Fated Wedding

Fated Wedding

Prolog

Hai, kenalin, namaku Kirana Ardiya Dharmawangsa, tapi orang-orang lebih kenal aku sebagai Chira. Memang nama dan panggilanku terkesan gak nyambung, tapi itu karena dulu namaku adalah Achiera Fortuna.

Teman-teman bahkan suka panggil aku cireng tuna gara-gara nama itu. Meski tidak pernah berani kuungkapkan, tetapi sejujurnya kini aku kadang rindu mendengar panggilan itu, hahahaa..

Aku tumbuh besar di keluarga super biasa, menjalani kehidupan super biasa, sekolah di sekolah biasa, berteman dengan orang-orang biasa, dan memimpikan hal-hal dramatis seperti yang biasa diimpikan wanita seumuranku. Sama sekali tidak ada yang istimewa dalam hidupku selama 20 tahun, selain aku harus bekerja sambilan sepulang sekolah sementara teman-temanku mungkin sudah beristirahat di rumah atau pergi nongkrong bareng.

Sebagai pecinta drama Korea, dulu aku suka membayangkan bisa menjalani kisah cinta mendebarkan dengan seorang idol Korea atau kisah ala Cinderella story antara aku yang miskin dengan seorang pria kaya raya yang super tampan. Kami menjalin kisah cinta diam-diam yang penuh air mata hingga akhirnya hubungan kami terbongkar dan semua wanita iri padaku. Sang pria rela kehilangan banyak hal demi mempertahankanku, tetapi kami akhirnya bisa hidup bahagia selamanya. Ugh! Sooo sweeeett!!!

Haaahh~ pasti menyenangkan sekali kalau itu bisa menjadi nyata, tapi sayangnya itu semua hanya DU-LU!! Karena sekarang aku sudah hidup sebagai sosok Kirana, menjadi istri seorang pria super lempeng bernama Aksa, dan memiliki sepupu ipar yang tak lain adalah artis idolaku sendiri. Ini semua gara-gara perjodohan tidak masuk akal yang dilakukan kakek-kakek kami, sampai omong kosong soal perjodohan jiwa.

Pernikahan ini sempat menjadi luka dalam hidupku karena aku harus mengalami banyak hal menyakitkan agar bisa beradaptasi dengan kondisi ini.

Kisahku bermula dari utusan Mami yang datang ke rumah sambil membawa lembar perjanjian antara Pak Dharmawangsa alias kakekku dan Pak Subrata alias kakek suamiku, beserta bukti tes DNA bahwa aku adalah keturunan dari keluarga Dharmawangsa.

Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa cucu perempuan pertama dari Pak Dharmawangsa dan cucu laki-laki pertama dari anak sulung Pak Subrata harus dinikahkan ketika kami sudah menginjak usia 21 tahun. Perjanjian pernikahan ini didasarkan pada ramalan jodoh terbaik oleh seorang ahli ramal dan harus dilaksanakan segera setelah hari ulang tahunku yang ke-21. Kami disebut sebagai jodoh jiwa dan pernikahan ini harus dilangsungkan demi mendapatkan keturunan terbaik serta mempertahankan kemakmuran kedua keluarga.

Awalnya aku sama sekali tidak percaya dan menolak keras semua omong kosong ini. Meskipun aku seharusnya senang karena dilamar oleh keluarga konglomerat, tetapi saat itu aku punya banyak mimpi dan rencana hidup yang ingin kucapai. Aku masih ingin menyelesaikan kuliahku, mencapai karir sebagai seorang psikolog anak, menjalani romansa mendebarkan ala drama Korea dan menikah dengan seorang pria yang aku cintai.

Pernikahan ini jelas menghancurkan semua rencana hidupku dan aku tidak bisa membayangkan kehidupan sebagai seorang istri konglomerat muda. Aku juga tidak bisa mempercayai hasil tes DNA yang mereka sodorkan karena saat itu aku sama sekali tidak mengenal nama Dharmawangsa.

Aku terus mendebat dan menentang permintaan mereka. Sampai akhirnya aku terpaksa menelan pil pahit kenyataan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

"Sudah diam Chira! Kamu terima saja perjodohan ini!!" bentak ayah setelah aku terus mendebat permintaan dari utusan Mami.

"Kok ayah ngomong gitu sih?! Kita emang miskin, tapi aku gak mau dijodohin sama orang yang aku gak kenal! Aku mau nikah sama orang yang aku cintai!" balasku tidak mau kalah.

"Cinta? Tahu apa kamu soal cinta?! Cinta itu omong kosong dan kita hidup harus realistis!"

"Sudah, Chira. Terima saja perjodohan ini. Kita sudah tidak punya pilihan lain," imbuh bunda dengan suara lirih. Aku masih ingat bagaimana saat itu bunda bahkan tidak berani menatap mataku dan hanya tertunduk sambil menangis.

"Tidak punya pilihan lain? Apa maksudnya?" tanyaku tidak mengerti.

Saat itu semua orang hanya terdiam dan tidak ada satupun yang berani menjawab pertanyaanku. Ayah dan bunda hanya tertunduk sedih, sementara Bu Gendhis tampak kecewa dengan perkembangan situasi ini, begitu juga dengan dua pengacara yang mendampinginya.

"Kenapa semua diam? Apa maksudnya kita sudah tidak punya pilihan lain, bunda?" tanyaku putus asa sambil berlutut dan menggenggam tangan bunda yang gemetar.

Bunda saat itu menangis sedih dan hanya mengatakan, "Maafkan kami, Chira, tapi saat ini kondisi keluarga kami sedang sulit."

"Kami? Bukan kami, tapi kita bunda. Kalau bunda bilang kami, berarti Chira gak termasuk. Chira kan masih anak bunda," balasku putus asa. Aku sudah merasa ada yang salah dalam situasi ini, tetapi aku sama sekali tidak tahu apa yang salah.

"Kami sudah menerima uang tebusan dari mereka. Kamu harus ikut mereka karena uang tebusan itu sudah ayah gunakan untuk melunasi semua hutang keluarga," ayah mengatakan hal ini dengan suara dingin dan datar.

Seketika tangan dan kakiku terasa lemas. Aku pun duduk terpaku di bawah kaki bunda sambil menatap kosong tangan bunda. Aku masih tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja kudengar.

"Lagipula kata-kata mereka benar. Kamu memang bukan anak kami. Ayah dan bunda mengambilmu dari rumah sakit ketika kamu masih bayi, tetapi kami tidak pernah berniat jahat. Kami hanya ingin membesarkan seorang anak," terang ayah dengan suara bergetar.

Seketika tangisanku pun pecah dan aku masih ingat bagaimana aku berteriak histeris setelah mendengar kalimat ayah. Bunda berusaha menenangkanku, tetapi aku terlanjur histeris dan tidak mampu mengendalikan diri.

Tiba-tiba aku dibekap oleh seorang pria bertangan kekar dan setelah itu aku tidak sadarkan diri.

Saat tersadar aku sudah berada di ruang perawatan rumah sakit dengan jarum infus tertancap di tanganku.

Samar-samar aku mendengar seorang wanita mengatakan, "Non Kirana sudah bangun? Iya, benar. Cepat panggil dokter!"

Aku tidak tahu itu suara siapa, tetapi aku jelas dengar kalau ia memanggilku Kirana.

Tiba-tiba kalimat ayah kembali terngiang dan aku bisa merasakan mataku mulai basah dengan air mata. Aku mulai menangis sejadi-jadinya, tanpa mempedulikan orang lain di ruangan itu. Kepalaku masih terasa sakit luar biasa, tetapi sesak di dadaku jauh lebih terasa menyakitkan. Aku bahkan mulai kesulitan bernafas dan badanku mulai demam tinggi.

Selama berhari-hari aku hanya menangis dan tubuhku mulai menolak makanan. Aku pun didiagnosa dengan serangkaian penyakit akibat trauma dan harus dirawat selama beberapa hari agar bisa pulih dari kondisiku saat itu.

Aku masih ingat betapa histerisnya aku saat semua orang yang belum pernah aku temui terus memanggilku dengan sebutan Nona Kirana.

"AKU CHIRA!! AKU BUKAN KIRANA!! AKU CHIRA!! AKU ACHIERA FORTUNA! KALIAN SALAH ORANG!!" bentak-ku berulang kali setiap ada yang memanggil aku Kirana.

Sampai orang itu datang menjenguk pada suatu hari dan mengatakan hal yang sangat menusuk hatiku. Ya, dia adalah suamiku, pria super lempeng bernama Danadyaksa Subrata.

Saat itu pun ia datang dengan ekspresi dan tatapan dingin. Kesan pertamaku padanya tidak terlalu istimewa karena secara fisik dia bukan tipe kesukaanku. Tubuhnya tinggi dan tampak kerempeng, rambutnya ditata rapi menggunakan pomade, dan kulitnya putih bersih seperti porselen. Pokoknya berbeda jauh dengan tipe pria kesukaanku yang kekar berotot dan kulitnya sedikit kecoklatan dengan kesan maskulin.

Meski begitu aku bisa merasakan kalau dia berbeda dari orang pada umumnya. Jika biasanya orang lain mencoba bersikap ramah di pertemuan pertama, pria ini malah memberi kesan bosan bahkan sedikit meremehkan.

"Jadi kamu yang namanya Kirana?" tanya Aksa dingin, setelah duduk di kursi tamu dan melipat kedua tangan di depan dadanya.

Pertanyaan Aksa jelas langsung memancing amarahku dan akupun membalas dengan suara histeris seperti biasa, "SUDAH BERAPA KALI AKU BILANG! AKU INI CHIRA!! AKU BUKAN KIRANA!!"

Tidak seperti orang-orang lain yang langsung ketakutan melihat reaksiku, Aksa malah menghela nafas dan menunjukkan gestur seakan ia sedang bosan. Sesaat kami hanya saling berdiam diri sampai akhirnya Aksa kembali menatapku dan bertanya dengan suara dingin, "Kamu mau kayak gini sampai kapan?"

"Apa maksudmu?"

"Kamu mau bertingkah kayak orang gila dan bersikap seperti pengecut begini sampai kapan?" tanya Aksa dingin sambil menatap tajam kedua mataku.

Saat itu aku sama sekali tidak bisa menjawab kata-katanya dan hanya bisa menangis dalam diam. Meski kata-katanya menyakitkan, tetapi saat itu Aksa menyadarkanku kalau aku memang bersikap pengecut dan sudah membuat orang-orang takut dengan histeriaku.

Selama ini aku selalu berprinsip untuk terus pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan hidup. Aku bahkan sering memotivasi teman-temanku dengan mengatakan, "Hidup memang harus ada masalah baru bisa disebut hidup. Pokoknya ada masalah, cari solusi, ada masalah, cari solusi. Gak perlu pusing-pusing."

Perkataan Aksa mengingatkanku pada kata-kataku sendiri dan aku pun langsung merasa tertampar. Berhari-hari aku menderita di rumah sakit hanya karena aku berusaha menolak kenyataan menyakitkan. Aku sudah menyusahkan banyak orang, tetapi malah terus-menerus membuat mereka merasa bersalah dengan tingkah gilaku.

Aku sama sekali tidak berani menatap Aksa dan mencoba menyembunyikan air mataku dengan membelakangi Aksa.

"Perjodohan ini memang menyebalkan, tetapi nasi sudah jadi bubur. Kita harus pintar-pintar cari cara untuk menikmatinya. Kamu masih punya waktu tiga bulan sebelum hari pernikahan kita. Selesaikan sendiri masalahmu dan berhentilah jadi pengecut," ucap Aksa dingin kala itu dan setelahnya ia langsung pergi tanpa berpamitan.

Sepeninggal Aksa aku hanya terus menangis selama berjam-jam, tetapi saat itu aku sudah tidak lagi menangis karena teringat kata-kata ayah. Aku mulai menangis karena menyesali perbuatan dan tingkah gilaku selama di rumah sakit.

Saat itu aku memang masih belum bisa menyadari betapa aku memang membutuhkan Aksa dalam hidupku. Kami harus melalui banyak masalah sampai akhirnya kami bisa menyadari kami adalah sumber kebahagiaan untuk satu sama lain, menyadari bahwa Aksa memang tercipta untukku dan aku tercipta untuk Aksa.

Ini bukan kisah cinta yang sempurna, tetapi aku ingin membagikan kisah ini bagi siapapun yang masih berusaha untuk bahagia.

Terpopuler

Comments

yanie's

yanie's

baru baca prolog ny sudah kereen.. narasi dan dialog ny mantap dg gaya bahasa yg mantul... like.. like..

2021-04-24

2

Grizelda Lucy Park🐤

Grizelda Lucy Park🐤

aku ud mampir ya
kerennnn

2021-03-22

2

Lin shia 🎭🎭

Lin shia 🎭🎭

lanjut tor,semangat nulisnya

2021-01-26

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Hidup Baru, Rumah Baru
3 The Great House
4 Obrolan Pertama
5 MY FIRST KISS!!!
6 Kirana Bukan Chira
7 Aksa Aneh!!!
8 Kewajiban Aksa
9 Derita Gita
10 Pengakuan Dalam Sandiwara
11 Makin Suka
12 Cemburu Dalam Bisu
13 Ketahuan (?!!)
14 Keluarga Baru
15 Hari Pertunangan
16 Kisah Cinta Pertama
17 Semakin Dekat, Semakin Rumit
18 Penyesalan Aksa
19 Aku, Dion, Rianti
20 Semakin Berharap
21 Pertengkaran Pertama
22 Sendu dalam Senyum
23 Adaptasi Situasi
24 Bittersweet Wedding Day
25 Masa Lalu Ayah
26 Kelas Dansa Pertama
27 Permintaan Dion
28 Pertengkaran Baru
29 Tawaran Deon
30 Hanya Ingin Aksa
31 Shavani
32 Ketoprak ala Aksa
33 Makan Malam Rena
34 Bantuan Deon
35 Monster from Beyond the Veil
36 Resonansi-Desonansi
37 Pelarian
38 La Guardia Resort
39 Tentang Aksa
40 Pride and Guilt
41 Painful Glory
42 Happy New Year
43 Salah Duga
44 Mister Bucin
45 Kekacauan Pesta
46 I Believe In You
47 Depression
48 Facing the Bully
49 Ekspektasi Berlebih
50 Hello Mrs. Fox
51 Fox in Trap
52 Confusing Twist
53 Kunjungan Deon
54 Revealing
55 Arti Pengorbanan
56 Kembali Terasa
57 Reflect
58 About 'Something'
59 Ganjalan
60 Short Trip
61 Release the Pain
62 Honesty
63 Cita-cita Hidup
64 Brownies Aksa
65 Perspektif
66 Red Flag
67 Just... Alone
68 Titik Putar
69 Lidah Tak Bertulang
70 Trust Issue
71 Tiring
72 Goodbye Mr. Fox
73 Epilog
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Prolog
2
Hidup Baru, Rumah Baru
3
The Great House
4
Obrolan Pertama
5
MY FIRST KISS!!!
6
Kirana Bukan Chira
7
Aksa Aneh!!!
8
Kewajiban Aksa
9
Derita Gita
10
Pengakuan Dalam Sandiwara
11
Makin Suka
12
Cemburu Dalam Bisu
13
Ketahuan (?!!)
14
Keluarga Baru
15
Hari Pertunangan
16
Kisah Cinta Pertama
17
Semakin Dekat, Semakin Rumit
18
Penyesalan Aksa
19
Aku, Dion, Rianti
20
Semakin Berharap
21
Pertengkaran Pertama
22
Sendu dalam Senyum
23
Adaptasi Situasi
24
Bittersweet Wedding Day
25
Masa Lalu Ayah
26
Kelas Dansa Pertama
27
Permintaan Dion
28
Pertengkaran Baru
29
Tawaran Deon
30
Hanya Ingin Aksa
31
Shavani
32
Ketoprak ala Aksa
33
Makan Malam Rena
34
Bantuan Deon
35
Monster from Beyond the Veil
36
Resonansi-Desonansi
37
Pelarian
38
La Guardia Resort
39
Tentang Aksa
40
Pride and Guilt
41
Painful Glory
42
Happy New Year
43
Salah Duga
44
Mister Bucin
45
Kekacauan Pesta
46
I Believe In You
47
Depression
48
Facing the Bully
49
Ekspektasi Berlebih
50
Hello Mrs. Fox
51
Fox in Trap
52
Confusing Twist
53
Kunjungan Deon
54
Revealing
55
Arti Pengorbanan
56
Kembali Terasa
57
Reflect
58
About 'Something'
59
Ganjalan
60
Short Trip
61
Release the Pain
62
Honesty
63
Cita-cita Hidup
64
Brownies Aksa
65
Perspektif
66
Red Flag
67
Just... Alone
68
Titik Putar
69
Lidah Tak Bertulang
70
Trust Issue
71
Tiring
72
Goodbye Mr. Fox
73
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!