnya.”
“Lalu bagaimana bisa Tuan muda saya menghadang peluru untuk orang yang tidak dikenalnya begitu saja?”
“Saya baru bertemu dengan Tuan muda anda siang tadi. Saya kaget sewaktu dia tiba-tiba datang dan memeluk saya dan tak lama dari itu saya mendengar suara tembakan beberapa kali. Dia bahkan masih sempat bertanya pada saya apakah saya baik-baik saja. Tapi saya sama sekali tidak mengenalnya.”
“Oooh begitu.... Saya sedikit terkejut saat mendapat telepon dari kepolisian bahwa Tuan muda saya tertembak karena berusaha melindungi anda. Ini hal yang sangat langka," ucap pria itu.
Si gadis yang diajaknya berbicara menundukan kepala dan menangis. Terlihat jelas bulir air mata yang jatuh ke lantai dilorong rumah sakit itu.
Pria paruh baya itu hanya diam dan sesekali menepuk pundak gadis itu.
“Jangan khawatir, Tuan muda saya akan baik-baik saja. Dia bukan orang bodoh yang tidak tahu konsekuensi atas pilihan apa yang dia ambil.”
Setelah mengucapkan kalimat itu, pria itu berjalan pergi.
***
“Shareen." Tampak seorang pria paru baya menggunakan kemeja kotak-kotak berwarna hijau membawa keresek hitam di kedua tangannya memanggil namanya.
“Jangan lupa bawa ini kalau kamu ingin menjenguk pria itu,” lanjutnya lagi dengan sesekali mengacung-acungkan bungkusan yang di bawanya.
“Ia Pa," jawab Shareen singkat.
Hari ini adalah hari ke empat setelah terjadinya baku tembak di kedai kopi siang itu. Dan selama itu pula pria asing yang menghadang peluru untuknya masih terbaring tidak sadarkan diri di rumah sakit bahkan setelah operasi.
Selama empat hari pula gadis itu merutuki diri sendiri karena menyebabkan seorang pria sampai terbaring dirumah sakit dan belum sadarkan diri. Meski ia juga tahu ini bukan atas keinginannya untuk pria itu melindunginya.
Shareen melangkahkan kakinya dengan pelan-pelan saat memasuki ruang rawat dimana pria bernama Sanders Kal itu terbaring. Selang infus dan oksigen terlihat jelas masih terpasang ditubuhnya. Pria itu terlihat seperti tertidur dengan pulas.
Dia berusaha pelan mendekatkan wajahnya. Matanya menyapu bersih wajah laki-laki yang sedang tidak sadarkan diri itu. Setiap lekuk wajahnya terasa sangat asing baginya. Ia merasa tidak mengenal hidung mancung yang pria itu miliki atau bahkan dengan bibir pucat yang berada di hadapannya itu.
‘Siapa dia?' batinnya.
Pintu kamar terdengar berderik terbuka. Gadis itu langsung menjauhkan tubuhnya. Tampak beberapa dokter pria memasuki ruang kamar itu dan pria yang ia temui waktu itu.
“Hai," sapa pria paruh baya jangkung yang bernama James.
“Ha-halo," jawab Shareen gugup.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Shareen pada James yang sekarang berdiri disampingnya. Sudah dua hari ia tidak datang menjenguk karena kesibukan kuliahnya.
“Dia baik-baik saja. Jangan khawatir," jawab James.
“Badannya mungkin terlihat masih berbaring ditempat tidur tapi saya merasa yakin kalau Tuan muda Kal sedang berjuang untuk sadarkan diri," timpal dokter bertubuh pendek yang menatap Sanders lekat.
Shareen menganggukan kepalanya beberapa kali tanda bahwa ia juga yakin bahwa pria itu akan sadar lagi nantinya. Ia akan merasa sangat bersalah jika sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu apalagi jika itu terjadi karena menyelamatkan dirinya.
Apa yang akan ia lakukan kedepannya jika pria bernama Sanders Kal itu tetap tidak sadarkan diri? Apa yang harus ia perbuat?
Ia hanya berbicara dengan hati dan pikirannya sendiri, berjanji untuk mengabulkan satu hal yang pria itu inginkan. Bahkan jika pria itu menginginkan hidupnya. Ia akan dengan senang hati memberikannya.
Shareen terlonjak kaget saat James menepuk bahu kanannya.
“Apa itu?” tanya James sembari menunjuk bungkusan hitam yang masih di bawa Shareen.
“Ini buah-buahan segar yang baru dipetik pagi tadi," jawab Shareen ramah.
“Terima kasih. Tapi sepertinya Tuan muda saya masih belum bisa memakan apapun dengan kondisi seperti ini. Mungkin saat Tuan muda saya terbangun dan tahu ada gadis cantik yang mengiriminya buah-buahan segar, ia akan sangat senang," seru James menghibur.
Gadis itu melontarkan sebuah senyum dengan kesedihan yang nampak terlihat jelas didalamnya.
“Paman, maaf sepertinya saya harus pergi. Sebentar lagi saya harus bekerja," ucap Shareen berpamitan.
“Kalau saya boleh tahu, kamu bekerja di mana?” tanya James penasaran.
“Saya bekerja di toko roti di seberang Universitas Jill’s, Paman," jawabnya sopan.
“Oh ia saya tahu toko roti itu. Saya pernah beberapa kali membeli disana." James menimpali ramah.
Shareen berbalik pergi dengan sedikit terburu-buru karena waktu masuk kerja yang semakin mepet. Sudah beberapa hari ini dia telat masuk kerja. Meski sang pemilik toko tidak pernah menegurnya tapi ia merasa tidak enak dengan pekerja yang lain.
Tidak butuh waktu lama untuk gadis itu sampai ditempat kerjanya. Sebuah bangunan dengan cat berwarna coklat muda sudah ada dihadapannya. Lima tahun sudah ia bekerja disana.
Meski hanya sebagai pelayan, tapi itu sudah membuatnya senang. Pasalnya ia masih harus membiayai kuliahnya sendiri dan membantu ayahnya mencari nafkah untuk kedua adiknya. Meski gaji yang didapat setiap bulannya belum mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari tapi gadis itu bersikeras berhemat. Berhemat sebisanya.
Setiap harinya Shareen selalu sarapan buah yang ia petik sendiri di kebun belakang rumahnya. Untuk makan siang ia mendapatkan uang makan dari toko tempatnya bekerja, tapi selalu ia tabung. Ia baru makan pada malam harinya saat berkumpul bersama keluarganya.
Air putih menjadi teman setianya saat perutnya memanggil minta diisi. Sesekali ia beruntung karena memiliki teman yang kaya yang terkadang mentraktirnya. Seperti pada hari itu, saat peristiwa penembakan itu terjadi. Dirinya sedang asyik berkumpul dengan teman kuliahnya yang sedang berulang tahun dan mentraktirnya dikedai kopi itu.
Semua kejadian terasa terjadi begitu cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Jasmine Pramestia
hihihi
2021-09-03
1
Aumy Re
semangat thor👍
2021-08-15
1
UNKNOWN
cerita yg bagus😊
2021-07-04
1