Rahasia

Prety mengangkat wajahnya. Seketika kegundahan dihatinya hilang. Galih memang laki-laki yang dewasa. Tak salah jika Prety menaruh perasaan yang begitu dalam padanya.

“Iya. Aku tahu,” tukas Prety.

Saat itu Galih masih kuliah semester dua dengan pekerjaan yang cukup bisa dikatakan mapan. Sejak awal kuliah, dia sudah diminta memprivati anak SD pelajaran yang diUN-kan. Seminggu tiga kali sehabis magrib. Pekerjaannya yang lain, kegiatan paruh waktu menjadi pengelola resto milik keluarganya yang sudah turun-temurun.

Prety bertemu dengan Galih untuk pertama kalinya pada saat dia mentraktir teman-temannya makan di restonya Galih. Semenjak makan di sana, Prety merasa ketagihan. Akhirnya, setiap weekend dia mampir untuk makan atau sekedar minum dan bersantai.

Bermula dari situlah Prety dan Galih sudah menjalin hubungan selama dua tahun lebih dan sekarang Galih sudah mulai melaksanakan PPL dan skripsi. Artinya, dua atau tiga tahun lagi Galih benar-benar siap untuk menikah dengan Prety. Biayanya pasti juga sudah dipersipkan matang-matang oleh Galih. Begitu juga kesiapan ilmu dan mentalnya.

Namun, terkadang Prety gundah jika sedang memikirkan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Galih. Bahkan, dia sempat berpikir apakah sebenarnya dia salah menyukai Galih. Galih sudah sebegitu mencintainya sampai rela menunggunya. Tetapi, dia sendiri masih sering mempertanyakan pada dirinya sendiri, apakah pada akhirnya dia bisa mengakhiri masa remajanya yaitu dengan menikah? Meskipun begitu, dia tidak pernah memberitahukan pada siapapun apa yang sering dirasakan dan dipikirkannya. Pada Titian pun dia tidak ingin menceritakannya. Belum saatnya dia melibatkan teman-temannya dengan masalahnya yang mungkin sangat serius untuk kedepanya. Dan, yang mengetahui hubungannya dengan Galih hanya Titian dan Nay.

Sementara, hubungan Lili masih seumuran jagung. Dua hari yang lalu, dia ditembak sama anak kelas IPS, masih kelas XI juga. Sayangnya cowok yang bernama Rehan itu tidak gentleman. Dia mengungkapkan perasaannya lewat jejaring sosial, di BBM. Hanya saja kemudian dia baru berani main ke rumah Lili setelah Lili menerimanya. Anehnya, kenapa Lili kelihatan sebodoh itu mau menerima cowok yang tidak punya nyali? Seharusnya, Lili bisa berpikir sejauh itu. Lili hanya berpikir kalau dia menolak, mungkin tidak ada lagi cowok yang mau menyukainya karena alasan badannya gemuk. Ditambah dia tidak bisa berantem seperti Nay, Prety, Lili, dan Bunga. Daripada dia jomblo seumur hidup, lebih baik menerima Rehan apa adanya itu lebih baik, pikirnya. Sampai sekarang, tidak ada siapapun yang mengetahui hubungannya itu. Harap-harap cemas dia memikirkan bagaimana untuk kedepannya.

“Kalau nggak, terus kenapa wajah kalian seperti itu? Tatap mataku, Teman! Emangnya aku monster yang mau memakan kalian apa.”

“Masak, sih?” Lili meraba-raba wajahnya. Berdehem. Ia memperbaiki posisi duduk supaya lebih rileks.

“Siapa bilang? Biasa-biasa aja, tuh,” elak Nay dan Prety. Mereka menelan ludah. Apa iya karena takut ketahuan Bunga wajahnya sampai kelihatan aneh? Mereka berdua saling menatap dan bertanya melalui gerakan alis mata dan bibir yang menunjukkan maksud.

“Iya. Kamu itu aneh-aneh aja, Bung,” seru Titian tiba-tiba. Nadanya mendadak lembut dan agak kaku sambil pura-pura tertawa. Sontak Lili dan Nay menoleh.

“Jangan-jangan semua pacaran termasuk Titian, kecu-ali Bunga,” Nay dan Lili beradu pandang. Mereka mempertanyakan hal yang sama. Kemudian, Nay mengerling menatap Bunga, Prety, Lili, dan Titian bergantian. Lili sibuk berdehem.

“Ada apa dengan mata mereka? Sepertinya ada kebohongan di mata mereka kecuali memang Bunga yang menatap polos. Tuhan, betapa gelisahnya Bunga ketika kami semua tidak menyutejui keinginannya. Dia temanku yang tidak punya pacar. Tidak punya teman laki-laki yang dekat dengannya. Kami semua selama ini telah membohonginya, Tuhan,” batinnya. Nay menghela napas.

Bunga memasang wajah melas sambil bertopang dagu. Ia melamun.

“Bung?” panggil Prety.

“Iya. Hah, pasti kalian setuju, kan?” Bunga bergegas bangkit dan mengacungkan telunjuknya. Bola mata dan telunjuknya pun mengedar ke wajah Nay, Lili, Prety, dan Titian.

“Hiahh, huh.” Lili, Nay, dan Titian meringis. Mereka bertiga mengira kalau Bunga akan sesedih itu gara-gara masalah ini.

“Ayolah, teman-temanku yang cantik. Jangan sia-siakan waktu muda kita untuk pacaran. Ya meskipun kita nakal sering disebut sebagai geng pemberantas kejahatan. Eghemm.” Bunga menatap yang lain dengan semangat. Semangat sekali. Sepertinya dia tidak lelah membujuk. Ada harapan besar di pikirannya jika mereka berempat mau menerima persetujuannya pasti gengnya akan jadi lebih keren.

“Kita harus tetap mengutamakan belajar. Belajar itu adalah yang utama. Ya, kan, Lili? Kamu pasti mau, kan?” Bunga meyeret bangkunya dan mendekat ke tubuh Lili yang agak gemetar. Dia mendekap lengan Lili erat. Kemudian, dia mengedip-ngedipkan matanya.

“Kenapa harus aku?” Lili bertanya kaku.

“Kamu, kan, yang paling pintar. Jangan sampai kamu mengatakan sudah punya pacar. Nggak, kan?”

Mendengar perkataan Bunga jantung Lili serasa sudah mau copot. Hampir seluruh badannya panas dingin. Di pelipisnya mengucur keringat tiba-tiba. Dia menelah ludah berkali-kali. Dia juga takut kalau tiba-tiba kepalan tangan Bunga yang dahsyat mampir di wajahnya. Lalu, menyisakan bekas lebam biru dan itu pasti akan terasa sakit sekali.

“Kasihan Lili wajahnya seperti itu,” kata Prety dalam hati.

“Oke, baiklah.” Prety mengepalkan tangan kirinya.

“Baik, aku akan...” Prety masih mengatur napas. Nay, Lil, dan Titian antusias mendongakkan kepalanya. Bertanya pada diri sendiri apakah Prety akan memberikan persetujuannya? Tetapi, mereka berharap tidak.

“Prety?” panggil Lili berbisik. Semuanya bersitegang. Dia menggeleng-geleng. Wajahnya seolah sedang menolak apa yang akan dikatakan Prety.

“Alhamdulillah, Tuhan. Engkau berikan teman-temanku kesadaran.” Bunga sangat senang mendengarnya. Ia tertawa gemas dengan teman-temannya mencubiti pipi teman-temannya. Wajahnya sumringah. Lantas ia memeluk dan menciumi Prety.

“Tunggu dulu, Bung.” Prety melepaskan tangan Bunga.

“Hah, kenapa?” Bunga langsung menatap heran.

“Aku mewakili teman-teman menerima perjanjian itu asalkan kamu mau menerima permintaan maaf kami kalau suatu hari nanti kami mengecewakanmu. Bagaimana?”

“Ngomong apaan, sih, kamu, Pret? Emangnya kalian mau rencana buat kesalahan gitu? Nggak, kan? Tenanglah. Dengan perjanjian ini, akan membuat persahabatan kita makin keren. Percaya, deh.” Bunga memperlihatkan sederetan giginya. Sekali lagi dia memeluk Prety, sedangkan yang lainnya tampak sedih dan merasa bersalah dengan Bunga. Titian dan Nay menggigit bibir.

Bunga adalah sosok cewek yang ceria dan polos, tidak mudah patah semangat, bertanggung jawab, selalu senyum pada teman-temannya, pemberani, dan dia tetap seorang teman yang baik.

Saatnya jam ke lima dimulai.

Bel jam pelajaran selanjutnya tiba-tiba memutuskan pembicaran. Memotong sekecap kata yang ingin dikatakan pada Bunga. Bunga menepuk pundak Nay, Prety, Lili, dan Titian satu persatu.

“Ayo! Setelah ini gurunya nyeselin. Nanti dikasih hukuman baru ngerasa tahu,” ajak Bunga.

“Sebentar,” bisik Prety. Prey menyuruh Nay, Lili, dan Titian menunda langkah kakinya.

“Iya. Kenapa kamu menerima apa yang dimau Bunga, Pret?” tanya Lili gelisah.

“Tenang aja. Tapi, kalian juga harus tetap hati-hati.”

Ngik. Lili langsung menelan ludah. Dahinya mengkerut.

“Maksud kamu , Pret?” tanya Lili hati-hati.

“Aku tahu kalau kalian itu sebenarnya juga punya pacar, sama, aku juga. Tetap rahasiakan ini dari Bunga sampai dia tahu sendiri. Aku mengatakan ini bukan untuk membohongi dia. Lil, kamu tahu, kan, maksudku?” Prety menepuk pundak Lili.

Lili mengangguk-angguk.

Terpopuler

Comments

sahabat syurga

sahabat syurga

lnjut thor

2021-05-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!