Sudah satu minggu berlalu sejak pertemuan terakhirku dengan Aksa di rumah sakit. Aku sama sekali tidak mendengar kabar apapun darinya dan kami juga tidak punya kontak satu sama lain.
Setelah tiga minggu menjalani perawatan di rumah sakit, akhirnya aku diizinkan keluar dan melanjutkan perawatan di rumah.
Ah iya, rumah, kata ini sekarang jadi terasa berat dan menyayat hatiku karena aku bahkan tidak tahu harus pulang ke mana, karena rumah yang selama ini aku kenal sudah bukan lagi rumah untukku. Aku tidak mungkin bisa pulang ke rumah itu karena sepertinya mereka memang sudah menjualku ke keluarga Subrata.
Selama aku dirawat, ayah-bunda sama sekali tidak datang menjenguk. Rasanya sakit sekali kalau mengingat kenyataan bahwa mereka bukanlah orangtua kandungku, bahwa mereka lebih pilih menerima uang kompensasi daripada mempertahankanku, dan bahwa mereka tidak pernah muncul lagi di hadapanku sejak hari itu. Tidak ada kata maaf dan tidak ada penjelasan apapun, mereka hanya menghilang begitu saja.
Tanpa sadar air mata kembali menetes dari kedua mataku dan aku pun mulai menangis lagi, tetapi kali ini aku cepat-cepat menghapusnya dan berusaha menenangkan diri sebelum ada orang yang datang untuk menjemputku.
"Udah siap pulang?" ucap seorang pria dengan suara berat dan nada dingin yang khas.
Aku sama sekali tidak menyangka kalau Aksa akan datang menjemputku. Hari ini dia mengenakan setelan jas biru tua yang sangat keren. Dia jadi terkesan jauh lebih dewasa dan jantan dibanding saat kami pertama kali bertemu.
"Sudah," jawabku singkat. Aku sempat melihat dia menatapku dingin dan entah kenapa tatapan itu membuatku jadi auto-ciut. Rasanya seperti aku ketahuan nyontek saat ujian dan bersiap kena marah kepala sekolah.
"Ayo pulang," ucapnya singkat dan langsung berjalan keluar mendahuluiku.
"Eh, ngg anu..." aku berniat memanggil namanya, tetapi saat itu aku baru ingat kalau dia belum memperkenalkan dirinya. Jadi aku tidak tahu harus memanggil dia siapa.
"Anu... maaf permisi," ucapku sambil menepuk punggungnya.
Ia pun langsung berbalik dan menatapku dingin, sambil berkata, "Aksa."
"Hah?" aku bingung mendengar jawabannya.
Kupikir dia typo mau bilang apa jadi aksa, tapi kemudian dia menegaskan, "Namaku Aksa, bukan anu."
Ooo, namanya Aksa, batinku dalam hati.
Kalau di kondisi normal aku pasti sudah ngakak dan menganggap ini sebagai kejadian konyol yang lucu, tapi sikap Aksa yang dingin dan kaku justru membuatku jadi canggung.
"Ngg.. Aksa, kita gak tunggu Genus dulu?"
"Genus? Siapa?"
"Ngg.. kemarin sama Pak... duh siapa ya namanya," gumamku bingung karena lupa dengan nama bapak-bapak yang kemarin datang dan mengantarkan Genus.
"Pak Hardi," tebak Aksa singkat masih dengan suara dan ekspresi dingin yang sama.
"Ah, iya. Pak Hardi. Kemarin aku dikasih asisten pribadi sama Pak Hardi. Namanya Genus. Tapi dia belum datang, apa kita gak tunggu dia dulu?"
Sesaat Aksa hanya menatapku dingin sambil mendengus kesal, "Asistenmu sudah di rumah."
"Oh, begitu," balasku lirih.
Setelah itu Aksa langsung berjalan mendahuluiku dan aku pun mengikutinya dari belakang. Langkah kakinya sangat cepat dan jangkauan langkahnya juga panjang karena dia sangat tinggi. Aku jadi harus sedikit berlari supaya tidak ketinggalan.
Kami langsung ke lobi rumah sakit dan tiga sedan mewah sudah berjajar rapi di depan pintu masuk utama. Dua orang pria bertubuh kekar dan berjas hitam sudah membukakan pintu mobil urutan tengah untuk kami. Aksa langsung masuk dari pintu sebelah kiri, sementara aku masuk dari pintu sebelah kanan.
"Ke rumah utama," ucap Aksa singkat dan sang sopir langsung menjawab, "Baik, Tuan muda."
Woaaahh.. gilaaa, panggilannya tuan muda, batinku heboh saat itu. Selama ini aku hanya dengar panggilan itu di drama-drama Korea, tapi sekarang aku mendengarnya langsung dan orang yang dipanggil tuan muda adalah calon suamiku!! Wagelaseehh~
Tanpa sadar aku jadi senyum-senyum sendiri karena membayangkan diriku sebagai pemeran utama wanita dalam drama romantis. Berbagai adegan mendebarkan pun mulai terlintas dalam benakku, tetapi jelas bukan Aksa yang jadi pemeran utama pria, melainkan Devan, artis top idolaku. Hihihihiii...
Aku sama sekali tidak sadar kalau aku sudah terlalu hanyut dalam imajinasiku sampai aku mendengar Aksa berbicara lewat telepon, "Suruh psikolog dan psikiater datang ke rumah untuk memeriksa Kirana."
WHAT?!!
"Ke.. kenapa kamu suruh psikolog dan psikiater memeriksaku di rumah?" tanyaku gugup pada Aksa.
Aksa melirikku tajam, sebelum akhirnya ia menghela nafas sambil bergumam, "Haaahh~ orang stres memang beda."
Apa?! Orang stres kamu bilang?!!! Grrrrrhh!!! Aku pun hanya berani uring-uringan sendiri dalam hati, tanpa bisa protes sedikitpun pada Aksa.
Aku dan Aksa sama sekali tidak mengobrol di mobil. Selama perjalanan Aksa terus-terusan sibuk sendiri dengan ponselnya dan aku juga jadi malas berbicara dengan pria ini gara-gara masalah tadi. Tapi melihat Aksa sibuk dengan ponselnya, aku jadi baru sadar kalau selama di rumah sakit aku sama sekali tidak memegang ponsel. Ponselku ke mana ya? Hmm..
Meski penasaran, tetapi aku memilih diam dan hanya berpikir sendiri, mencoba mengingat-ingat di mana aku terakhir memegang ponsel. Saat ini di dalam mobil hanya ada aku, Aksa, dan seorang sopir. Sopir ini jelas tidak mungkin tahu keberadaan ponselku dan Aksa pasti tidak peduli dengan hal ini. Sekarang moodku jadi semakin jelek dan aku benar-benar ingin cepat menjauh dari pria menyebalkan satu ini!!
Setelah sekitar 30 menit perjalanan, mobil yang kami tumpangi masuk melewati gerbang The Great House!! Rumah paling megah dan mewah di kota ini!
Kemewahan dan kemegahan The Great House sudah sangat terkenal, bahkan di kalangan orang biasa sepertiku rumah ini sering kami jadikan bahan imajinasi dan lelucon saking populernya. Kami suka berebut mengaku-aku kalau rumah ini adalah rumah kami dan tidak jarang kami juga membayangkan hidup ala keluarga kerajaan di dalam rumah ini.
Tiba-tiba lelucon lama itu jadi terasa menyedihkan saat aku menyadari kalau pemilik The Great House adalah pria menyebalkan di sebelahku. Sementara dulu kami hanya mampu membayangkan kehidupan mewah di dalam rumah ini, Aksa sudah tinggal dan menikmati segala kemewahan di dalamnya. Miris...
Aku pun jadi menghela nafas panjang karena menyadari kehidupanku yang sekarang sudah jauh berbeda dari kehidupanku yang dulu. Orang-orang di sini terus memanggilku dengan sebutan Nona Kirana dan aku harus membiasakan diri dengan panggilan itu.
Sepertinya tidak akan ada lagi yang bakal manggil aku cireng tuna, batinku sambil tersenyum pahit. Meski dulu aku benci teman-teman memanggilku seperti itu, tapi entah kenapa sekarang aku jadi rindu. Huuufhh~
"Selamat datang, Tuan dan Nona muda," ucap deretan pelayan yang menyambut kami secara serentak. Aku melihat Genus dalam deretan para pelayan itu dan langsung melambaikan tangan sambil tersenyum heboh padanya, tetapi Genus hanya membalas dengan senyuman dan sikap hormat yang sangat formal.
Melihat reaksi Genus aku jadi menyadari satu lagi hal baru, sepertinya aku tidak akan bisa mendapat teman di rumah ini. Sikap hormat para pelayan dan pengawal pada Aksa seakan menegaskan perbedaan status sosial di rumah ini.
Andai aku benar anak ayah dan bunda, mungkin saat ini status sosialku jauh lebih rendah dari mereka semua. Aku dulu hanya seorang mahasiswi biasa yang bekerja serabutan di rumah makan dekat rumah demi tambahan uang jajan. Ayah hanya memiliki bengkel motor kecil, sementara bunda bekerja sebagai tukang masak di rumah makan tempat aku kerja serabutan.
Ayah bahkan tidak pernah mengenakan jas seperti para pengawal Aksa, apalagi naik mobil mewah dan menginjakkan kaki di rumah semegah ini. Pakaian terbaik kami sekeluarga hanya tiga setelan batik sutra palsu yang dijahit sendiri oleh bunda, sementara para pelayan di sini mengenakan kemeja dan seragam rapi berbahan halus.
Haaahhh~ saat ini aku harusnya sangat berbahagia karena sudah lepas dari jerat kemiskinan, tetapi kenapa rasanya justru sangat menyesakkan? Kalau pun ini hanya mimpi, aku ingin cepat terbangun dari mimpi ini dan memeluk ayah-bunda erat-erat. Mengatakan bahwa aku sangat mencintai mereka dan aku ingin terus bisa bersama mereka.
Ayah, bunda, Chira kangen...
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ
haii kakak salam kenal dari Tania (Tatapan Tanpa Rasa )
kalo ada waktu mampir yuk, kita saling dukung.
Aq suka tulisanmu rapi.😍
2021-06-07
1
BrePandia
bagus tutur katanya dan pengaturan thor rapi apik tepat setiap tanda bacanya...semangat thor
kk coba ikut alur ceritanya ya
2021-01-25
4