03

Waktu sudah berlalu dua minggu sejak pertemuan terakhir mereka di rumah sakit. Dan selama itu pula Shareen tidak pernah bertemu dengan pria asing yang ingin menikahinya. Tapi dirinya berpegang teguh bahwa dia harus bisa membayar seluruh ‘hutangnya’ pada pria asing itu.

Dia masih memiliki waktu dua minggu sebelum masa perjanjian berakhir. Rasa khawatir kerap muncul karena uang yang ia kumpulkan dengan bekerja keras setiap harinya di beberapa tempat tetap tidak mencukupi dengan target yang sudah ditentukan.

“Shareen, hari ini kau sibuk tidak?” tanya Xavie yang kebetulan duduk disebelahnya.

“Ah aku hari ini sibuk Xav.. Maaf..” ucapnya tampak tak bertenaga.

“Apa kamu ada masalah? Aku perhatikan beberapa hari ini kamu terlihat lebih banyak diam dan sibuk..Sebenarnya ada apa? Apa kamu menambah kerja part-time?”

“Iyaa... aku lagi perlu uang.. makanya aku nambah kerja part-time ku..Aku punya hutang yang harus aku lunasi dalam jangka waktu dekat ini..”

“Memang berapa total hutangmu sampai kamu seperti ini?”

“Lima ratus juta..”

“Ha-ah? Kenapa bisa kamu punya hutang segitu banyak?”

“Panjang ceritanya... yang pasti aku harus bisa mengumpulkan uang sebanyak itu..”

“Apa kamu perlu bantuanku? Aku mungkin bisa membantu kamu melunasi semuanya..”

“Ja-jangannnn... aku bisa kok... ini tanggung jawab ku...” Gadis itu langsung menolak dan pamit pergi karena waktu part-timenya sudah dekat.

 ***

“Tuan, apa anda yakin gadis itu akan mampu membayar ‘hutangnya’ pada anda?”

“Aku malah berharap dia gagal... untuk pertama kalinya aku benar-benar merasa menyukai seorang wanita..aku bahkan merendahkan diri ku untuk selevel dengannya dengan menawarkan diri untuk menjadi suaminya... dan dia langsung menolak.”

“Saat pertama kali saya bertemu dengannya, saya dapat merasakan bahwa gadis itu sedikit keras kepala.. sepertinya Tuan muda perlu lebih berusaha untuk mendapatkannya.”

“Dia itu unik.. tidak seperti perempuan yang lain tertarik dengan uang.”

“Maaf sebelumnya jika saya bertanya, tapi saya sangat penasaran dengan satu hal.. Apakah anda mengenal nona Shareen sebelum peristiwa penembakan itu?”

“Hmmm... Ia... Aku sudah mengenalnya sejak lama.. tapi sepertinya dia melupakanku.”

 *** 

Sore itu jalanan di Berry’s street tampak ramai. Seorang pria paruh baya berjalan terburu-buru sembari menjinjing dua kantung keresek. Pria itu berjalan dengan langkah panjang sampai tak menyadari ada mobil yang sedang melaju kencang menuju ke arahnya.

Kecelakaan pun tak dapat dihindari. Tubuh pria paruh baya itu terpental ke pinggir jalan dan kepalanya terbentur ke trotoar. Orang-orang yang berlalu lalang disekitar situ langsung datang dan berkerumun, yang lain lagi mencari bantuan.

Darah sudah banyak mengalir dari kepalanya yang terbentur. Nafasnya sudah mulai tersengal dan tak lama pria itu pun tak sadarkan diri.

 *** 

Seorang pria berbadan tegap dan tinggi dengan mata coklat dan rambutnya yang selalu disisir rapi datang memasuki sebuah toko roti. Tampak gadis yang dia cari berdiri disana yang juga sedang menatapnya. Semburat senyum terlukis jelas di wajah pria itu.

Gadis yang berdiri didepannya terlihat menampakan wajah kesal karena harus bertemu dengan pria asing yang meminta menikah dengannya.

“Jika kamu kesini untuk membicarakan masalah uang mu itu, aku masih belum siap.. Masih ada waktu dua minggu sampai perjanjian berakhir bukan?” ucap Shareen ketus.

“Ohh jangan salah paham.. Aku kesini untuk membeli beberapa roti untuk klien ku.. Aku sudah sering membeli roti disini.. Aku bahkan mengenal orang yang memiliki toko roti ini.”

“Jadi kamu ingin membeli roti apa?”

“Apa semua pelayan disini ketus sepertimu?”

"Tidak, jika kamu memang ingin dilayani oleh pelayan yang ramah, mungkin temanku bisa membantumu.”

“Tidak.. tidak perlu..aku lebih suka jika kamu yang melayani.”

Shareen bingung dengan pria yang terlihat sedang memilih-milih roti didepannya. Sebenarnya siapa pria itu. Katanya dia seorang ‘Tuan muda’ yang memiliki perusahaan, tapi dia terlihat santai sekali sampai bisa berjalan-jalan di sore hari seperti ini.

“Aku pesan yang ini.” Sanders menunjuk sebuah roti dengan selai apel diatasnya. Dan gadis itu langsung mengambilnya.

Tak lama seorang pria dari dalam dapur memanggilnya karena handphonenya terus berbunyi. Shareen mengabaikan Sanders yang sedari tadi diam menatapnya dan sibuk dengan perbincangannya di telefon.

Gadis itu nyaris menjatuhkan telefon genggamnya setelah mendengar kabar mengenai Papanya yang mengalami kecelakaan. Dia langsung pergi menemui bosnya dan meminta ijin untuk pulang lebih cepat.

Sanders masih berdiri di depan kasir membayar kue yang ia beli saat gadis itu melewatinya begitu saja dengan air mata yang bercucuran. 'Sesuatu pasti telah terjadi,' pikir Sander Kal.

Diam-diam dia mengikuti Shareen dan mobilnya terhenti saat berada didepan rumah sakit.

“Apa yang dia lakukan malam-malam begini di rumah sakit?” gumamnya.

Rasa penasaran mendorongnya untuk berjalan masuk mengikuti gadis itu. Dilihatnya Shareen menangis dan hampir terjatuh karena melihat kondisi ayahnya yang kritis. Dokter mengatakan bahwa ayahnya harus segera di operasi. Papanya juga membutuhkan donor darah sesegera mungkin.

Shareen sudah diberitahu kondisi terburuk jika Papanya tidak segera di operasi. Uang yang ia miliki jelas tidak akan sanggup menutupi seluruh biaya operasi nantinya. Ia memerlukan lebih banyak uang.

“Silahkan lakukan operasi dok," seru Sanders yang tiba-tiba mengejutkan Shareen.

Shareen hanya diam dan menangis. Lagi-lagi uanglah yang menjadi permasalahannya. Entah mengapa semua nasib buruk perlahan datang menghampirinya satu persatu.

 “Maaf... apa anda kerabat pasien?” tanya perawat itu.

“Iyaaa.. saya menantunya..” jawab Sanders mantap.

“Saya yang akan bertanggung jawab penuh untuk seluruh biaya rumah sakit..Tolong lakukan yang terbaik.. Berapa pun biayanya saya akan bayar," lanjutnya lagi.

Shareen mendengar semua yang pria itu ucapkan dan hanya bisa diam. Dia tahu bahwa satu-satunya jalan agar Papanya bisa dioperasi adalah dengan menerima bantuan dari pria asing yang berdiri di depannya. Tapi mungkin ada harga yang harus ia bayar nantinya. Untuknya sekarang, yang terpenting adalah Papanya selamat dan kembali pulih.

"Ayo berdiri... kita harus mennunggu di depan ruang operasi," ucap Sanders lembut.

Tangan pria itu terulur dan Shareen mau memegangnya. Ia sudah tak peduli tentang harga dirinya saat ini. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah bekerja terlalu keras ditambah kejadian yang di alaminya barusan.

Ia hanya ingin mempercayakan sedikit bagian dari dirinya pada laki-laki yang sekarang berada disampingnya. Sekarang dia merasa seperti sudah berada dititik terendah dalam hidupnya. Dia tidak mau kehilangan Papanya. Dia sudah merasa kesepian sejak Mamanya meninggal, jadi Papanya bukan hanya sekedar seorang Papa baginya. Sebagian peran Mama yang menghilang diambil alih oleh Papanya.

Airmatanya masih terus menetes. Kepalanya tertunduk menatap tangan yang masih menggenggamnya sedari tadi. Tangan itu terasa sangat hangat. Entah darimana muncul perasaan nyaman saat bersentuhan seperti itu. Dan tangan itu belum melepaskan genggamannya sama sekali.

Pria yang duduk disebelahnya akhirnya membuka suara “Apa kamu sudah merasa jauh lebih baik?”

Dan gadis itu hanya menjawab dengan menganggukan kepala.

“Masalah ‘hutangmu’ itu lebih baik jangan kau pikirkan. Dan jangan salah paham untuk hal yang tadi aku ucapkan ke perawat itu. Aku berkata seperti tadi hanya karena akan lebih mudah jika berkata seperti itu. Aku benar-benar tidak ada maksud apa pun. Murni hanya membantu sebagai sesama manusia,” jelasnya panjang lebar.

Gadis itu hanya diam mendengarkan. Tenaganya sudah terkuras banyak jika harus berdebat lagi dengan pria itu dirinya sudah merasa tidak sanggup.

“Tunggu sebentar disini. Aku harus menelefon sekretaris ku dulu." Sanders melepaskan genggaman tangannya pada gadis itu dan beranjak pergi ke sudut tidak jauh dari situ.

Tangan kanannya tampak memegang ponselnya dan tangan kirinya tampak sibuk memijit-mijit keningnya yang tidak sakit. Sesekali matanya mencuri pandang kearah tempat gadis itu duduk.

“Jangan khawatirkan kedua adikmu. Mereka berdua akan di urus oleh sekretarisku sementara waktu. Dan kamu mungkin lebih baik menginap di tempat ku malam ini. Bagaimana?” ucapnya seraya kembali duduk disamping Shareen.

“Tidak perlu. Aku mungkin akan menginap di rumah sakit malam ini," jawabnya singkat.

“Baiklah.. Aku juga tidak bisa memaksa. Tapi aku juga akan ikut menamanimu malam ini.”

“Apa kamu tidak sibuk?”

"Siapa bilang aku tidak sibuk. Aku sangat sibuk sampai-sampai harus begadang hampir di setiap malam. Tapi mana mungkin aku tega meninggalkan kamu sendirian di rumah sakit.”

“Sanders, kenapa kamu bersikap seperti ini?”

“Ahh ini bukan apa-apa.. jadi jangan dipikirkan..aku punya banyak waktu luang hari ini, makanya aku bisa menemanimu.”

Shareen tak menjawab apa-apa. Radarnya mampu menangkap sesuatu yang terpancar dari mata laki-laki yang duduk di sampingnya, sebuah ketulusan. Dia bisa merasakan bahwa apa yang laki-laki itu lakukan adalah semua demi dirinya.

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

Widya Febrina

Widya Febrina

semoga ketulusan mu membuahkan hasil Sanders

2022-11-01

1

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati

lanjuuut

2021-01-17

1

Rosni Lim

Rosni Lim

Salam kenal

2021-01-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!