NovelToon NovelToon

SOLAR & The Specialists

Gadis yang Berulang Tahun

Selena mendengus bosan. Acara api unggun yang seharusnya gagal, berubah menjadi meriah seakan tidak terjadi apa-apa setelah tangki bensin yang ia isi dengan air laut ketahuan oleh Reagan. Reagan tidak memarahinya, apalagi membocorkan kelakuan jahilnya pada para guru. Diam-diam Reagan mengosongkan air laut itu dan mengisi ulang tangki dengan bensin yang ia minta dari supir bus. Tangki yang berisi bensin itu ia kembalikan pada panitia acara, agar mereka bisa menggunakannya untuk menyalakan api unggun.

"Mau jalan-jalan?" Selena menghadang Reagan di lobi hotel saat ia akan naik ke kamarnya. Reagan membalas pertanyaannya dengan lirikan dingin yang membuat Selena tertawa, "Bukan aku yang melakukannya!"

"Aku melihatmu membuang bensin di tebing, lalu mengisi ulang tangkinya dengan air laut." Sahut Reagan dengan nada datar.

"Mau melaporkanku?" Tantang Selena.

"Sosiopat akan selalu memanipulasi orang lain agar lolos dari hukuman." Reagan menatap langit-langit lobi dengan pandangan menerawang.

"Wah, wah! Sekarang kamu mendiagnosaku?" Pekik Selena sambil bertepuk tangan takjub. Sekejap kemudian, senyumnya hilang. Ia berjalan selangkah mendekati Reagan. "Sejak kamu pindah kemari, aku terganggu dengan sikapmu. Kamu tahu itu, kan?"

Reagan bergeming. Kali ini mereka saling menatap. Keduanya sama-sama mengeluarkan aura kebencian. Ditatap penuh benci oleh Selena, Reagan mengatupkan rahang demi menahan emosi.

"Jangan mentang-mentang kamu kaya, cantik, dan pintar, jadi bisa seenaknya membuat ulah yang merugikan orang lain. Asal kamu tahu, Selena. Aku juga memergokimu membuang isi tas Wenda siang tadi."

Kedua mata Selena mengerjap agak bingung. Ia kemudian teringat dengan ulahnya tadi siang, ketika Wenda merundungnya lewat sebuah komentar di media sosial dengan mengatakan kalau Selena hanya beruntung. Jika orangtuanya tidak kaya dan dia tidak cantik, maka Selena hanya seonggok sampah. Komentar itu ia tulis di blog sekolah, dimana salah satu fotonya yang diambil secara diam-diam oleh panitia acara diunggah. Komentar dari Wenda mengundang netizen lain ikut berkomentar jahat tentangnya.

Selena tidak melakukan apa-apa pada Wenda ketika ia bertemu dengannya di restoran hotel saat makan siang. Dia hanya menerobos masuk ke kamar Wenda dengan kartu akses hotel yang ia curi dari meja resepsionis, lalu membongkar seluruh isi tas koper Wenda, dan membuangnya keluar jendela. Semua baju dan bawaan Wenda jatuh ke kolam renang yang berada tepat di bawah kamarnya. Wenda menangis melaporkan kejadian itu pada para guru, namun tidak ada yang berhasil mengungkap si pelaku karena Selena sudah mematikan semua kamera CCTV yang menyoroti kegiatannya. Selena bekerja cukup keras dan amat hati-hati agar perbuatannya tidak ketahuan. Ia bisa dibilang cukup mahir melakukannya. Sayangnya, hari ini dia lagi sial. Reagan memergokinya dari pinggir kolam renang.

"Kaya? Jangan membuatku merasa bersalah karena punya uang yang tidak kamu punya! Tidak akan mempan padaku." Selena tersenyum kecil. "Cantik? Mungkin karena gen dari orangtuaku." Selena maju selangkah lagi. "Pintar? IQ-ku lebih tinggi darimu, jadi tentu saja aku pintar." Kini mereka berdiri sejajar. "Kamu hanya mengatakan hal-hal yang sudah kuketahui. Kuanggap itu sebuah pujian."

"Tidak ada hal baik tentangmu." Reagan menekankan setiap kata padanya. "Apa sih sebenarnya tujuanmu?"

Selena memutar bola mata bosan. "Jadi kamu tahu. Lalu kenapa tidak melaporkannya?" Sekarang ia menatap kedua mata Reagan lekat-lekat. "Kamu melindungiku?" Kali ini senyum jahilnya muncul. Reagan menganggapnya sebagai sebuah seringaian bodoh. Selena selalu menyeringai seperti itu jika ia punya ide jahat yang pasti akan segera dilaksanakannya. Biasanya ide jahat itu selalu merugikan orang lain atau paling tidak membuat seseorang menangis.

"Aku tidak mau terlibat denganmu." Jawab Reagan tenang.

"Seharusnya kamu katakan itu sejak dulu kita 'impas'. Sekarang terlibat saja tidak cukup. Kamu tahu bisa sejauh apa aku ini. Mungkin lain kali, kamu yang akan menjadi targetku." Selena mengedikkan bahu santai.

Kedua mata Reagan menyipit melihat Selena berbalik pergi. Ia bertanya-tanya, bagaimana bisa ada gadis seaneh Selena. Terkadang dia baik dan normal, lalu berikutnya berubah menyeramkan. Di saat yang sama, Selena juga sedang memikirkan, mengapa Reagan selalu muncul di kepalanya.

***

"Selena!"

Seorang cewek berperawakan mungil dengan gaya rambut ekor kuda berlari kecil untuk menyusulnya. Namanya Mindy. Cewek itu selalu bergantung pada Selena sejak Selena menyelamatkannya dari rundungan senior saat mereka masih SMP. Hal itu tidak membuat Selena risih karena keluarga Mindy kaya raya. Ia merupakan cucu kesayangan Menteri Pertahanan Nasional yang sedang menjabat saat ini. Pamannya seorang laksamana, dan ayahnya adalah pendiri perusahaan teknologi berskala multinasional.

Berkat Mindy, Selena sering diajak keluar negeri untuk berlibur tanpa khawatir dilarang karena orangtuanya selalu mengijinkan. Berkat Mindy juga, Selena selalu mendapat tiket konser EDM secara cuma-cuma tiap tahun. Selena mendapat segala keuntungan sejak ia berteman dengan Mindy si anak manja.

"Acaranya sudah dimulai! Sebentar lagi mereka akan menyalakan kembang api! Ayo, kesana!" Mindy yang masih ngos-ngosan langsung bergelayut manja di lengan Selena seperti anak kecil. "Semoga rencanamu berhasil! Kalau malam ini tidak ada kembang api tidak akan seru!"

Selena hanya tersenyum. Kemarin ia menyelundupkan sekardus kembang api ke dalam bagasi bus meskipun ia tahu guru dan Kepala Sekolah akan gempar saat mengetahuinya. Semua kembang api itu dibeli dengan uang Mindy. Tidak akan ada yang mampu atau rela jika uang jajannya dipakai untuk membeli kembang api yang mahal dengan resiko dikeluarkan dari sekolah. Tapi Selena selalu bisa mempengaruhi Mindy untuk mau melakukan apa saja. Bagi Mindy, Selena adalah panutan. Gadis itu akan mengikuti kemanapun Selena pergi atau apapun yang Selena suruh.

"Jangan dinyalakan sebelum jam dua belas malam! Kalau tidak, kita semua bisa ketahuan." Selena coba memperingatkan.

"Tenang! Christian sudah mengawasi yang lain. Lagipula, guru-guru termasuk Kepala Sekolah sudah mulai lengah karena mengantuk. Obat tidur yang kamu masukkan di minuman mereka manjur sekali!" Mindy tak kuasa untuk tidak memekik girang. Ia melompat-lompat dengan bahagia.

"Di sini rupanya!" Christian, tetangga Selena sejak kecil sekaligus partnernya dalam melakukan kejahilan menghampiri mereka dengan seringaian lebar. "Semua sudah siap, bos!" Ia membuat gestur hormat pada Selena.

"Dua puluh menit menuju tengah malam." Ujar Selena sembari melihat jam tangannya. "Pesta kita baru saja dimulai." Selena menyeringai tak kalah lebar.

Dua puluh menit kemudian, Selena sedang duduk di atas tebing di pinggir laut. Ia menyukai pemandangan dari tempat rahasia yang ditemukannya itu. Di depannya berdiri kokoh sebuah ceruk raksasa tempat ombak tinggi mencari celah untuk menghantam karang-karang berair dangkal di bawah tebing tempat Selena berada.

Selena menemukan tempat rahasia itu secara tak sengaja pada hari pertama rombongan wisata SMA Harapan Pertiwi tiba di resort yang lokasinya tak jauh dari tebing. Setelah pembagian kamar, ia menggunakan kesempatan beristirahat dengan pergi berjalan-jalan sendirian. Ia harus mendaki bukit berbatu terjal agar dapat sampai ke sana. Selena langsung terpukau oleh keindahan alam yang terbentang di depannya. Belum lagi suara menenangkan yang berasal dari debur ombak, burung camar, serta angin semilir yang terus menerus menerpa wajahnya. Tidak berlebihan rasanya jika Selena langsung menganggap tempat itu sebagai surga tersembunyi. Ia banyak menghabiskan waktunya di sana sendirian. Terkadang ia hanya melamun, atau sekedar menatap laut dan langit.

Bulan purnama menggantung gagah di langit malam. Gelombang air laut bergulung tinggi karena pasang. Di tangannya, walkie-talkie berbunyi berisik. Teman-temannya sudah berada di posisi masing-masing, menunggu aba-aba darinya untuk menyalakan kembang api. Selena melewatkan satu menit dari tengah malam karena terpekur sejenak melihat keriuhan pesta api unggun di pinggir hutan dekat resort. Dia bisa melihat semuanya dari atas tebing itu.

Angin laut berhembus kencang, membuatnya merapatkan tubuh di balik jaket tebal yang ia kenakan. Rambutnya berantakan meski sudah dikepang di atas bahu. Kini Selena genap berusia tujuh belas tahun. Tidak ada yang tahu kapan ulang tahunnya, termasuk Christian dan Mindy. Dia selalu mengarang cerita kalau ulang tahunnya jatuh pada tanggal 29 Februari. Orangtuanya saja bahkan tidak ingat kalau Selena berulang tahun hari ini. Hal itu dibuktikan dengan tak adanya satupun notifikasi pesan masuk dari mereka. Orangtuanya lebih memedulikan kondisi kesehatan pasien-pasien mereka, atau kondisi keuangan rumah sakit yang mereka kelola.

Setahun lagi, Selena akan lulus SMA. Setahun lagi, ia akan pastikan kalau dia diterima di MIT. Setahun lagi, dia akan meninggalkan Indonesia. Jauh dari sini, menata hidup baru, tanpa batasan dan kekangan dari siapapun. Ia akan menyewa sebuah apartemen studio untuk dirinya sendiri. Ia akan memelihara seekor anjing. Tidak, dua anjing lebih baik. Dia akan pesta semalam suntuk di klub malam. Tapi sebelum semua itu terjadi, dia harus bertahan selama satu tahun lagi di sini, giat belajar, dan mempertahankan nilainya di puncak.

"Bravo dua, copy." Suara Christian yang berasal dari walkie-talkie memecah lamunannya.

"Sel?" Kali ini suara Mindy.

"Selena? Sudah belum, nih?" Desak Christian.

"Di sini Raven satu. Bersiaplah!" Balas Selena. "Tiga...dua...satu!"

Kembang api meluncur bersahut-sahutan ke langit. Asalnya dari dalam hutan. Keriuhan di lokasi api unggun berhenti sejenak. Semua orang memandang takjub ke angkasa. Mereka bertepuk tangan gembira tanpa tahu siapa yang menyalakan kembang api itu.

"Selamat ulang tahun, Selena." Gumam Selena pada dirinya sendiri. Wajahnya menengadah ke atas, memandang kembang api dengan senyum tersungging di bibir.

Malam ini terasa sempurna. Bulan purnama bulat sempurna di atas ceruk. Selena jadi bertanya-tanya, apakah mungkin jika manusia bisa tinggal di bulan. Di sana tidak ada air seperti di bumi. Jika bulan tidak bisa ditinggali, maka pasti ada planet lain yang bisa. Bagaimanapun, dunia ini sangat luas. Banyak planet dan bintang yang tak terhitung jumlahnya. Selena percaya jika di luar sana, pasti ada kehidupan lain. Hanya saja, belum ada teknologi yang dapat membuktikannya.

Angin laut sudah tak terasa sekencang tadi. Lama kelamaan Selena bahkan tidak merasakannya sama sekali. Ia merasa aneh. Debur ombak makin tinggi, padahal tidak ada angin. Ada sesuatu yang bergerak di cakrawala. Makin lama, makin mendekat.

Apa akan ada tsunami?, pikirnya.

Selena berusaha mencari tahu melalui penglihatannya yang terbatas. Jika memang akan ada bencana datang, ia harus memperingatkan semua orang. Namun dari semua yang dipelajarinya, tidak nampak ada tanda-tanda alam yang muncul sebelum bencana datang. Air di pantai akan surut dalam sekejap sebelum tsunami menerjang. Ia hampir yakin kalau sesuatu yang bergerak makin dekat ke daratan itu bukanlah tsunami.

Tanpa sadar Selena sudah berdiri di tepian tebing. Kaki kanannya menginjak permukaan tanah lunak yang langsung longsor begitu ia melangkah. Selena terjatuh dari tebing. Ia tak sempat berteriak, apalagi berpegangan untuk menyelamatkan nyawanya. Walkie-talkie yang tadinya ia pegang jatuh menghantam karang tajam yang mencuat di atas air, disusul oleh tubuhnya yang juga jatuh menghempas karang berpemukaan datar yang berada tiga puluh meter di bawah.

Begitu Selena mendarat, ombak laut menyambutnya. Namun ombak itu tidak cukup kuat untuk menghanyutkan tubuhnya. Rusuknya patah, dan kakinya menekuk tak wajar. Darah menggenang di sekitar kepalanya. Semakin lama mengalir ke bawah sampai mewarnai air laut di sekitarnya. Mulut Selena terus membuka dan menutup untuk mengejar napas. Ia sekarat. Sayangnya, belum ada yang menyadari kalau gadis yang berulang tahun itu sedang sekarat.

Sesuatu yang tadi dilihat Selena sudah mencapai karang. Bentuknya berubah-ubah. Awalnya sesuatu itu bersinar keperakan, kemudian ia adalah ombak, kemudian ia berubah menjadi air, lalu berubah lagi menjadi busa laut. Ia berubah menjadi apa saja yang dilaluinya. Di dekat tubuh Selena, ia berhenti sesaat. Perlahan namun pasti, ia mengubah bentuknya menjadi sesosok manusia. Kulit, rambut, tangan, kaki, dan wajah, semuanya terbentuk dalam hitungan detik. Kedua mata Selena terbelalak saat makhluk itu memiliki wajah menyerupai dirinya. Gadis malang itu mengalami pendarahan dalam yang hebat.

Dalam satu tarikan nafas terakhir, Selena tiada.

Kini jelmaan manusia yang sedang berjongkok di atas tubuh Selena menyentuh dahinya. Dengan sentuhannya, ia mengambil seluruh memori yang tersisa sebelum otak Selena juga ikut mati.

***

Dia Kembali

Selena menghilang. Para guru mengerahkan semua orang untuk mencarinya, termasuk staff hotel. Mindy begitu panik hingga ia menangis terisak tak terkendali. Sedangkan Christian memimpin beberapa orang teman sekelas mereka untuk mencarinya di hutan tempat mereka berkumpul untuk menyalakan kembang api tadi malam.

Mindy dan Christian mengira kalau Selena sudah kembali ke kamarnya setelah acara api unggun selesai, namun pagi ini ia tidak terlihat di manapun saat Mindy menjemputnya untuk sarapan. Padahal hari ini adalah hari terakhir mereka berada di resort.

Kepala Sekolah sudah mengabari kedua orangtua Selena. Jika Selena belum ditemukan sore ini, maka keluarganya akan datang bersama tim SAR dan polisi untuk mencarinya bersama-sama.

Meskipun tak suka, Reagan tidak bisa memungkiri kalau dirinya cemas juga dengan keselamatan Selena. Cewek itu, meskipun menakutkan saat sedang merencanakan sesuatu, dia tidak pernah melakukan perbuatan yang spontan. Semua yang Selena lakukan selalu atas pertimbangan dan rencana yang matang. Menghilang seperti ini bukanlah gayanya. Reagan berusaha untuk menebak rencana cewek itu, tapi imajinasinya belum sebanding dengan isi kepala Selena.

Ia memilih pantai sebagai lokasi pertama pencarian. Semua orang yang semula mencari di pantai sudah menyerah karena tidak juga menemukan Selena. Tapi Reagan tetap ingin mencoba. Ia ingat kalau Selena suka keindahan. Bukan hanya pemandangan, Selena juga memilih teman yang paling cantik seperti Mindy, atau tampan seperti Christian. Mereka bertiga bagai tiga serangkai yang paling indah untuk dilihat seantero SMA Harapan Pertiwi. Reagan mengira Selena mungkin saja tertidur di pantai mengingat pemandangan pantai dekat resort juga sangat bagus.

Beberapa jam mencari, Reagan hampir menyerah. Ia memutuskan kembali ke resort karena hari makin sore. Mungkin keluarga Selena sudah mengirim helikopter SAR kemari. Langkahnya terhenti saat ia melihat sesuatu terombang-ambing di laut kejauhan. Ia berlari ke bibir pantai dan menyadari kalau sosok yang terombang ambing itu adalah tubuh manusia.

Selena!

Pakaian yang dikenakannya adalah pakaian terakhir yang dilihat Reagan tadi malam.

Adrenalin Reagan terpacu karena panik sekaligus was-was. Tubuh Selena yang terombang-ambing di laut nampak tak bergerak.

Apa dia sudah mati?, pikir Reagan gusar.

Meskipun awalnya ragu-ragu, Reagan mulai masuk ke laut. Ia tidak bisa berenang, namun jika ia menunggu pertolongan datang, Reagan takut jika tubuh Selena hanyut atau dimakan hiu. Dengan tekad kuat Reagan mulai berlari, tanpa memedulikan ombak besar yang menerpanya. Begitu kakinya sudah mulai kehilangan pijakan, Reagan panik. Ia menggapai-gapai udara. Reagan merasa hari ini sial sekali. Sekarang bukan hanya Selena yang dinyatakan hilang, tapi dia juga. Sekolah akan kehilangan dua murid terpintar seprovinsi.

Reagan tersedak air laut yang rupanya sudah memenuhi tenggorokannya. Saluran pernafasannya dipenuhi air garam yang menyakitkan. Saat Reagan mulai kehilangan kesadaran, ia merasa tubuhnya ditarik ke atas. Seseorang atau sesuatu yang hangat menyelimutinya. Kesadarannya muncul dan hilang. Ketika ia membuka mata dan memuntahkan air laut dari mulutnya, ia sudah berada di pantai.

Selena duduk di sampingnya. Cewek itu cuma diam dan memperhatikannya mengumpulkan kesadaran. Anehnya dia nampak baik-baik saja. Tidak kelihatan seperti orang habis tenggelam. Reagan masa bodoh dengan itu semua. Yang penting mereka berdua selamat.

"Semua orang mencarimu," Ujar Reagan. "Kita harus kembali. Orangtuamu mengirim tim SAR ke sini." Reagan berdiri dan membersihkan pasir yang menempel di tubuhnya. "Kenapa, sih?" Bentak Reagan saat melihat Selena nampak seperti orang linglung.

"Ayo pergi!" Tanpa menunggu jawaban, Reagan setengah menyeret Selena. Cewek itu berjalan limbung seakan baru pertama kali menggunakan kakinya. Untungnya Reagan dapat membantu menopang tubuh Selena dan menuntunnya kembali ke resort.

***

"Selena!!"

Solar tidak sempat bereaksi saat seseorang memeluknya sambil menangis tersedu-sedu.

Semua orang berkumpul mengelilinginya. Wajah mereka menunjukkan ekspresi lega. Solar mempelajarinya dari ingatan yang ia ambil dari pemilik asli tubuh ini. Namanya adalah Selena. Semua orang yang mengelilinginya adalah orang-orang yang dikenal olehnya. Selama perjalanan menuju kesini, Solar melatih mulut dan pita suaranya agar ia dapat berkomunikasi juga seperti mereka.

"Dari mana saja, Selena? Kami semua mencarimu." Giliran orang lain yang lebih tua yang memeluknya bergantian. Mereka adalah guru sekolah Selena. Solar belum menemukan keberanian untuk membuka mulut. Ia takut kalau usaha pertamanya dalam berkomunikasi berakhir buruk dan membongkar penyamarannya.

"Dia habis tenggelam." Orang yang tadi diselamatkannya tiba-tiba sudah berdiri di sebelah. Namanya Reagan. Bayangan tentang Reagan lumayan sering muncul di kepala Selena. Solar jadi lebih cepat merasa akrab dengannya. Awalnya Solar sama sekali tak berniat menyelamatkan Reagan.

Ia sedang bersantai di permukaan air ketika ia mendengar teriakan yang memanggil-manggil nama pemilik tubuh ini. Solar tidak mengerti kenapa Reagan masuk ke air padahal jelas-jelas dia tak bisa berenang. Reagan sudah tenggelam saat Solar baru memutuskan untuk menyelamatkannya saja.

"Kalian baik-baik saja?" Orang yang dikenal Solar sebagai Kepala Sekolah menuntun mereka berdua menuju lift. "Cepat ganti baju! Ada dokter yang akan memeriksa kalian."

Tiga jam kemudian, semua orang sudah berhenti berusaha untuk mengajaknya bicara. Dokter yang datang memeriksa Solar di kamarnya berhasil ia manipulasi pikirannya. Solar tidak akan membiarkan seorangpun memeriksa tubuhnya. Meskipun dalam wujud penyamaran, tubuh manusia Solar tidak memiliki organ yang sama. Dokter akan langsung menyadari ketidakberesan dalam tubuhnya. Akhirnya ia membuat dokter untuk mengatakan kalau mungkin Selena sedang dalam kondisi syok, meskipun secara keseluruhan Selena baik-baik saja. Yang tidak baik-baik saja adalah Reagan. Kondisinya menurun drastis karena habis tenggelam. Air laut yang dingin membuatnya demam tinggi. Rencana rombongan untuk pulang hari itu diundur sampai kondisi Reagan membaik.

Diam-diam Solar pergi ke kamar Reagan. Ia ingin melihat kondisinya. Semenjak menjadi manusia, Solar sangat rentan terhadap perasaan-perasaan asing yang memenuhi pikirannya. Dia menjadi cepat gelisah karena belum terbiasa. Baginya, bentuk manusia ini adalah bentuk yang paling membuatnya lemah selama ia hidup beberapa millenia. Jika ada serangan tiba-tiba, mungkin Solar tak akan mampu berbuat banyak.

Kondisi Reagan yang tidak sehat membuatnya cemas. Ia ingin menyembuhkannya. Dengan begitu, Solar jadi punya kesempatan untuk pergi dari sini dan melihat dari peradaban mana koloni ini berasal.

Reagan sedang tidur lelap dengan cairan infus di pergelangan tangannya. Solar menyentuh kantong infus itu agar ia dapat menaruh sedikit energinya di sana. Reagan pasti akan baik-baik saja setelah dia bangun nanti.

***

Mereka sedang dalam perjalanan pulang dengan bus. Solar duduk bersebelahan dengan Mindy yang sedang tertidur di bahunya. Ia mencuri pandang ke arah Reagan yang duduk di kursi sebelah. Reagan juga sedang tidur. Wajahnya sudah tidak pucat seperti kemarin. Demam Reagan juga sudah hilang. Semua orang senang dengan kondisi Reagan yang jauh lebih baik.

"Sel?"

Kepala Christian muncul dari atas kursi depan. Ia menawarkan sebungkus makanan kecil padanya. Solar tidak berani mencoba makanan di planet ini. Dia khawatir makanan-makanan itu akan membuatnya sakit. Satu-satunya sumber energi bagi spesies sejenisnya adalah air laut beserta organismenya. Jika peradaban tempat rombongan ini berasal memiliki laut juga seperti resort yang mereka datangi, maka Solar bisa bertahan hidup lebih lama. Solar menggeleng untuk menolak halus tawaran Christian.

"Tidak lapar? Kamu belum sarapan tadi." Kedua alis Christian menyatu saat menatapnya. Lagi-lagi Solar menggeleng. Meskipun merasa aneh, Christian tidak menuntut jawaban lebih jauh. Ia kembali duduk di kursinya dengan tenang.

Solar memperhatikan sekeliling. Ia kagum melihat koloni ini. Ia tidak menyangka akan ada spesies cerdas di luar koloninya. Planet ini begitu hidup. Solar yakin bahwa dia akan menemui lebih banyak lagi spesies yang berbeda selama asesmennya. Ia merasa sangat bersemangat untuk memulai petualangan.

***

Jasad Selena hanyut di kedalaman laut, namun tidak sampai ke dasar. Tubuhnya dibawa ke perairan yang sangat jauh dari tempatnya berasal. Makhluk yang membawanya tidak memperhitungkan kuatnya arus bawah laut yang mengangkat tubuh Selena hingga terombang-ambing dalam gelapnya lautan. Ikan-ikan kecil menghindarinya. Hiu dan cumi-cumi menggigiti kulitnya, tapi tidak banyak dari mereka yang bertahan untuk menghabiskan makan malam.

Giliran udang krill kecil yang hinggap bergantian, mereka juga tertarik untuk ikut perayaan. Lagi-lagi, mereka tidak berlama-lama untuk memuaskan lapar. Tubuh Selena ditinggalkan tak lama kemudian.

Alhasil, dengan tubuh yang tak utuh, jasad Selena mengembara mengikuti arus laut dalam.

***

Mindy dan Solar menjadi orang terakhir yang turun dari bus. Solar tidak yakin bagaimana cara membangunkan Mindy dari tidurnya, sampai Christian menghampiri mereka. Christian menarik rambut Mindy dengan kasar hingga dia terbangun dan berteriak jengkel. Begitu turun, seorang wanita yang mirip seperti Selena sudah menunggunya. Solar mengenalinya sebagai Mama Selena. Papa Selena berdiri tak jauh dari istrinya, sedang berbincang serius dengan Kepala Sekolah. Solar yakin mereka sedang membicarakan insiden hilangnya Selena kemarin. Tak berapa lama setelah Solar turun dari bus dan menghampiri orangtuanya, Kepala Sekolah berpamitan.

"Kami khawatir sekali." Wanita itu memeluk tubuh Solar dengan erat. Tiba-tiba Solar diliputi rasa bersalah mengingat tubuh Selena yang asli sudah ia tinggalkan di samudera. Perasaan ini sangat asing baginya. Mengambil bentuk spesies ini merupakan tantangan paling besar seumur hidup Solar.

"Kamu baik-baik saja, nak?" Telapak tangan hangat menyentuh pipinya yang dingin. Wajah teduh Papa Selena nampak cemas. Solar mengangguk. Ia digiring oleh mereka menuju kendaraan yang terparkir tak jauh dari bus. Kedua orangtua Selena seringkali kedapatan sedang saling melirik.

Solar dan keluarga Selena melewati Reagan yang sedang mengambil sepeda. Ia tidak dijemput oleh keluarganya.

Apakah itu normal?, tanya Solar dalam hati.

Reagan mengayuh sepeda dengan santai meninggalkan sekolah tanpa menoleh sedikitpun. Entah ia tidak melihat Solar atau sengaja mengabaikannya.

"Selena!" Sedan hitam berhenti di dekat kendaraan keluarga Selena. Wajah Mindy muncul dari balik kaca. "Sampai ketemu besok! Telepon aku, ya!" Mindy melemparkan ciuman jauh pada Solar yang terbengong.

Solar merasakan bahunya ditepuk dari belakang. "Aku nebeng mobil kalian, ya?" Christian memasang wajah memelas.

"Cepat masuk, kalau begitu!" Sahut Mama Selena. Christian yang mendengar itu langsung tersenyum senang dan bergegas masuk ke kursi belakang. Solar mengikutinya.

"Nah, ceritakan apa yang terjadi!" Sambil menyetir, Papa Selena bertanya pada anaknya. Solar menoleh menatap Christian. Ditatap begitu, Christian mengambil alih untuk bercerita kronologi kejadian saat Selena menghilang, ditemukan tenggelam, dan diselamatkan oleh Reagan. Solar tidak mengelak sama sekali saat Christian menambahkan detail-detail kecil yang tak perlu pada keluarganya. Bukan Solar yang tenggelam, melainkan Reagan. Selama ini Reagan tidak pernah mengklarifikasi kejadian yang sebenarnya, jadi Solar pikir tidak ada pengaruhnya juga bagi orang lain.

Dari memori yang Solar ambil dari Selena, ia mengetahui kalau kedua orangtua Selena diam-diam sedang mengurus perceraian. Mereka akan berpisah, namun belum menemukan waktu yang tepat untuk memberitahu Selena. Selena mencari tahu apa yang terjadi pada keluarganya tanpa kesulitan. Ia membiarkan orangtuanya merahasiakan hal itu sampai mereka siap. Rupanya tidak banyak hal yang dapat mengejutkan Selena. Ia selalu tahu lebih dulu apa yang ia ingin tahu.

"Untunglah Selena baik-baik saja. Kami sempat sangat khawatir dan hampir mengirimkan helikopter tim SAR untuk mencarinya." Ujar Mama Selena setelah Christian selesai bercerita.

"Kami semua mencarinya kemana-mana. Dia memang berbakat untuk membuat orang lain cemas." Sahut Christian.

Kedua orangtua Selena tersenyum. Solar dapat melihatnya dari pantulan kaca spion.

"Oh, iya. Bagaimana kabar Mama dan Papa-mu, Christian? Om dengar mereka sedang berada di Brazil. Sampai kapan mereka akan keliling dunia?"

Topik ini membuat Solar tertarik. Ia menegakkan tubuhnya untuk mendengar lebih jauh.

"Tahun depan mereka akan kembali." Jawab Christian kurang antusias. Christian tidak terlalu suka membicarakan keluarganya.

"Enak ya, Pah? Mereka memilih pensiun muda dan berkeliling dunia." Sambung Mama Selena.

"Mereka tidak punya banyak hal untuk dipikirkan. Kakak pertama Christian mengambil alih perusahaan, sedangkan kakak keduanya sibuk meneliti laut. Untungnya Christian sudah terbiasa mandiri. Apalagi yang mereka inginkan selain ketenangan?"

"Betul juga. Seandainya Selena cepat besar, dan menjadi dokter gigi, aku juga akan pensiun muda. Biar klinik gigi diambil alih olehnya."

"Kita belum bisa memastikan apakah bakat Selena di bidang itu atau orthopedi." Solar dapat melihat buku jari Papa Selena memutih di atas kemudi.

Kedua orangtua Selena berasal dari keluarga berpendidikan tinggi. Opa Selena dari pihak ayahnya adalah pemilik firma hukum terbesar di Indonesia. Semua kliennya adalah konglomerat atau pejabat negara. Oma juga bergelut di bidang yang sama. Di usianya yang ke tujuh puluh, Oma membantu merumuskan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Hak Asasi Manusia yang disahkan tahun lalu.

Kakek dari pihak ibunya adalah pemilik yayasan yang mendirikan sekolah anak-anak berkebutuhan khusus, sedangnya neneknya seorang dokter gigi. Kesuksesan mereka menurun pada kedua orangtuanya. Pekerjaan Papa Selena sebagai seorang ahli orthopedi di rumah sakit umum pusat kota, dan Mama Selena yang memiliki klinik gigi dengan banyak cabang di kota besar, membuat Selena tumbuh sebagai anak yang berlimpah perhatian dan harta. Namun beberapa tahun belakangan, rumah tangga kedua orangtuanya berada di ambang kehancuran. Mamanya mengajukan perceraian ke pengadilan enam bulan yang lalu. Alasan perpisahan mereka adalah karena ketidakcocokan antara satu sama lain. Selena selalu bertanya-tanya apa yang membuat kedua orangtuanya merasa tidak cocok satu sama lain jika mereka sudah menikah selama dua puluh tahun dan dikaruniai anak, yang tidak lain adalah Selena sendiri.

Sejak itu, perhatian melimpah yang biasa Selena terima berkurang sedikit demi sedikit hingga tak bersisa sama sekali. Sampai saat ini, Selena terus penasaran akan adanya konsep pernikahan. Rasa penasarannya itu juga dialami oleh Solar.

"Selena akan mengambil jurusan kedokteran gigi. Ada hal yang harus diwariskan padanya. Kita hanya punya Selena. Jika kita punya dua anak, salah satu bisa ikut kamu, dan satunya ikut aku."

"Maksudmu apa? Selena menyukai orthopedi sejak kecil. Dia akan meneruskan jejakku untuk menjadi spesialis orthopedi yang terkenal."

Ada hal yang tidak orangtua Selena tahu tentang anak mereka selain kematiannya. Mendiang Selena ingin melanjutkan kuliah di MIT. Ia sedang bekerja keras untuk mempersiapkan semuanya. Solar tersenyum kecil dalam hati saat mendengar perdebatan suami istri itu.

"Terkenal? Menurutmu terkenal adalah menjadi satu-satunya dokter handal di Rumah Sakit umum dan digaji? Kalau memang seterkenal itu, kenapa tidak membangun rumah sakit sendiri menggunakan ketenaran namamu?"

"Tunggu sebentar! Apa kamu baru saja menyepelekanku?"

"Aku tidak merasa menyepelekanmu. Itu realita!"

"Kita sudah sepakat untuk tidak ikut campur urusan karir masing-masing, kan?"

"Hanya jika karir itu menyangkut masa depan Selena. Aku tidak akan membiarkan-"

"Selena mengantuk." Solar tiba-tiba bersuara. Ia tidak ingin terus-menerus melihat Christian merasa tidak nyaman karena mendengar pertengkaran mereka. "Bisakah Mama dan Papa tenang sebentar sampai kita sampai rumah?" Lanjutnya. Solar masih merasakan aura kemarahan kedua orangtua Selena. Tapi setidaknya mereka tidak berapi-api seperti tadi. Tak bisa dipungkiri kalau Solar merasa terganggu juga atas sikap permusuhan yang diperlihatkan orangtua Selena.

"Tentu, sayang." Papa Selena mengerling pada istrinya, memberikan sinyal untuk menyuruhnya tutup mulut. Kedua mata Solar kini terpejam. Kemudian ia merasakan kepalanya disandarkan di atas bahu seseorang.

"Supaya lehermu tidak sakit." Bisik Christian.

***

Di Atas Atap

Rumah Selena secara keseluruhan tidak akan terlihat dari balik rimbunnya pepohonan dan tingginya pagar kayu kokoh yang membentengi tempat tinggal keluarga mereka. Keluarga Selena tinggal di pemukiman yang indah dan tertata. Rumah-rumah di sini besar dan kelihatan bagus dipandang. Christian tinggal tepat di sebelah rumah Selena.

Tempat tinggal Christian tidak dipasangi pagar apapun. Pekarangannya luas dipenuhi tanaman hijau yang terawat. Terdapat lampu gantung besar di atas beranda. Dari luar, kediaman Christian amat megah. Solar yakin bahwa rumah Christian adalah yang paling besar di antara rumah-rumah di pemukiman ini.

Begitu masuk ke dalam, melewati pagar kayu kokoh yang terbuka secara otomatis saat kendaraan mereka mendekat, Solar tercengang. Rumah Selena tidak kalah indah dibandingkan milik Christian. Desain yang modern menggunakan banyak kaca, membuat rumah Selena nampak transparan dari luar. Mungkin itu sebabnya orangtua Selena memasang pagar besar dan tembok tinggi di sekeliling rumah indah mereka. Semata-mata agar menjaga privasi. Kamar Selena sendiri berada di lantai tiga. Ruangan besar yang seharusnya menjadi loteng, disulap menjadi kamar luas berlantai kayu.

Ketika semua orang sudah terlelap oleh buaian malam, Solar naik ke atas atap rumah. Solar tidak bisa tidur. Tubuhnya tidak perlu tidur seperti kebanyakan spesies bumi. Meskipun begitu, Solar juga perlu istirahat. Cara beristirahatnya adalah dengan menceburkan diri ke laut, atau minimal menenggelamkan diri di dalam bak mandi milik Selena.

Ia agak kecewa karena tempat tinggal Selena sangat jauh dari laut. Sebenarnya keluarga Selena memiliki sebuah kolam renang di halaman belakang, namun banyaknya bahan kimia bernama chlorine membuat Solar mengurungkan diri untuk melompat ke dalamnya.

Sambil duduk-duduk, ia memperhatikan sekeliling komplek rumah Selena. Solar terpana melihat keberagaman di sini. Tidak hanya spesies dan koloninya, namun bentuk rumah juga. Ada rumah yang kecil, ada juga yang besar. Ada yang bagus, dan ada juga yang jelek. Ada yang mengendarai kendaraan mengkilap seperti keluarga Selena, ada juga yang bersepeda seperti Reagan.

Solar bertanya-tanya ada berapa banyak hal lagi yang akan membuatnya terkejut selama ia mengases planet ini.

Solar menengadah menatap bulan. Bulan kelihatan terang dan istimewa. Ia tahu kalau bulan yang ia lihat bukan salah satu bintang seperti matahari yang muncul di siang hari. Solar ingat pengalamannya pergi ke salah satu bintang di galaksinya karena penasaran. Ia ingin tahu seberapa tahan tubuhnya terhadap panasnya bintang. Solar hampir mati terpanggang di kapalnya, jika saja tidak ada heloxe lain yang menyelamatkannya. Ia harus menghadapi sidang koloni karena kecerobohannya. Koloni memutuskan untuk tidak memusnahkan Solar karena perannya sebagai heloxe masih dibutuhkan. Solar selamat karena statusnya sebagai heloxe.

Dahan pohon di dekatnya bergerak-gerak. Solar memperhatikan dahan itu, menunggu kalau-kalau ada spesies baru lagi yang muncul untuk mengejutkannya. Dahan bergerak makin berisik bersamaan dengan munculnya kepala Christian.

"Kopi?" Satu tangannya mengangkat box berisi dua cangkir plastik yang berisi cairan hitam mengepul.

"Keseimbanganmu bagus." Komentar Solar karena terkesan dengan keahlian Christian memanjat sambil membawa minuman tanpa menumpahkannya. Ia membantu menarik tubuh Christian agar tetangga sekaligus teman dekat Selena itu dapat duduk bersamanya.

Kedatangan Christian tak mengejutkan. Solar tahu kebiasaan dua sahabat ini setiap larut malam seperti sekarang. Christian selalu mengunjungi Selena diam-diam di atas atap kamarnya. Solar tak bisa mengingat sejak kapan kebiasaan ini dimulai.

Christian meletakkan kopi di antara mereka. Cowok itu mengenakan celana pendek dan kaos abu-abu kumal. Selena sering mengatai Christian dengan sebutan 'gembel' di rumah dan 'superstar' di sekolah karena penampilannya yang bertolak belakang.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Christian. Ia menyeruput kopinya.

"Kenapa menurutmu aku tidak baik-baik saja?"

Christian mengedikkan bahu. "Tingkahmu agak aneh seharian ini."

Solar menutupi kegugupannya dengan terkekeh. "Aku hampir mati tenggelam kemarin."

"Ah!" Akhirnya Christian sadar. "Kamu pasti masih syok." Christian menggenggam tangan Solar dengan sebelah tangan. Sebuah kebiasaan lain yang menunjukkan seberapa dekat mereka. "Besok aku antar ke dokter, ya?"

Solar menggeleng. "Aku sudah diperiksa kemarin. Mereka bilang aku baik-baik saja."

"Tapi dokter sekolah bukan dokter keluarga yang biasa mengurus kita. Mereka tidak tahu apa-apa."

"Orangtuaku dokter. Mereka bilang aku baik-baik saja." Solar menepuk-nepuk punggung tangan Christian lalu melepaskannya, khawatir suhu tubuhnya yang beberapa derajat di bawah manusia normal dapat disadari oleh Christian.

"Kamu tidak tahu seberapa cemas aku kemarin. Mindy terus menangis dan memaksaku untuk mencarimu sampai ketemu. Bukannya aku tidak ingin, tapi mencarimu bukan hal mudah. Kami bertengkar hebat saat kamu tidak ada."

"Seharusnya aku tidak berkeliaran sendirian." Kata-kata itu bukan hanya ditujukan untuk Christian. Jika mendiang Selena tidak ada di sana malam itu, mungkin Solar tidak akan mengambil alih tempatnya seperti sekarang.

Christian membelai rambutnya. "Aku sangat bersyukur kamu selamat."

Solar tersenyum. Menjadi amat penting bagi seseorang membuat perasaannya diliputi kehangatan. Ia belum pernah merasakan hal itu sebelumnya. Perannya sebagai heloxe memang dianggap penting bagi koloni. Namun tak ada yang pernah menganggapnya penting sebagai seseorang. Selena sangat beruntung karena memiliki teman seperti Christian.

"Kamu tidak mau kopi? Kuambilkan yang lain?" Tanya Christian saat menyadari Solar belum menyentuh minumannya sama sekali.

"Tidak apa-apa, aku belum haus. Lagipula, sekarang aku lebih suka air putih."

"Benarkah?"

"Aku sedang berusaha hidup lebih sehat."

Christian mengangguk mengerti. "Lain kali akan kubawakan air putih untukmu."

Solar kini jadi semakin yakin kalau sosok Chistian adalah sosok yang sangat perhatian terhadap Selena. Jika ia minta bulan, mungkin saat ini juga Christian akan mengambilkan untuknya. Hanya jika itu memungkinkan.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!