Telapak Tangan Ranaa
Assalamu’alaikum?
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah subhanahu wa ta'ala.
KENAPA SAYA MENULIS "TELAPAK TANGAN RANAA"????? 👇👇
Semua itu bermula dari kekaguman saya pada seorang penghafal Alquran.
Saya terenyuh melihat anak-anak di usia dini sudah pintar mengaji. Bahkan, mereka punya kemampuan lebih dari saya. Kenapa bisa begitu?
Ada yang mengajinya masih banyak perbaikan, tapi semangat menghafal. Kok mau?
Ada yang tidak ingin mondok dan menghafal, tapi kenapa tetap mau berangkat meski dimulai dari keterpaksaan disuruh orang tua?
Kenapa ada banyak perempuan usia matang menikah, lebih memilih merampungkan hafalan daripada menikah? Padahal, sudah dilamar. Lalu, memilih memperjuangkan Alquran dan justru melihat orang yang melamar sudah menikah dengan orang lain.
Dan, ini pertanyaan paling mendasar, bagaimana caranya mereka punya hafalan hingga mutqin? Hingga mereka punya hafalan yang benar-benar bagus. Apa tirakat yang mereka lakukan selama di pesantren?
Dari beberapa pertanyaan itulah, saya mengamati, mencoba mencari tahu, menggali pengalaman orang dan pengalaman diri sendiri. Sebab, saya tahu MUTQIN itu perkara yang susah untuk disebutkan.
Alhamdulillah saya mempunyai banyak teman hafizah Alquran. Saat saya menyebut itu sebagai karya yang telah diperjuangkan, mereka menolak argumen itu, katanya itu pengabdian. Notabene berangkat dari ikhtiar yang tidak gemen-gemen (ecek-ecek).
"Ternyata menjadi penghafal Alquran itu sulit, baik perjuangan dan segala tirakatnya. Tapi, lihatlah betapa banyak yg menginginkan itu." Rata-rata dg dasar keinginan yg sama.
Terlepas dari semua itu, mereka mengatakan rela menunda menikah, takut hafalan tidak rampung. Ironisnya, dari beberapa yang saya tanya, sebelum saya melibatkan pengalaman sendiri, mereka bilang rata-rata pernah terjebak dalam posisi itu. Jodoh datang di tengah gencar-gencarnya meraih hafalan. Apalagi seusia saya usia yang sangat matang untuk menikah. Justru milih ngempet, menunda nikah sampai hafalannya khatam.
Hingga di akhir, saya ambil konklusi SANTRI MENARIK UNTUK DIBAHAS. MEREKA PUNYA PERJUANGAN YANG TIDAK SEMUA ORANG TAHU. Walaupun di akhir kisah di pesantren, mereka pulang dan misalnya hanya mengajarkan Alquran. Tapi, mereka figur-figur yang ngugemi atau nggondeli (memegang) sabda-sabda seorang guru.
Thanks for:
Allah Subhanahu Wata'ala atas semua nikmatnya. Fabiayyi alaa-i rabbikuma tukaddziban??
1. UMMIK FAZA FAIZATUL UMMAH (Pengasuh Pondok Pesantren Panggung Tulungagung) yang saya inspirasikan diam-diam. Saya memerhatikan beliau bersikap dan memperlakukan santri-santri.
👉 Beliau pernah bercerita hanya menghafalkan Alquran dalam 1,5 th saja. Jd, setiap hari yg dipegang selalu Alquran lagi dan lagi. Tahu-tahu pulang, pulang abah beliau kaget putrinya sudah khatam dalam waktu secepat itu.
2. MBAK BINTI ISNA (alumni Ponpes Cukir Walisongo Jombang).
👉Bilang, "Hmm banyak sih mbk, setiap ayat yg dihafal selalu punya cerita sendiri.. Yg pling berkesan sampai sekarang itu saat mnghafal ayat yg paling sulit dihafal mbk. Pengorbanannya itu besar banget mulai dari waktu, pikiran, mental, dan kesabaran.. Saat itu aku mikir, 'apa bisa aku lancar suatu saat? Mnghafal semene suwene (segini lamanya) sepertinya gak ada kemajuan sama sekali. Sampe nangis2 sendiri mbk.. Alquranku iki wes dadi teman berjuangku pokoke.
👉 Usia 24 tahun. Menghafal sejak SMP.
3. MBAK ZUMROTUL FAIZAH (almuni Ponpes Lirboyo, PP. Al-Baqoroh, Kediri), yang kini telah menikah setelah hafalan rampung.
👉 Usia 24 tahun. Menghafal sejak MAN.
4. Mbak Asma' Barirotul (santri Pondok Tahfidz Semanding Pare Kediri Jawa Timur)
Dia yang masih berjuang keras memutqinkan hafalan. Lagi-lagi ngempet rabi (nahan nikah). Berjuang meraih mimpi-mimpinya. Pernah ditinggal sang ibunda ketika proses itu. 😢😢
👉 Usia 26 tahun dan menghafal dari MI.
5. Mbak Umi Sayyidah (santri Ponpes Melathen, Kauman, Tulungagung)
Dia pernah gagal ta'arufan, tapi tetap sabar pokok hafalane kudu panggah diperjuangne (hafalannya harus tetap diperjuangkan).
👉 Usia 24 tahun, menghafalkan dari MAN.
6. Ziana Zain (alumni IAIN TULUNGAGUNG), sahabat yang juga masih berproses hafalan. Mohon doa semoga dilancarkan🙏🤲
👉 Usia 25 tahun. Menghafal dari semester 4.
7. Anak-anakku di SMP Islam Qur'an Karangrejo, Tulungagung, yg secara khusus memberi saya inspirasi setiap hari.
8. Dan semua kawan-kawan yang diam-diam saya inspirasikan.
Masa lalu yg tidak seindah harapan... Wkwkwkwk
▶️▶️ Karya saya yg pernah terbit juga bercerita tentang hafidzah Senja Bersama Alquran. Juara I cipta novel nasional tema "umur" dr penerbit Hanami, Semarang, Jawa Tengah.
🌷🌷 Masuk cerita 🌷🌷
Nggak seru kalau baca cuma mampir.. 😊
👉 Silakan tinggalkan like, komentar, dan vote...
Setiap telapak tangan pasti memiliki kekuatan. Ada kerja keras yang telah terbenam dalam kesaksiannya. Setiap genggamannya memperkuat segala yang lemah. Ia mampu menggapai, merasakan, memberikan kejutan perasaan yang belum diketahui sebelumnya, meneduhkan, dan melengkapi jemari yang lain. Tapi, lihatlah aku yang kini terkulai tidak berdaya. Telapak tanganku tidak mampu lagi memberikan semua itu.
“Rana, lihat Aba, Rana!” Abaku hampir-hampir saja putus asa di depan wajahku yang berlumuran darah. Sementara, umaku berseru tangis tak habis-habis. Dua bocah cilik kembar yang ingusan, yang biasanya kupanggil Bocil Indi dan Anda, hanya ikut-ikutan menangis kenapa aba dan uma sampai sebegitunya.
“Rana, kamu harus kuat.” Kurasakan jemari uma yang hangat memberikan segenap kekuatan penuh, tapi aku sungguh tidak lagi berdaya di tengah rasa seperti sakaratul maut.
Satu detik, dua detik, tiga detik menghitung kedip kelopak mataku yang sudah tidak sanggup terbuka. Akhirnya, aku mengalah pada rasa sakit yang luar biasa di sekujur tubuh. Empat pasang tangan yang menggoyang-goyangkan tubuhku tidak kurasakan lagi.
“Kakak? Kakak?” Bocil Indi dan Anda menangis menjadi-jadi.
“Cepat dorongnya!” Uma berteriak sekeras-kerasnya.
Aba dan uma tidak bisa masuk ke ruang UGD. Mereka berempat saling memeluk. Merengkuh meneguhkan dan memberikan kesabaran, juga mengurangi rasa khawatir bahwa pasti tidak akan terjadi apa-apa.
“Kita harus yakin.” Singkat aba melontarkan kata saat meneteskan air mata. Tangan aba semakin kuat merengkuh.
Tubuh Indi terus bergetar. Uma menyentuh kening Indi yang ternyata panas. Tiba-tiba dia terserang demam tinggi. Saking hebatnya rasa takut yang Indi rasakan.
“Indi demam tinggi.” Uma terkejut. Anda, kakak Indi, memeluk uma karena takut. Bola mata kecilnya seolah bertanya—kenapa ini?
“Kita bawa ke perawat itu.” Aba langsung menunjuk perawat wanita yang tidak sengaja dilihatnya.
Mereka bertiga bergegas berlari. Aba menggendong Indi.
“Mbak, Mbak tolong anak saya diperiksa. Tiba-tiba dia demam tinggi. Tolong!”
“Iya, Ibu. Silakan ikut saya ke ruang dokter.”
“Antar Indi dan temani Anda, Aba akan mengurus administrasi Rana.”
“Iya.” Uma mengangguk. Mereka berdua berpaling arah saling membagi tugas. Derap langkahnya terdengar tergesa-gesa. Menyelamatkan kami putri-putri berharganya.
Aba menungguku mendapatkan penanganan darurat. Aba terduduk lesu. Aba terus memberikan kepercayaan diri meski sebetulnya wajah menua itu kini sedang amat khawatir. Berkali-kali kakinya bergoyang-goyang tidak sabar menunggu dokter keluar.
Flashback. (Sebelum kelahiran Ranaa)
“Maaf, Bapak. Kami memperkirakan istri Anda tidak bisa memiliki anak dalam waktu yang lama.”
“Kira-kira butuh waktu sampai kapan kami harus menunggu?”
“Sekitar lima sampai enam tahun.”
Harapan aba putus. Terlebih lagi uma sebagai tempat aba berharap memiliki momongan segera. Uma sangat merasa bersalah tidak bisa langsung memberikan kebahagian untuk aba. Uma berbaring memalingkan muka begitu aba menghampiri
“Aku dengar semuanya.” Uma menyembunyikan tangisnya.
“Iya tidak apa-apa. Kita harus sabar.” Aba berusaha menunjukkan wajah tenang untuk meredakan segala resah di hati uma. Aba duduk melihat wajah basah uma. Lalu, aba menghapusnya perlahan.
“Aku tidak sempurna, Mas. Dulu aku berjanji akan membahagiakanmu. Tapi....” Uma tidak kuasa melanjutkan. Tangisnya terburu-buru menyela. Punggungnya bergetar. Menangis sesenggukan.
“Sudahlah. Itu tidak penting. Sekarang, kita hanya perlu menunggu. Kita berdoa. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah, Ai.” Kedua telapak tangan itu menyatu memberikan kekuatan. Semakin mengerat dengan harapan-harapan baru yang digantungkan pada Tuhan.
Aba adalah telapak tangan terkuat uma. Sebab hadir putri-putri aba, telapak tangan itu akhirnya menjadi milik kami. Dan, yang kini aba gusarkan, bagaimana jika dengan telapak tangannya aku tidak mampu lagi memiliki telapak tangan yang kuat untuk menggenggam semua cita dan cintaku nanti. Seumur-umur aba tidak pernah setakut ini. Setetes air mata yang jatuh memperlihatkan semua perasaan aba. Jika terlalu banyak membendung, hati pun bisa menumpahkan segala-galanya.
Setengah jam kemudian. Bunyi pintu terbuka menolehkan wajah aba. Ayah berdiri, mengusir rasa cemas. Aba sangat berharap dokter memberikan kabar baik. Aba tidak ingin aku hidup dalam ketidakberdayaan.
“Pak, sebelumnya kami minta maaf....”
Mendengar pengantar kata itu, harapan aba kabur seketika. Aba menggenggam tangannya sendiri. Uma yang berada di belakangnya menduga yang tidak-tidak saat melihat aba tertunduk. Adikku, Bocil Anda, menatap uma dalam-dalam. Ada hal yang begitu ingin ia mengerti. Apa artinya itu? []
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
Khusnul Khotimah
tidak ada karya lg kak..?
2023-06-12
0
......Maiko.....
baca lgi Thor kangen ma cerita ini 😉💪😘😍💐🌹🌹🌹
2022-09-28
1
✰͜͡w⃠IDA💯♡⃝ 𝕬𝖋🦄
Aku ninggalin jejak dulu yah othor 😊
2022-04-14
1