SOLAR & The Specialists

SOLAR & The Specialists

Gadis yang Berulang Tahun

Selena mendengus bosan. Acara api unggun yang seharusnya gagal, berubah menjadi meriah seakan tidak terjadi apa-apa setelah tangki bensin yang ia isi dengan air laut ketahuan oleh Reagan. Reagan tidak memarahinya, apalagi membocorkan kelakuan jahilnya pada para guru. Diam-diam Reagan mengosongkan air laut itu dan mengisi ulang tangki dengan bensin yang ia minta dari supir bus. Tangki yang berisi bensin itu ia kembalikan pada panitia acara, agar mereka bisa menggunakannya untuk menyalakan api unggun.

"Mau jalan-jalan?" Selena menghadang Reagan di lobi hotel saat ia akan naik ke kamarnya. Reagan membalas pertanyaannya dengan lirikan dingin yang membuat Selena tertawa, "Bukan aku yang melakukannya!"

"Aku melihatmu membuang bensin di tebing, lalu mengisi ulang tangkinya dengan air laut." Sahut Reagan dengan nada datar.

"Mau melaporkanku?" Tantang Selena.

"Sosiopat akan selalu memanipulasi orang lain agar lolos dari hukuman." Reagan menatap langit-langit lobi dengan pandangan menerawang.

"Wah, wah! Sekarang kamu mendiagnosaku?" Pekik Selena sambil bertepuk tangan takjub. Sekejap kemudian, senyumnya hilang. Ia berjalan selangkah mendekati Reagan. "Sejak kamu pindah kemari, aku terganggu dengan sikapmu. Kamu tahu itu, kan?"

Reagan bergeming. Kali ini mereka saling menatap. Keduanya sama-sama mengeluarkan aura kebencian. Ditatap penuh benci oleh Selena, Reagan mengatupkan rahang demi menahan emosi.

"Jangan mentang-mentang kamu kaya, cantik, dan pintar, jadi bisa seenaknya membuat ulah yang merugikan orang lain. Asal kamu tahu, Selena. Aku juga memergokimu membuang isi tas Wenda siang tadi."

Kedua mata Selena mengerjap agak bingung. Ia kemudian teringat dengan ulahnya tadi siang, ketika Wenda merundungnya lewat sebuah komentar di media sosial dengan mengatakan kalau Selena hanya beruntung. Jika orangtuanya tidak kaya dan dia tidak cantik, maka Selena hanya seonggok sampah. Komentar itu ia tulis di blog sekolah, dimana salah satu fotonya yang diambil secara diam-diam oleh panitia acara diunggah. Komentar dari Wenda mengundang netizen lain ikut berkomentar jahat tentangnya.

Selena tidak melakukan apa-apa pada Wenda ketika ia bertemu dengannya di restoran hotel saat makan siang. Dia hanya menerobos masuk ke kamar Wenda dengan kartu akses hotel yang ia curi dari meja resepsionis, lalu membongkar seluruh isi tas koper Wenda, dan membuangnya keluar jendela. Semua baju dan bawaan Wenda jatuh ke kolam renang yang berada tepat di bawah kamarnya. Wenda menangis melaporkan kejadian itu pada para guru, namun tidak ada yang berhasil mengungkap si pelaku karena Selena sudah mematikan semua kamera CCTV yang menyoroti kegiatannya. Selena bekerja cukup keras dan amat hati-hati agar perbuatannya tidak ketahuan. Ia bisa dibilang cukup mahir melakukannya. Sayangnya, hari ini dia lagi sial. Reagan memergokinya dari pinggir kolam renang.

"Kaya? Jangan membuatku merasa bersalah karena punya uang yang tidak kamu punya! Tidak akan mempan padaku." Selena tersenyum kecil. "Cantik? Mungkin karena gen dari orangtuaku." Selena maju selangkah lagi. "Pintar? IQ-ku lebih tinggi darimu, jadi tentu saja aku pintar." Kini mereka berdiri sejajar. "Kamu hanya mengatakan hal-hal yang sudah kuketahui. Kuanggap itu sebuah pujian."

"Tidak ada hal baik tentangmu." Reagan menekankan setiap kata padanya. "Apa sih sebenarnya tujuanmu?"

Selena memutar bola mata bosan. "Jadi kamu tahu. Lalu kenapa tidak melaporkannya?" Sekarang ia menatap kedua mata Reagan lekat-lekat. "Kamu melindungiku?" Kali ini senyum jahilnya muncul. Reagan menganggapnya sebagai sebuah seringaian bodoh. Selena selalu menyeringai seperti itu jika ia punya ide jahat yang pasti akan segera dilaksanakannya. Biasanya ide jahat itu selalu merugikan orang lain atau paling tidak membuat seseorang menangis.

"Aku tidak mau terlibat denganmu." Jawab Reagan tenang.

"Seharusnya kamu katakan itu sejak dulu kita 'impas'. Sekarang terlibat saja tidak cukup. Kamu tahu bisa sejauh apa aku ini. Mungkin lain kali, kamu yang akan menjadi targetku." Selena mengedikkan bahu santai.

Kedua mata Reagan menyipit melihat Selena berbalik pergi. Ia bertanya-tanya, bagaimana bisa ada gadis seaneh Selena. Terkadang dia baik dan normal, lalu berikutnya berubah menyeramkan. Di saat yang sama, Selena juga sedang memikirkan, mengapa Reagan selalu muncul di kepalanya.

***

"Selena!"

Seorang cewek berperawakan mungil dengan gaya rambut ekor kuda berlari kecil untuk menyusulnya. Namanya Mindy. Cewek itu selalu bergantung pada Selena sejak Selena menyelamatkannya dari rundungan senior saat mereka masih SMP. Hal itu tidak membuat Selena risih karena keluarga Mindy kaya raya. Ia merupakan cucu kesayangan Menteri Pertahanan Nasional yang sedang menjabat saat ini. Pamannya seorang laksamana, dan ayahnya adalah pendiri perusahaan teknologi berskala multinasional.

Berkat Mindy, Selena sering diajak keluar negeri untuk berlibur tanpa khawatir dilarang karena orangtuanya selalu mengijinkan. Berkat Mindy juga, Selena selalu mendapat tiket konser EDM secara cuma-cuma tiap tahun. Selena mendapat segala keuntungan sejak ia berteman dengan Mindy si anak manja.

"Acaranya sudah dimulai! Sebentar lagi mereka akan menyalakan kembang api! Ayo, kesana!" Mindy yang masih ngos-ngosan langsung bergelayut manja di lengan Selena seperti anak kecil. "Semoga rencanamu berhasil! Kalau malam ini tidak ada kembang api tidak akan seru!"

Selena hanya tersenyum. Kemarin ia menyelundupkan sekardus kembang api ke dalam bagasi bus meskipun ia tahu guru dan Kepala Sekolah akan gempar saat mengetahuinya. Semua kembang api itu dibeli dengan uang Mindy. Tidak akan ada yang mampu atau rela jika uang jajannya dipakai untuk membeli kembang api yang mahal dengan resiko dikeluarkan dari sekolah. Tapi Selena selalu bisa mempengaruhi Mindy untuk mau melakukan apa saja. Bagi Mindy, Selena adalah panutan. Gadis itu akan mengikuti kemanapun Selena pergi atau apapun yang Selena suruh.

"Jangan dinyalakan sebelum jam dua belas malam! Kalau tidak, kita semua bisa ketahuan." Selena coba memperingatkan.

"Tenang! Christian sudah mengawasi yang lain. Lagipula, guru-guru termasuk Kepala Sekolah sudah mulai lengah karena mengantuk. Obat tidur yang kamu masukkan di minuman mereka manjur sekali!" Mindy tak kuasa untuk tidak memekik girang. Ia melompat-lompat dengan bahagia.

"Di sini rupanya!" Christian, tetangga Selena sejak kecil sekaligus partnernya dalam melakukan kejahilan menghampiri mereka dengan seringaian lebar. "Semua sudah siap, bos!" Ia membuat gestur hormat pada Selena.

"Dua puluh menit menuju tengah malam." Ujar Selena sembari melihat jam tangannya. "Pesta kita baru saja dimulai." Selena menyeringai tak kalah lebar.

Dua puluh menit kemudian, Selena sedang duduk di atas tebing di pinggir laut. Ia menyukai pemandangan dari tempat rahasia yang ditemukannya itu. Di depannya berdiri kokoh sebuah ceruk raksasa tempat ombak tinggi mencari celah untuk menghantam karang-karang berair dangkal di bawah tebing tempat Selena berada.

Selena menemukan tempat rahasia itu secara tak sengaja pada hari pertama rombongan wisata SMA Harapan Pertiwi tiba di resort yang lokasinya tak jauh dari tebing. Setelah pembagian kamar, ia menggunakan kesempatan beristirahat dengan pergi berjalan-jalan sendirian. Ia harus mendaki bukit berbatu terjal agar dapat sampai ke sana. Selena langsung terpukau oleh keindahan alam yang terbentang di depannya. Belum lagi suara menenangkan yang berasal dari debur ombak, burung camar, serta angin semilir yang terus menerus menerpa wajahnya. Tidak berlebihan rasanya jika Selena langsung menganggap tempat itu sebagai surga tersembunyi. Ia banyak menghabiskan waktunya di sana sendirian. Terkadang ia hanya melamun, atau sekedar menatap laut dan langit.

Bulan purnama menggantung gagah di langit malam. Gelombang air laut bergulung tinggi karena pasang. Di tangannya, walkie-talkie berbunyi berisik. Teman-temannya sudah berada di posisi masing-masing, menunggu aba-aba darinya untuk menyalakan kembang api. Selena melewatkan satu menit dari tengah malam karena terpekur sejenak melihat keriuhan pesta api unggun di pinggir hutan dekat resort. Dia bisa melihat semuanya dari atas tebing itu.

Angin laut berhembus kencang, membuatnya merapatkan tubuh di balik jaket tebal yang ia kenakan. Rambutnya berantakan meski sudah dikepang di atas bahu. Kini Selena genap berusia tujuh belas tahun. Tidak ada yang tahu kapan ulang tahunnya, termasuk Christian dan Mindy. Dia selalu mengarang cerita kalau ulang tahunnya jatuh pada tanggal 29 Februari. Orangtuanya saja bahkan tidak ingat kalau Selena berulang tahun hari ini. Hal itu dibuktikan dengan tak adanya satupun notifikasi pesan masuk dari mereka. Orangtuanya lebih memedulikan kondisi kesehatan pasien-pasien mereka, atau kondisi keuangan rumah sakit yang mereka kelola.

Setahun lagi, Selena akan lulus SMA. Setahun lagi, ia akan pastikan kalau dia diterima di MIT. Setahun lagi, dia akan meninggalkan Indonesia. Jauh dari sini, menata hidup baru, tanpa batasan dan kekangan dari siapapun. Ia akan menyewa sebuah apartemen studio untuk dirinya sendiri. Ia akan memelihara seekor anjing. Tidak, dua anjing lebih baik. Dia akan pesta semalam suntuk di klub malam. Tapi sebelum semua itu terjadi, dia harus bertahan selama satu tahun lagi di sini, giat belajar, dan mempertahankan nilainya di puncak.

"Bravo dua, copy." Suara Christian yang berasal dari walkie-talkie memecah lamunannya.

"Sel?" Kali ini suara Mindy.

"Selena? Sudah belum, nih?" Desak Christian.

"Di sini Raven satu. Bersiaplah!" Balas Selena. "Tiga...dua...satu!"

Kembang api meluncur bersahut-sahutan ke langit. Asalnya dari dalam hutan. Keriuhan di lokasi api unggun berhenti sejenak. Semua orang memandang takjub ke angkasa. Mereka bertepuk tangan gembira tanpa tahu siapa yang menyalakan kembang api itu.

"Selamat ulang tahun, Selena." Gumam Selena pada dirinya sendiri. Wajahnya menengadah ke atas, memandang kembang api dengan senyum tersungging di bibir.

Malam ini terasa sempurna. Bulan purnama bulat sempurna di atas ceruk. Selena jadi bertanya-tanya, apakah mungkin jika manusia bisa tinggal di bulan. Di sana tidak ada air seperti di bumi. Jika bulan tidak bisa ditinggali, maka pasti ada planet lain yang bisa. Bagaimanapun, dunia ini sangat luas. Banyak planet dan bintang yang tak terhitung jumlahnya. Selena percaya jika di luar sana, pasti ada kehidupan lain. Hanya saja, belum ada teknologi yang dapat membuktikannya.

Angin laut sudah tak terasa sekencang tadi. Lama kelamaan Selena bahkan tidak merasakannya sama sekali. Ia merasa aneh. Debur ombak makin tinggi, padahal tidak ada angin. Ada sesuatu yang bergerak di cakrawala. Makin lama, makin mendekat.

Apa akan ada tsunami?, pikirnya.

Selena berusaha mencari tahu melalui penglihatannya yang terbatas. Jika memang akan ada bencana datang, ia harus memperingatkan semua orang. Namun dari semua yang dipelajarinya, tidak nampak ada tanda-tanda alam yang muncul sebelum bencana datang. Air di pantai akan surut dalam sekejap sebelum tsunami menerjang. Ia hampir yakin kalau sesuatu yang bergerak makin dekat ke daratan itu bukanlah tsunami.

Tanpa sadar Selena sudah berdiri di tepian tebing. Kaki kanannya menginjak permukaan tanah lunak yang langsung longsor begitu ia melangkah. Selena terjatuh dari tebing. Ia tak sempat berteriak, apalagi berpegangan untuk menyelamatkan nyawanya. Walkie-talkie yang tadinya ia pegang jatuh menghantam karang tajam yang mencuat di atas air, disusul oleh tubuhnya yang juga jatuh menghempas karang berpemukaan datar yang berada tiga puluh meter di bawah.

Begitu Selena mendarat, ombak laut menyambutnya. Namun ombak itu tidak cukup kuat untuk menghanyutkan tubuhnya. Rusuknya patah, dan kakinya menekuk tak wajar. Darah menggenang di sekitar kepalanya. Semakin lama mengalir ke bawah sampai mewarnai air laut di sekitarnya. Mulut Selena terus membuka dan menutup untuk mengejar napas. Ia sekarat. Sayangnya, belum ada yang menyadari kalau gadis yang berulang tahun itu sedang sekarat.

Sesuatu yang tadi dilihat Selena sudah mencapai karang. Bentuknya berubah-ubah. Awalnya sesuatu itu bersinar keperakan, kemudian ia adalah ombak, kemudian ia berubah menjadi air, lalu berubah lagi menjadi busa laut. Ia berubah menjadi apa saja yang dilaluinya. Di dekat tubuh Selena, ia berhenti sesaat. Perlahan namun pasti, ia mengubah bentuknya menjadi sesosok manusia. Kulit, rambut, tangan, kaki, dan wajah, semuanya terbentuk dalam hitungan detik. Kedua mata Selena terbelalak saat makhluk itu memiliki wajah menyerupai dirinya. Gadis malang itu mengalami pendarahan dalam yang hebat.

Dalam satu tarikan nafas terakhir, Selena tiada.

Kini jelmaan manusia yang sedang berjongkok di atas tubuh Selena menyentuh dahinya. Dengan sentuhannya, ia mengambil seluruh memori yang tersisa sebelum otak Selena juga ikut mati.

***

Terpopuler

Comments

Rifa Mukherjee

Rifa Mukherjee

keren hlo ini👍

2021-09-07

0

Zuni Rahmawati

Zuni Rahmawati

aq udah nemuin...yyaaayyyy...😁😁🤗🤗

2020-12-10

1

Kohaku

Kohaku

Caritanya menarik kak... dengan selena yang mempunyai kepribadian unik dan nakal sebagai mc nya.

2020-12-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!