Kemarin malam setelah mandi aku langsung ketiduran karena terlalu lelah. Padahal aku sudah berniat untuk menemui Aksa dan menanyakan banyak hal padanya, terutama soal keluargaku.
Pagi ini setelah sarapan Aksa memintaku pergi dengannya untuk urusan yang penting. Genus pun membantuku bersiap dan aku mengenakan dress ala cheongsam tetapi dengan sedikit modifikasi di bagian kerahnya.
Dua pelayan wanita menata rambutku dengan kepangan yang ditata menjadi gelung cantik. Sementara Genus mendandaniku dengan make-up minimalis ala Korea, sesuai permintaanku.
Setelah siap aku pun langsung turun dan menghampiri Aksa yang tampak tengah berdiskusi serius dengan dua pria paruh baya. Aku memilih duduk di sebelah Aksa dan kedua pria paruh baya itu langsung menatapku.
"Anda pasti Nona Kirana, kan? Anda sangat mirip dengan mendiang Nyonya Rendra muda," ucap pria berambut putih sambil tersenyum menatapku. "Perkenalkan, saya Seno. Saya adalah pengacara yang ditunjuk oleh almarhum Tuan Dharmawangsa untuk menjaga surat hak waris almarhum Tuan Rendra."
"Al.. almarhum? Mendiang? Maksud anda kedua orangtua saya sudah meninggal?" tanyaku tidak percaya.
Kedua pria paruh baya itu tampaknya sama sekali tidak menduga kalau aku akan bereaksi seperti ini. Mereka hanya saling melempar pandang ke Aksa.
Akhirnya Aksa menghadap ke arahku dan menatapku dengan sorot mata penuh penyesalan, "Maaf, tapi kedua orangtua kandungmu memang sudah meninggal karena kecelakaan lima tahun yang lalu. Sekarang kita harus mengurus surat hak waris atas peninggalan orangtuamu dan..."
Tiba-tiba aku tidak bisa mendengar kata-kata Aksa. Kepalaku luar biasa pusing, perutku mual, dan semuanya perlahan menjadi gelap. Sesaat aku bisa merasakan cengkraman tangan yang begitu kuat di tubuhku dan tercium aroma tubuh Aksa yang menempel di tubuhku.
Saat tersadar aku sudah berada di tempat tidur kamarku. Genus langsung menghampiriku dengan tenang, mengecek kesadaranku, lalu langsung keluar dari kamar. Tidak lama kemudian Aksa masuk sendirian dan langsung duduk di sebelahku.
Dia hanya duduk diam, tetapi aku bisa melihat ekspresi sedih di wajahnya.
"Apa kamu bisa menceritakan soal keluargaku?" pintaku lirih pada Aksa. "Apa saja yang kamu tahu?"
Aksa menghela nafas panjang, sebelum akhirnya menatap lurus kedua mataku. "Sejak kecil aku sudah tahu kalau aku akan dinikahkan dengan cucu perempuan pertama keluarga Dharmawangsa. Awalnya keluargaku mengira kalau yang akan dinikahkan denganku adalah sepupumu Gita, tetapi sepuluh tahun lalu seorang informan datang pada kami dan mengatakan kalau cucu perempuan pertama keluarga Dharmawangsa bukanlah Gita melainkan orang lain."
"Laki-laki itu mengatakan bahwa ada skandal penculikan yang dilakukan oleh anggota keluargamu demi melengserkan kedudukan ayahmu. Saat itu ia membawa fotomu yang diambil secara diam-diam sebagai bukti kalau kamu masih hidup. Sayangnya dia langsung menghilang setelah kami membayar uang atas informasi yang dia berikan. Mami mencoba menanyakan hal ini langsung ke ibumu, ia pun langsung menangis dan mengatakan kalau anak dalam foto itu sudah pasti benar anaknya. Ia bahkan menunjukkan foto masa kecilnya dan menunjukkan pada Mami betapa miripnya kalian berdua. Setelah memastikan hal ini Mami pun langsung gencar melakukan pencarian untuk menemukanmu."
"Saat orangtuamu tahu kalau kami sedang berusaha mencarimu, mereka pun ikut serta dalam pencarian kami secara diam-diam. Hingga akhirnya mereka meninggal dalam kecelakaan mobil setelah menerima pesan palsu yang mengatakan bahwa kami telah menemukanmu. Sepertinya saat itu pencarian kami telah terlacak oleh keluarga besarmu," terang Aksa panjang lebar. Di akhir kalimatnya Aksa tampak sedih, sementara aku sudah mulai menangis sejak Aksa menceritakan soal ibu kandungku yang begitu mirip denganku.
"Aku juga baru tahu soal ini beberapa bulan lalu. Saat tim pencarian yang dibentuk Mami sudah berhasil menemukanmu," sesaat Aksa menjeda kalimatnya dengan sebuah helaan nafas yang berat. "Aku tahu pernikahan ini sangat memuakkan, tapi kumohon bertahanlah. Setidaknya demi kedua orangtuamu yang sampai akhir hayatnya tidak pernah menyerah mencarimu," aku sama sekali tidak menyangka Aksa bisa mengatakan kalimat ini padaku.
Terdorong oleh emosi yang begitu memuncak, aku pun nekat memeluk Aksa.
"Maaf, tolong biarkan aku memelukmu sebentar saja. Aku rindu ayah-bundaku. Mereka selalu memelukku setiap kali aku sedih. Saat ini aku hanya butuh pelukan. Aku lelah," ucapku dengan nada memohon karena takut Aksa akan menghempaskanku, tetapi ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Aksa malah mengeratkan pelukannya sambil mengatakan, "It's okay."
Aksa membiarkanku menangis dalam pelukannya selama beberapa menit. Saat itu yg ada dalam bayanganku hanyalah bunda. Meski ia bukan ibu kandungku, tetapi bunda selalu memberi kehangatan yang sama sekali tidak bisa aku temukan di rumah ini.
Aku rindu bau tubuh bunda. Aku rindu suara lembut bunda. Aku rindu masakan bunda. Aku rindu semua hal tentang bunda. Saat ini aku berharap bunda ada di sini untuk memelukku dan mengelus lembut kepalaku sambil berkata, "Eh, udah gede kok masih cengeng ini anak bunda?"
Tidak peduli berapapun umurku, bunda selalu mengatakan kalimat itu setiap kali aku menangis dalam pelukannya.
Ugh.. aku tidak boleh seperti ini. Aksa pasti merasa terbebani, batinku sambil berusaha menguatkan diri dan melepaskan pelukanku.
"Maaf, bajumu jadi kotor," ucapku setelah kami saling melepaskan pelukan.
Situasi kami tiba-tiba jadi canggung dan entah kenapa Aksa tetap duduk di tempatnya.
"Ngg.. Aksa apa hari ini aku boleh pergi ke rumah lamaku?" tanyaku takut-takut.
"Tentu saja boleh. Mau kutemani?" tawar Aksa lembut.
Jujur saja saat itu aku benar-benar terkejut sekaligus senang mendengar tawaran Aksa. Aku sama sekali tidak menyangka kalau pria super dingin yang sejak kemarin bikin aku merasa terintimidasi ini bisa berkata lembut.
Senyum langsung mengembang di wajahku. Akhirnya aku bisa menemukan kehangatan di rumah ini. Mungkin butuh waktu lama untuk aku dan Aksa saling terbiasa, tetapi setidaknya sekarang aku tahu kalau dia tidak membenciku.
"Mau dong," jawabku riang sambil tertawa menatap Aksa. Wajah Aksa yang biasanya tampak dingin dan datar kali ini langsung jadi merah seperti kepiting rebus.
"Terima kasih, Aksa."
"You're welcome," balas Aksa sambil tersenyum!!
Waaaahh.. ternyata manusia es ini bisa tersenyum juga, batinku kagum.
Hari ini pertama kalinya aku melihat Aksa sedih, mendengar Aksa mengatakan lebih dari tiga kalimat, mendengar suara lembut Aksa dan melihat Aksa tersenyum.
Aku sempat khawatir kalau aku harus menghabiskan sisa hidup dengan pria dingin yang membenciku, tetapi sekarang kekhawatiran itu sedikit mereda setelah melihat sisi lembut Aksa.
Iya, aku akan berusaha bertahan dan menjalani pernikahan ini sebaik-baiknya. Dalam hidup ini tidak ada yang mudah dan sempurna, kalau ingin bahagia aku harus bisa memperjuangkannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
ninyoman hariani
mau jadi missmisan😀😀
2021-01-22
1