Sekolah

Solar menemukan sebuah kartu hitam mengkilat di atas meja makan yang disertai pesan

'Selamat Ulang Tahun dari Papa dan Mama. Beli apa saja yang kamu mau hari ini'

Ia memasukkannya ke dalam tas. Selama perjalanan menuju sekolah, Solar berpikir tentang apa yang akan ia lakukan dengan kartu itu.

Sesampainya di sekolah, Solar bertemu Reagan yang sedang memarkirkan sepedanya. Mengikuti insting Selena, Solar berlari kecil menghampirinya, merasa tiba-tiba bersemangat karena bertemu dengan Reagan.

"Rumahmu dekat?" Tanya Solar. Reagan tidak nampak terkejut dihampiri olehnya. Ia tidak nampak juga memedulikan kehadiran Solar. "Kenapa naik sepeda? Tidak capek mengayuhnya?" Solar menyentuh jok sepeda Reagan karena penasaran.

"Apa maumu?" Kini Solar mendapatkan perhatian Reagan. Reagan bertanya dengan nada yang kelewat dingin sampai membuat Solar merinding. Sensasi yang aneh, pikirnya.

"Aku hanya bertanya karena penasaran." Jawab Solar polos.

"Kamu bertanya kenapa ada orang yang tidak naik mobil sepertimu dan keluargamu? Pernah berpikir kalau harga mobil sangat mahal bagi orang-orang seperti kami?" Reagan tidak tahu kenapa ia harus repot-repot menjelaskan kondisinya pada Selena, sedangkan pertanyaan sarkasmenya dijawab dengan gelengan kepala. "Kamu terlahir kaya, mana tahu rasanya tidak punya uang." Desah Reagan seakan memaklumi.

"Kamu mengasihaniku?" Solar mengernyit heran karena rupanya Reagan cukup perhatian.

"Ya." Jawab Reagan pendek seraya meninggalkan Solar yang masih mengagumi mekanisme sepeda miliknya.

Solar senang karena mendapati Reagan sekelas dengannya. Ia mengikuti memori Selena tentang kelas yang ia tempati, dan kursi mana yang ia duduki. Meskipun ia tahu kalau tempat duduknya bukan di sana, Solar tetap mengambil tempat di samping Reagan, membuat seisi kelasnya menatap mereka berdua dengan pandangan heran. Bahkan Reagan-pun ikut menatapnya aneh.

Seorang siswi yang baru datang, -Solar tidak ingat siapa namanya, karena siswi itu maupun separuh penghuni kelas tidak ada dalam memori Selena-, berdiri terpaku di sebelah meja Solar. Siswi itu hanya berdiri di sana, tanpa berani memandang Solar. Solar dapat menangkap perasaan takut darinya.

"Kok duduk di situ?" Mindy yang baru datang langsung cemberut melihat sahabatnya duduk di samping Reagan. Ia buru-buru menarik tangan Solar dan menuntunnya menuju meja tempat mereka biasa duduk. Siswi yang tadi Solar lihat hanya berdiri di sebelah meja Reagan, kini sudah duduk di sebelahnya. Solar mendesah kecewa.

"Kenapa kita duduk bersama, sedangkan yang lain berpasangan laki-laki dan perempuan?" Mau tak mau, Solar akhirnya penasaran dengan pengaturan tempat duduk di kelas ini. Ia sudah berusaha mencari tahu apa yang Selena pikirkan tentang hal tersebut, namun kepalanya kosong. Ia hampir yakin kalau Selena adalah tipe orang yang hanya memedulikan hal-hal yang menarik minatnya saja.

"Kamu tidak suka duduk di sebelah cowok. Kamu bilang mereka bau dan jorok. Apalagi setelah istirahat atau pelajaran olah raga." Jawab Mindy santai sembari membenahi poninya di depan cermin kecil yang dipegangnya. "Para guru memperbolehkannya karena kamu Selena. Selena bisa mendapatkan apa saja. Eh, kamu sedang membuatku memujimu, ya?"

"Aku ingin duduk di sebelah Reagan."

Tangan Mindy berhenti dari kegiatannya. Ia mengerjap beberapa kali karena khawatir salah dengar. Akhirnya ia menatap Selena lekat-lekat. "Kenapa?" Tanyanya.

"Entahlah. Aku hanya ingin duduk di sana."

"Tapi kamu benci Reagan. Kamu bilang Reagan jelek, ambisius, dan menyebalkan. Apa kamu sedang merencanakan sesuatu? Aku boleh ikut?" Mindy tiba-tiba bersemangat.

"Benci?" Solar beralih menatap Reagan yang sedang membaca buku. Baginya Reagan tidak jelek. Kulit Reagan memang sangat gelap, tapi penampilannya rapi dan bersih. Reagan juga wangi. Meskipun tidak semenarik Christian, wajah Reagan tetap menyenangkan untuk dipandangi. Wajahnya bukan tipe wajah tampan yang membuat cepat bosan jika terlalu sering dilihat. "Reagan sering bertengkar denganku, ya?"

Mindy menggeleng. "Kalian tidak bertengkar. Hanya saja, bagaimana ya menjelaskannya?" Mindy berpikir sebentar, "Jika kamu urutan pertama ujian akhir semester ini, dan Reagan urutan kedua, maka di semester berikutnya, Reagan akan menempati urutan pertama, sedangkan kamu urutan kedua. Kalian berebut beasiswa, selalu sama-sama memilih beasiswa yang paling bergengsi. Reagan anak baik yang difavoritkan para guru, sedangkan kamu.. well, bukan favorit siapa-siapa selain aku dan Christian." Untuk menunjukkan kesungguhannya, Mindy memeluk lengan Selena. "Mungkin lebih tepat jika disebut rival. Lagipula, sejak Reagan pindah kemari, dia sering menggagalkan rencana kita. Itu salah satu hal yang membuatmu sangat benci dia. Kamu bilang dia seperti kecoa. Coklat kehitaman, menjijikkan, dan menjengkelkan. Ada tapi susah dimusnahkan." Solar meringis mendengarnya. Ia tidak menyangka kalau hubungannya dengan Reagan seburuk itu. "Kenapa menanyakannya?" Lanjut Mindy.

Solar berpikir sejenak, tidak yakin apakah harus jujur atau tidak pada Mindy. "Aku sering memikirkan Reagan belakangan ini."

"Oh... pantas." Mindy manggut-manggut mengerti. "Wajar, kok. Reagan menyelamatkanmu kemarin. Kamu bukan orang yang suka berhutang budi." Mindy tertawa lega.

"Begitu, ya?" Mindy mengangguk. Solar ikut mengangguk kecil, berusaha meyakinkan diri kalau yang dikatakan Mindy itu benar, meskipun ia tahu kalau bukan itu yang selama ini Selena rasakan.

Bel tanda mulainya pelajaran berbunyi nyaring. Semua orang duduk di tempat masing-masing. Solar mengeluarkan buku catatan dari tasnya. Tubuhnya bereaksi biasa sesuai dengan memori Selena semasa hidup. Dengan tekun Solar mendengarkan penjelasan guru yang sedang mengajar di depan kelas dan sesekali mencatat hal penting. Pelajaran pertama hari itu adalah Sejarah. Solar sangat tertarik dengan peradaban di planet ini sehingga ia menyerap semua pengetahuan baru yang didapatnya. Padahal hampir separuh isi kelas sudah tertidur karena bosan dan mengantuk.

Pelajaran kedua adalah Biologi. Solar tidak kalah antusias karena mereka sedang membahas struktur tubuh manusia. Solar merasa jika ia tidak perlu repot mengases seluruh isi planet karena hanya dengan duduk mendengarkan, orang lain akan menjelaskan hal yang ingin ia ketahui. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Reagan yang duduk tidak jauh darinya. Reagan juga tekun mendengarkan penjelasan guru.

Pada jam istirahat Solar bergegas mengikuti Reagan keluar kelas. Mindy yang heran karena tidak biasanya Selena kelihatan begitu antusias langsung berlari mengikuti. Di depan kelas, Mindy hampir menabrak Christian yang memang sedang berniat untuk datang ke kelas mereka.

"Mana Selena?" Kepala Christian celingukkan ke dalam kelas.

"Sepertinya ke lapangan basket."

"Oh, ya? Dia tahu hari ini aku akan bertanding?" Christian nampak sangat bersemangat. Suatu kesempatan langka Selena menyemangatinya di bawah terik matahari. Selama ini ia mengenal Selena sangat tidak suka repot, kotor, kepanasan, atau kehujanan.

Mindy menggeleng, "Bukan. Sepagian ini tingkahnya aneh." Christian mengernyit, membuat Mindy harus menjelaskan. "Dia menanyakan Reagan seakan baru kenal. Hari ini dia tidak tidur di kelas. Padahal kamu tahu sendiri kalau Selena tidak suka mendengarkan pelajaran. Bocah itu sudah jenius dari lahir. Tapi hari ini dia tidak tidur sama sekali! Kelihatan ngantuk juga tidak!"

"Terus apa yang dilakukannya?"

"Mencatat dan memperhatikan guru mengajar."

"Hah?" Christian mengernyit tak percaya.

"Bukan itu saja. Begitu Reagan keluar kelas tadi, Selena juga langsung membuntutinya. Kalian berdua bertanding, kan?" Christian mengangguk. "Ya, sudah. Cepat sana ganti baju!" Mindy mendorong punggung Christian agar cepat bergegas.

Mereka bertemu di lapangan. Kecurigaan Mindy terbukti. Ia mendapati Selena sedang duduk di bangku pinggir lapangan. Seluruh siswa berkumpul di lapangan basket untuk menyemangati jagoan masing-masing. Kebetulan hari ini ada pertandingan penentuan tim inti untuk ikut kejuaraan bulan depan. Reagan dan Christian biasanya berada dalam tim yang sama, namun kali ini keduanya diadu dalam tim yang berbeda.

Mindy duduk di sebelah Selena. Ia mengarahkan kipas elektrik berbentuk kepala karakter Doraemon ke wajahnya. "Panas banget loh ini, Sel!" Keluhnya.

"Aku suka panas matahari. Menyehatkan tubuh." Jawaban Selena membuat Mindy melongo. Selama obrolan singkat itu, kedua mata Selena tak lepas dari Reagan.

"Selena." Keduanya kompak menoleh ke asal suara. Mindy langsung mendengus ketika meliat Wenda bersama geng kecilnya menghampiri mereka. Solar tahu siapa Wenda. Wenda adalah salah satu orang yang masuk daftar hitam Selena. "Aku mau bicara." Ujar Wenda.

"Bicara di sini." Sahut Mindy.

"Tidak usah ikut campur! Ini urusan kami dengan Selena." Salah satu anggota geng Wenda yang memiliki rambut ikal alami membentak. Selena bahkan tidak ingat siapa namanya.

"Main keroyokan?" Mindy lagi-lagi mendengus dan kali ini sambil memutar bola mata tanda bosan. Terik matahari dan ramainya lapangan membuatnya malas meladeni siapa-siapa.

"Mau membicarakan apa?" Selena akhirnya buka mulut. Ia ingin Wenda dan teman-teman manisnya segera pergi dan tidak mengganggunya menonton Reagan.

"Di sini terlalu ramai." Jawab Wenda mengedarkan mata sekeliling.

"Mau membicarakan apa? Aku sedang ingin nonton pertandingan." Sikap dingin yang ditunjukkan Selena mau tak mau membuat nyali mereka sedikit ciut. Bagaimanapun, Selena bukan orang sembarangan yang bisa mereka ajak ribut seenaknya. Mindy yang melihat perubahan sikap Wenda dan gengnya hanya tersenyum sinis.

"Aku tahu kalau kamu pelakunya. Kamu sengaja membuang isi koperku ke kolam renang waktu itu, kan?" Wenda hampir menangis saat mengatakannya. Mindy langsung berdiri, namun niatnya untuk menjambak rambut Wenda ditahan oleh Selena.

"Memangnya kamu punya bukti?!" Wajah Mindy memerah karena menahan amarah.

"Semua orang sedang berkumpul di aula waktu itu dan hanya Selena yang tidak ada. Dia punya alibi apa?" Seru Wenda sembari menunjuk wajah Selena. Kini kerumunan yang awalnya bersiap untuk menonton pertandingan beralih untuk menonton perkelahian.

"Memang aku yang melakukannya." Solar ingat dengan jelas bagaimana Selena membuat kamera CCTV hotel mati semua, sementara ia diam-diam masuk ke kamar hotel Wenda dengan kunci kamar yang dicuri dari meja resepsionis.

Semua orang terhenyak, beberapa bahkan menunjukkan reaksi sangat terkejut. Baru kali ini ada orang yang berani menuduh Selena dan memojokkannya. Mereka merasa kasihan pada Wenda karena sebentar lagi pasti Selena akan menghancurkan hidupnya.

Memang seburuk itu citra Selena di sekolah. Semua orang mengenalnya sebagai gadis menakutkan yang tidak bisa disentuh. Jika ada yang mengusilinya, maka dia akan membalasnya sepuluh kali lipat. Sudah ada dua orang senior yang dikeluarkan dari sekolah karena mencari gara-gara dengan Selena. Saat itu Selena masih kelas sepuluh, dan kakak-kakak kelas perempuan yang merasa cemburu dengan kepopuleran Selena di antara para cowok melabraknya tiba-tiba. Ada yang bahkan sampai menampar Selena karena merasa Selena tidak punya sopan santun saat diajak bicara oleh senior.

Besoknya, tersebar video perundungan dirinya dan beberapa siswi lain yang dilakukan oleh para kakak kelas itu. Hukuman mereka adalah diskors. Selena tentu saja tidak puas. Ia membayar orang untuk mengajak mereka kencan berbayar di klub malam saat mereka seharusnya diskors. Orang suruhannya menawari mereka minum-minuman keras dan membelikan apapun yang mereka mau. Kencan mereka berakhir di kamar hotel. Semua kejadian itu direkam oleh orang bayaran Selena sesuai skenario yang dia inginkan.

Video-video hasil rekaman ia edit sedemikian rupa dan ia tayangkan serentak di TV kelas dan Laboratorium Komputer. Pada hari itu juga, Kepala Sekolah memutuskan untuk mengeluarkan dua siswi paling bermasalah dari sekolah tanpa penyelidikan lebih lanjut. Anggota geng senior yang tidak ikut dikeluarkan dibiarkan oleh Selena mengakhiri masa diskors mereka dan bersekolah dengan tenang sampai lulus.

"Sel..." Mindy yang ikut terkejut dengan pengakuan itu langsung menyentuh lengannya, "Ada apa denganmu?"

"Aku yang melakukannya. Aku membuang isi kopermu keluar jendela sampai masuk kolam renang. Sebenarnya itu semua tidak cukup, mengingat perlakuanmu padaku. Kamu menulis komentar jahat di fotoku. Kenapa? Aku tidak melakukan apa-apa padamu. Atau setidaknya belum." Solar tersenyum kecut.

"Bu... bukan aku yang menulisnya." Wenda tiba-tiba tergagap. Tentu ia tidak merencanakan ini.

"Benarkah? Akunmu diretas? Kamu kira aku langsung percaya?" Solar mendekat selangkah. Kini lapangan basket hening, semuanya mengantisipasi adanya keributan sebentar lagi. "Niatmu mencariku karena ingin membalasku, kan?" Bibir bawah Wenda bergetar menahan tangis yang akan tumpah. "Aku tidak suka ribut denganmu. Jadi aku melakukannya diam-diam, berharap kamu akan mengerti lalu berhenti membuatku kesal padamu. Tapi sepertinya peringatanku kebal untukmu, ya?" Solar mengatakannya dengan nada rendah, membuat teman-teman Wenda saling melirik takut.

"Kamu kira bisa lolos semudah itu?" Balas Wenda.

Solar mengangguk sebelum menjawab, "Tentu saja."

"Kamu akan menerima balasanmu, Sel!" Wenda menghentakkan kaki penuh amarah lalu pergi meninggalkan lapangan basket, disusul oleh gengnya.

"Dasar tidak berotak!" Gerutu Mindy melihat kepergian geng itu.

Terdengar gumaman kecewa dari penonton yang berharap adanya keributan. Solar langsung tersadar. Sesaat tadi ia merasa menjadi Selena yang asli. Ia berperilaku sama seperti sikap Selena yang selama ini diingatnya. Solar langsung mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari keberadaan Reagan yang sempat luput dari perhatiannya. Pandangan mereka bertemu. Reagan menatap Solar dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ia melihat semuanya. Entah bagaimana pendapatnya tentang kejadian barusan.

"Ke kelas, yuk! Aku bawa makanan enak. Mamaku sendiri yang masak." Mindy menggelayut manja pada Solar.

"Aku masih ingin di sini."

"Di sini panas, Selena! Nanti kamu berkeringat. Bukannya kamu tidak suka berkeringat?" Mindy mulai merengek.

"Christian akan bertanding. Reagan juga. Kamu tidak ingin melihat mereka?" Solar menunjuk lapangan yang makin ramai karena pertandingan segera dimulai. Mindy mendecakkan lidah. Meskipun Mindy tidak setuju, ia tetap bertahan di sebelah Solar sambil terus mengipasi wajahnya.

***

Terpopuler

Comments

Rifa Mukherjee

Rifa Mukherjee

wah Selena lebih menakutkan,

2022-02-20

0

Arissams2mind

Arissams2mind

cerita ini lebih bisa dikuti, dan bisa dibayangkan pergerakan karakter perkarakternya..

2021-01-06

1

Zuni Rahmawati

Zuni Rahmawati

solar dingin"mnghanyutkn..😄😄

2020-12-10

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!