Mawar Berdarah
Seperti biasa, hari-hari sebelumnya sekelompok anak dari kelas XI yang selalu berkumpul di kantin paling pojok, asik ngobrol sampai terkadang mereka lupa dengan jam pelajaran selanjutnya. Bukannya lupa. Ya, lebih tepatnya disengaja.
Mereka kerap sekali disebut-sebut oleh anak-anak lain sebagai cewek-cewek pemberani, pintar, supel, dan yang pasti keren. Yang paling keren saat mereka menunjukkan kebolehan mereka berantem. Mereka juga dijuluki sebagai geng pemberantas kejahatan. Mungkin karena mereka keseringan berantem dengan orang-orang tidak jelas. Ada lima cewek yang tergabung dalam kelompok itu. Ada Bunga sebagai ketuanya, Lili sebagai asisten, tiga lainnya anggota, Nay, Prety, dan Titian.
“Bung, kapan ayah kamu ngasih izin pacaran?” tanya Nay. Dia cewek yang paling manja. Cara bicaranya bisa dibilang lembut pas santai, seperti ngobrol bareng. Tapi, kalau lagi marah atau berantem, auh, suaranya bisa merusak telinga. Alias sebenarnya dia itu cerewet sekali.
“Kalau aku jadi Bunga ,nih, ya, pasti aku bakalan ngotot minta direstuin tuh,” timpal Prety sambil mengerenyotkan bibirnya. Dia anak yang cantik. Bahkan, cantiknya mendominasi yang lain. Pas dengan arti namanya. Suka ngeyel kalau dibilangin, sederhana, agak tomboi meskipun lebih gaya, dan suka menraktir teman-temannya. Siapa yang mau pasti dibolehin ambil jajan kalau ada Prety.
”Pret, gue ambil biskuit ini ya, tapi agak mahalan nggak apa-apa, kan?” pinta cewek gendut perut buncit. Anehnya, dia masih mau minta jajan ke orang lain. Padahal, di mulutnya masih penuh makanan dan di tangannya ada sebotol minuman teh.
Dengan gampangnya Prety menjawab, ”Oke. Ambil sepuas lo, Sis.” Sebuah panggilan akrab Prety, yaitu Sister.
”Kalau perlu ajak yang lain. Sory ya aku nggak sombong juga. Gue lagi banyak uang nih,” lanjutnya. Dia terkekeh. Ya maklum saja. Dia juga anak orang kaya. Bukan kaya uang saja, tetapi juga kaya iman. Bokapnya itu juga sudah haji, baru dua kali. Katanya, sih, kalau baru itu mau nambah lagi. Pokoknya keluarga Prety itu keren banget. Kata kebanyakan orang begitu.
“Iya, Bung, bener juga kata Prety.” Lili memanas-manasi. Tetapi, maksudnya bercanda juga.
Lili cewek yang paling pintar. Otaknya itu paling encer. Paling suka dengan pelajaran matematika dan suka makan. Makanya, dia juga yang paling gemuk. Tetapi, kalau pas main ke rumahnya, tuh, pasti mata akan disuguhkan dengan beragam piala hasil olimpiade yang diikutinya sejak SD. Tetapi, sayangnya satu, dia tidak bisa berantem. Soalnya, Bunga pernah mengajak Lili ikut beladiri, tapi ayahnya tidak memberi izin. Terpaksa kami juga tidak bisa membantah. Ayah Lili pun juga harus dihormati, bagaimanapun alasannya.
“Eh, kalian itu jangan sok tau,” elak Titian. Dia menyeringai tiba-tiba. Nadanya cuek bercampur kesal.
“Haa? Maksud kamu, Tit? Mulai, deh, anehnya,” tanya Prety, Nay, dan Lili bersamaaan. Mulut mereka menganga lebar. Menggeleng-geleng.
“Stop, deh, Sob.” Bunga menggebrak meja dengan kaki kanannya. Dia lekas berdiri, lalu menatap Prety, Nay, Lili, dan Titian bergantian dengan tatapan semangat menggebu-gebu. Mereka justru nyengir seketika. Makanan di mulut Nay juga jatuh karena merasa aneh sendiri.
“Duh, ini lebih parah.” Titian mengaduh cuek.
Prety, Nay, dan Lili lebih nyengir lagi. Mereka merasa ada yang tidak beres dengan Bunga dan Titian. Tingkat keparahannya lagi memuncak hari ini.
“Hiiaa, sama-sama aneh malah saling menghina,” kata Nay.
“Dasar kalian otak-otak kebo,” katanya kemudian.
“Terserah dengan kalian mau berkata apa, tapi aku tidak peduli, Sob. Yang penting tiba-tiba aku dapat ide bagus, brilian, dan cerdas. Juga nggak kalah cerdasnya dengan ide-ide gila Nay biasanya,” kata Bunga bersemangat. Matanya mengerling dan erkedip-kedip.
“Apaan?” Kepala Nay, Prety, Lili, dan Titian mendekat.
“Aku ingin kita buat perjanjian penting. Ini khusus untuk kita berlima,” kata Bunga sambil merenggangkan kelima jari kanannya. Dia tersenyum meminta alias memaksa mereka bertiga setuju dengan segera.
“Apa dulu perjanjiannya? Mana ada buat persetujuan, tapi nggak ada isinya?” sergah Nay.
“Aku memang cuek dan kadang bodoh juga, sih. Tapi, aku juga nggak bisa setuju kalau aku nggak ngerti. Jadi, beritahu dulu apa perjanjiannya,” kata Titian. Lucu sekali. Titian suka memperlihatkan kelemahannya pada orang lain. Dia tak merasa malu atau apapun.
“Katakan dulu kalau kalian setuju,” kata Bunga sambil bersedekap. Dia mengalihkan pandangan. Kakinya mengetuk-ngetuk lantai.
“Oke, oke.” Mereka berempat serempak menggebrak meja sampai anak-anak yang lain menoleh, lalu berisik berbisik sendiri.
“Nah, aku suka kalian berempat. Ini namanya geng keren. Persetujuannya adalah kita berlima jangan sampai pacaran,” seru Bunga dengan lantangnya tanpa ragu. Seolah dia yakin sekali kalau teman-temannya akan menerima perjanjian itu dengan mudah.
“What?” Mereka berempat langsung berteriak.
“Gimana bisa kamu buat perjanjian seperti itu, Bung. Mentang-mentang kamu ketua geng ini.” Nay memberontak. Dia mengerucutkan bibirnya.
“Alasannya satu persatu akan kujelaskan. Jadi, dengarkan baik-baik. Pasang itu telinga. Pertama, ini soal Prety. Bokapnya, kan, seorang ustadz, tuh. Kalau aku pikir-pikir anak seorang ustadz itu, nggak boleh pacaran dalam agama. Lagipula, aku juga nggak yakin kalau Prety dibolehin pacaran. Bisa-bisa nanti malah Prety mencemarkan nama baik bokapnya. Kedua, soal Lili. Meskipun Lili itu pintar, tapi dia gendutan ditambah dia suka makan. Alasan yang lain terkait dengan orang tuanya yang sedang bekerja di luar negeri. Kayanya pacaran itu nggak seru kalau nggak minta restu sama ortu dulu. Dijamin bakal cepet putus, deh, kalau pacaran lari. Hehe. Ketiga, ini soal Nay. Nay, kan, cerewetnya minta ampun. Mana ada cowok yang betah dengan suaranya yang membahana kaya gitu? Idih, kalau aku ogah punya cewek yang suka ngomong.”
Wajah orang yang di depannya memerah. Suasana mulai memanas. Tangannya mengepal kuat seolah Bunga hendak ditonjoknya. Bibirnya bergetar ingin ngoceh secepatnya. Pasti sebentar lagi dia muntah, tuh.
“Pret, jangan ekspresi kaya gitu. Yang aku katakan loh belum selesai. Tahan dulu ya, please.” Prety membuang muka. Bibirnya itu mengerucut semeter.
“Terus Nay, kan, juga tomboi. Jadi, aku simpulkan nih, lebih baik dia nggak pacaran aja. Keempat, soal Titian. Menurutku, dia itu cuek banget. Aneh juga orangnya. Nggak
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Aditya HP/bunda lia
penasaran baca judulnya " mawar berdarah " bukannya mawar itu " berduri " yah? 🤭🤭✌️
2022-09-14
0
Diankeren
pnybutan nma²'y patah amt sihhh tooor 🤦🏻♀️😁
untung pretty yaa , klo bca'y g tliti dsgka pret dut cuih Looooh... !! 🤪🤣
2021-09-07
0
Dhina ♑
Halo Author, Jatim nya mana
2021-08-28
0