“Terus Nay, kan, juga tomboi. Jadi, aku simpulkan nih, lebih baik dia nggak pacaran aja. Keempat, soal Titian. Menurutku, dia itu cuek banget. Aneh juga orangnya. Nggak pintar-pintar amat. Yang ada nanti kalau dia pacaran, terus dapat pacar yang cerdas terus suka manja-manja gitu, dia malah nangis karena dikata-katain, terus bawaannya pengen nonjok pacarnya. Nah, yang kelima soal diriku pribadi. Melihat tampangku yang pas-pasan, aku rasa mendingan aku nggak pacaran. Gimana? Kalian pasti setuju. Pasti setuju lah,” ucap Bunga sangat yakin. Dengan percaya diri yang tinggi, dia merusak emosi teman-temannya. Harimau-harimau di depannya ingin segera meluap-luapkan emosi.
“Tidaaaaaaak,” teriak Prety, Nay, Lili, dan Titian bersamaan. Nay dan Prety menggebrak meja yang sudah reyot hingga patah. Maklum mereka berdua kan jago berantem. Kemampuan mereka membogem orang tidak kalah dengan preman-preman tingkat atas. Anak-anak yang lain langsung meringis-meringis ketakutan. Sebenarnya, masalah seperti ini memang sudah biasa mereka ketahui, tetapi mereka seolah menganggap ulah geng pemberantas kejahatan ini sebagai hal baru yang menakutkan dan jadi bahan pembicaraan.
Mereka berempat langsung mengoceh sendiri-sendiri.
“Aku dan Nay, orangnya nggak seperti itu. Nggak, nggak, nggak. Hih, kamu itu selalu menganggap aku cerewet atau apaan itulah. Ini itu ngomong nggak jelas. Padahal, nggak sesuai banget dengan kepribadianku. Dasar, Bunga. Aku pengen nonjok kamu, Bung.” Nay menonjok-nonjokkan kepalan tangan kanannya. Panas. Darah tinggi mendadak. Sungu Nay keluar.
“Aku dan Prety bisa negosiasi dengan bokap, Bung. Mereka orangnya baik dan kalau di rumah aku bersikap sopan, kok. Apa yang kalian berdua ketahui disini tak akan kalian dapatkan dengan sikapku kalau aku sedang di rumah. Jadi, berbicara baik-baik adalah langkah pertama aku. Enak aja aku dibilang nggak boleh pacaran,” tukas Prety tidak terima.
“Iya. Aku tahu kamu, kan, orangnya suka ngeyel. Sebenarnya, aku nggak kaget kalau kamu ngotot-ngotot sampai nangis darah gitu. Hehe. Tapi, kalau orang tua kamu nggak ngasih izin, masih mau nerusin niat?” Bunga mendekatkan wajahnya ke wajah Prety. Pelan-pelan Prety memundurkan kepalanya. Dia sedikit merasa aneh dengan tatapan Bunga yang seolah hendak memberinya sugesti. Tatapan Bunga memang tajam. Setajam pisau berkarat.
“Ngapain, sih, ngelihatin aku kaya gitu? Naksir karena aku cantik?” katanya agak sewot. Berdehem. Kikuk. Tiba-tiba kaku. Prety kehilangan kata-kata sampai dia mengalihkan pembicaraan.
“Ah, kamu itu, Pret.” Bunga mengibaskan tangannya.
“Bung, aku, Lili, aku mau ngasih kamu tantangan. Kalau kamu bisa ngalahin aku. Oke, aku terima perjanjian konyol itu. Kalau kamu yang kalah anggap aja perjanjian ini nggak akan pernah ada.” Lili menatap serius Bunga.
“Oke. Nah, sip. Apa tantangannya?” Lili mengarahkan wajahnya lebih dekat ke wajah Bunga. Ditatapnya lamat-lamat. Seolah tengah menerka-nerkat sesuatu. Dia menaik-naikkan alisnya yang kanan sambil senyum simpul mengece.
Kontan Prety nyengir.
“Tanding basket dan catur. Gimana? Kuharap kamu tetap percaya diri dengan tantanganku itu. Heh.” Lili agak tersenyum meragukan ekspresi kaku dan kaget Bunga. Bunga masih kelihatan sedang berpikir.
“Kecil, gampang itu, kok.”
Sebenarnya, Bunga sudah memikirkan hal itu dari tadi. Keputusan mengambil perjanjian itu memang berat diterima teman-temannya. Namun, karena itulah dia menyiapkan segala konsekuensinya menerima permintaan-pemintaaan aneh teman-temannya.
“Baiklah.” Lili langsung menyeret lengan Bunga dan merangkulnya.
“Kalu aku, Bung, Titian. Cuek-cuek gini aku masih doyan sama cowok. Emang aku punya prinsip jual mahal, nggak jual murah. Enak aja murahan sama cowok. Harga diri mau ditaruhi di kaki? Aku emang nggak pintar, tapi aku bisa ngertiin cowok dengan baik. Setiap kekurangan dalam diriku pasti ada kelebihan lain yang menyeimbangkan kekurangan itu, Bung,” jelas Titian dengan nada sama sewotnya dengan yang lain.
“Ehmm, aku mengerti. Jadi, intinya nih ya, kalian itu menolak secara halus perjanjian ini? Begitu teman-teman?”
Ngiek. Mereka berempat sontak bersikap kaku. Semua mengalihkan pandangan dari Bunga. Sepi tidak ada jawaban yang keluar. Mulut terkunci rapat-rapat. Lili dan Titian malah pura-pura mainan ponsel di tangannya. Nay pura-pura ada telepon mendadak, sedangkan Prety asik menggoyang-goyangkan kakinya. Kata-kata Bunga tepat sasaran.
“Hayo, kenapa kalian nggak jawab?”
“Ng...ngak juga,” jawab Nay kaku.
“Masalahnya apa?” Bunga merajuk.
Flashback.
Terkait dengan Nay. Sekarang Nay mencoba mengalihkan pandangan. Sok asik dengan pikirannya sendiri. Kemarin lusa, Nay dan Dirlan baru saja membuat rencana mau ngedate bareng sama teman Dirlan. Dirlan? Itu lo, si anak paling kalem di kelas IPA 2, kelas XII, sebentar lagi lulus. Jadi, Nay tidak perlu pacaran sembunyi-sembunyi dari Bunga. Tapi, juga bukan berarti akan memberitahu soal itu kepada Bunga. Sebetulnya, Nay dan Dirlan sudah pacaran sejak dua bulan yang lalu. Ceritanya panjang kenapa mereka berdua bisa saling suka. Dan, yang tahu mereka berdua pacaran itu kecuali Bunga.
Kalau Titian ini malah sudah pacaran dengan Arga satu tahu yang lalu. Hebat banget. Meskipun katanya dia tidak pintar-pintar amat, tetapi bahkan dia canggih menyembunyikan hubungannya selama itu dari Bunga, Lili, dan Nay. Yang tahu hanya selama ini hanyalah Prety. Itupun terjadi karena tidak sengaja. Karena, dulu mereka jadian sehabis Ujian Nasional kelas IX dan Prety adalah teman sekelas Titian meskipun tidak terlalu akrab.
Waktu itu, Prety tidak sengaja mendengar pembicaraan serius Titian dan Arga di perpustakaan. Yah, karena Prety kadang jail juga. Dia sengaja memergoki Arga yang sudah terlanjur mengutarakan perasaannya pada Titian. Nah, kemudian Prety memaksa Titian untuk menerima Arga walaupun sebenarnya Titian sedikit berat hati karena memang belum ada keinginan Titian untuk pacaran. Tetapi, mau bagaimana lagi Prety justru malah menyeret anak-anak di seluruh perpustakaan untuk menyorak-nyoraki Titian agar dia mau menerima. Akhirnya, sampai sekarang ternyata Titian masih aman-aman saja dengan Arga. Meskipun, pada awalnya mereka berdua meragukan. Mau sampai kapan hubungan itu akan bertahan. Tak disangka Titian punya trik super menjaga hubungannya dengan Arga.
Kalau ditanya kenapa yang lain sampai tidak ada yang tahu? Itu karena Arga tidak berada satu sekolah dengan Titian. Itu bagian dari rencana mereka berdua yang sudah mereka sepakati di awal menjalin hubungan. Pasti ada kaitannya juga dengan Prety. Lagi-lagi Prety yang memegang kendali kesepakatan itu supaya semuanya berjalan dengan aman.
Gilirannya Prety. Sifat Prety yang suka ngeyel memang sulit dihilangkan dari dirinya. Dia ternyata memang berkali-kali memaksa orang tuanya untuk memberinya izin pacaran. Pemaksaan yang ke sepuluh akhirnya berhasil meluluhkan hati bokapnya yang paling ngotot tidak memberinya izin. Bokapnya lelah, lalu membiarkan Prety untuk memacari cowok yang disukainya yaitu Galih. Asalkan satu syaratnya Galih harus berani ke rumah Prety. Dan, saat itu juga Prety memaksa Galih untuk ke rumahnya. Karena, Galih begitu sayang dengan Prety, Galih sekalian membawa kedua orang tuanya demi membuat bokap Prety yakin atas kesungguhan hatinya mencintai Prety.
Namun, kedatangan itu justru membuat hati Prety menciut beradu dengan tangis bahagia. Dia tidak menyangka bahwa begitu serius Galih menyatakan perasaan padanya. Yang lebih disangka lagi, saat Galih menyatakan perasaannya di depan orang tuanya dengan maksud mengajak Prety sekalian menikah setelah lulus kelas IX. Apa? Prety langsung menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia berpikir apa jadinya kalau dia menikah di usia sedini itu? Dia tidak bisa main leluasa dengan teman-temannya. Lalu, bagaimana dengan cita-citanya ingin lulus sampai S2 nanti dan seluruh karir-karir yang diimpikannya? Pokoknya bayangan-banyangan buruk terngiang di kepalanya. Ekspresi wajahnya berubah nyengir. Apa yang harus dikatakan untuk menolak ajakan Galih, sedangkan dia juga menyukai Galih. Prety terdiam untuk beberapa saat.
“Kalau kamu memang belum siap dengan niatku ini, tidak apa-apa, Prety. Aku akan menunggumu sembari mengurus kuliah dan pekerjaanku. Lagipula, tentu aku tahu kamu juga masih terlalu dini untuk menikah. Ini hanyalah tanda aku.” Galih berkata bijak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments