"Hahaha
kamu tenang saja Ken, hidung istrimu tidak apa-apa. Berterima kasihlah pada
dahinya, karena dahinya hidungnya tak apa-apa." Kata dokter Evan serius
tapi dibarengai dengan aksen bercanda.
Kenzi
kembali memperhatikan hidung dan dahi istrinya. Hidung itu memang hanya
terlihat merah tidak seperti dahinya yang ada memar kecil disana. "Jangan
ditekan-tekan lagi!" Kata Kenzi melarang Arin yang kembali memegang-megang
hidung membuat gadis itu mengerucutkan bibir.
Dokter
Evan tertawa melihat sepasang pengantin baru dihadapannya. Ah iya, ada yang
hampir dilupanya. "Ken, om mau protes kenapa tidak mengundang om dihari
pernikahanmu?"
"Wanita
yang kunikahi tidak menginginkan pesta." Arin mendelik mendengar ucapan
Kenzi. Kapan ia pernah bilang begitu?
Karena
ucapan Kenzi juga sebuah buku kecil melayang dikepala pria itu. "Om, aku
bukan anak kecil lagi." Desisnya pada pria paru baya didepannya. Ia
mengusap kepalanya.
Dokter
Evan melipat kedua tangannya didada. "Setidaknya mengundang om untuk
melihat kamu mengucap ijab kabul."
"Aku tidak mengundang siapa-siapa om, hanya Ryan yang ada disana."
Kata Kenzi sambil menarik kedua tangan Arin yang lagi-lagi ingin menyentuh
hidungnya. "Dibilang ngga usah pegang-pegang." Matanya mendelik pada
Arin. Sikapnya itu membuat Arin terlihat seperti anak SD.
Tiba-tiba
pintu ruangan putih itu terbuka dan seorang dokter muda masuk begitu saja. Arin
yang ikut melihat seakan terpesona karena paras tampan dokter muda itu.
"Hay..
Aku Galih Prayuda Evan, anaknya dokter Evan. Udah punya pacar belum?"
Ucapnya memperkenalkan diri pada Arin. Dan dengan polos Arin menggeleng.
Matanya masih menatap kagum Galih itu.
"Jangan
ganggu istriku Galih!" Kenzi menatap Galih Tajam. Suaranya sedingin es.
Tapi Galih mengabaikannya.
"Kapan-kapan
kita makan diluar berdua ya cantik?" Ajak Galih. Pria itu memamerkan
senyum menawannya sambil mengacak rambut atas Arin.
"Galih!"
Sentak Kenzi berdiri. Matanya masih menatap nyalang pada Galih. Ia menangkap
tangan pria seumurannya itu yang hendak menyentuh pipi istrinya membuat sang
pemilik tangan membalas tatapannya tak kalah tajam.
Arin
bisa merasakan udara sekitarnya yang terasa panas. Mata kedua pria didepannya
memancarkan aura permusuhan yang nyata. Mendadak Arin merasa bersalah pada
Kenzi. Gadis itu bukan sedang mengagumi ketampanan Galih tapi ia hanya menatap
kagum dan iri pada jas kebesaran sang dokter yang dipakai Galih. Apalagi
melihat gelar di name tag pria itu yang merupakan cita-citanya semasa
kecil dulu yang tidak kesampaian.
"Sudah-sudah,
kalian membuat Arin takut."
Arin
menarik-narik baju Kenzi. "Kak Ken, udah donk!" Pinta gadis itu.
Kenzi menghempaskan tangan Galih kasar. Lalu ia Arin agar berdiri.
"Kita
pamit, Om." Ucapnya sambil menarik Arin keluar dari ruangan itu.
Begitu
sampai dimobil raut wajah Kenzi masih dingin, bahkan saat kendaraan roda empat
itu melaju meninggalkan rumah sakit.
"Jadi
kak Galih itu dokter." Gumam Arin membuat laki-laki disampingnya menoleh
tajam.
"Kamu
kenal Galih?"
"Cuma
pernah ketemu sekali. Waktu makan sama Kak Iyan dulu, dia tiba-tiba dateng
nyamperin kita terus tanpa diperkenankan dia perkenalkan diri. Sempat juga
nawarin makan malam berdua. Tapi detik itu juga Kak Iyan ngga bilang apa-apa
langsung ngajak pergi. Mukanya jadi kayak marah gitu." Jelas Arin santai.
Gadis itu tak menyadari aura yang terasa berbeda disekitarnya. "Kalian
musuhan ya?"
"Kamu
suka dia?" Bukannya menjawab pertanyaan Arin, Kenzi malah balik bertanya
dengan aksen menuduh.
"Dih,
suka sama dia? Ngapain?" Arin bergidik ngeri. "Mending aku suka sama
kamu."
Detik
itu juga Kenzi menghentikan mobilnya tiba-tiba. "Kenapa?" Tanya Arin.
Kenzi
menggelengkan kepala. "Ngga papa," lalu kembali menjalankan mobilnya.
Untung tak ada kendaraan lain dibelakangnya sehingga tak berakibat fatal.
"Tapi matamu tadi seakan suka sama dia."
Arin
memutar tubuhnya menghadap Kenzi. Matanya menatap penuh selidik. "Kak Ken
cemburu ya?" Tanyanya percaya diri.
Laki-laki
itu mendengus. "Jawab saja!" Katanya datar.
Kali
ini Arin yang mendengus sambil kembali keposisinya semula. "Aku tuh cuma
kagum sama jasnya tau."
"Jas
dokter?" Tanya Kenzi tak percaya
"Iya,"
Arin mengangguk yakin tiga kali. "Terus dengan gelarnya dia. Uhg dokter
spesialis bedah saraf, keren. Itu cita-citaku dulu waktu kecil, tapi aku dengan
bedah jantung." Kata Arin dengan mata menerawang dan berbinar mengingat
betapa banyaknya cita-citanya waktu kecil.
Lalu tak ada pembicaraan lagi, bahkan sampai mereka berdua sudah berada
dirumah. Arin pergi kearah dapur sedang Kenzi naik dilantai dua atau mungkin
tiga diruang baca. Arin tidak tahu ada apa dengan pria itu, lebih tepatnya
tidak mau tahu. Sekarang yang ia tahu pasti, ia merasa lapar. Ia mengambil satu
buah apel dan pir lalu membawanya keruang tengah.
Seusai
magrib Arin turun dari kamar mereka dan pergi kedapur. Disana ada Kenzi yang
sedang berkutak dengan bahan masakan. Ia duduk dimeja bar sambil memperhatikan
laki-laki yang menjadi suaminya itu memasak. "Ngga sholat?" Tanyanya.
Kenzi
mendongak sebentar menatap Arin lalu kembali fokus dengan apa yang sedang ia
lakukan. Ia tak menjawab pertanyaan dari istrinya itu.
"Umat
muslim itu harus sholat loh." Celetuk Arin. Gerakan Kenzi terhenti sesaat
tapi tetap tidak menimpali ucapan Arin.
"Sudah
lapar?" Tanya Kenzi beberapa saat kemudian sebagai peralihan fokus
pembicaraan.
Arin
mengangguk tapi tak lama kemudian disusul dengan gelengannya. "Lapar ngga
lapar sih. Ada makanan ya lapar, ngga ada ya ngga lapar." Jelasnya.
Beberapa
menit kemudian masakan Kenzi pun jadi. Saat Kenzi mau membawanya ke meja makan,
Arin melarang dan menyuruh untuk makan dimeja bar saja.
"Ini
meja disini sebenarnya untuk apa sih?" Tanya Arin lalu menyuapkan nasi
kedalam mulutnya. "Dibilang meja bar juga ngga ada wine atau semacamnya
disini."
"Aku
ngga pernah minum alkohol."
"Terus
ini untuk apa? Hias?"
"Untuk
tempat duduk saat lagi ngeliatin istri masak."
Tiba-tiba
Arin tertawa sampai beberapa butir nasi keluar dari mulutnya. "Tapi dari
tadi aku yang duduk disini ngeliatin kamu masak." Arin tertawa lagi sampai
terbatuk. Kenzi hanya diam, ia menyodorkan air minum untuk Arin.
Sampai
selesai makan Kenzi tetap diam dan Arin juga ikut diam karena Kenzi tak menimpali
ucapannya. Saat Kenzi akan mencuci bekas makan mereka, lagi-lagi Arin melarang
karena ia bisa lakukan itu. Semacam bagi tugas katanya. Kenzi memasak, Arin
yang mencuci bekas perabotannya.
Kenzi
berdiri disamping Arin. Ia memperhatikan bagaimana Arin mencuci piring. Awalnya
Kenzi pikir cucian Arin tidak akan bersih tapi dugaannya salah. Arin
melakukannya dengan baik layaknya sudah biasa mencuci puring.
"Bersih
juga cucian kamu," Arin hanya tertawa mendengar ucapan Kenzi. Akhirnya ia
tahu alasannya Kenzi berdiri disampingnya. Laki-laki itu sedang mengawasi
pekerjaannya.
Arin
melangkahkan kakinya meninggalkan dapur. Arin melihat Kenzi yang menonton tv
diruang tengah. Ia ingin juga menonton tv, tapi mengingat sekarang bulan
desember dimana para mahasiswa sepertinya harus lebih rajin belajar karena akan
menghadapi ujian akhir semester. Arin sudah semester lima dan ia tidak mau lagi
mengecewakan orang tuanya seperti disemester awal dengan mendapat ipk rendah.
Setelah
tiga puluh menit belajar, Arin turun karena ingin menonton tv. Saat tiba
diruang tengah Arin tak menemukan Kenzi.
"Kemana
itu makhluk?" Gumamnya sambil menyalakan televisi.
"Makhluk
apa?"
"Weish.."
Arin terlonjak mendengar suara tiba-tiba disampingnya. Arin menoleh dan
mendapati Kenzi yang baru saja duduk. "Jangan ngagetin dong!"
"Makanya
jangan melamun." Kenzi mengambil alih remot tv yang dipegang Arin lalu
mengganti channel yang menayangkan berita. "Bagaimana hidungmu?"
"Kok
berita sih? Berita itu bikin sakit kepala, apalagi kalo tentang politik."
Protes Arin mengabaikan pertanyaan Kenzi mengenai hidungnya. Ia merebut kembali
remot itu lalu menggantinya dengan channel yang menayangkan sebuah film action.
"Hidungmu
bagaimana?" Tanya Kenzi sekali lagi tapi lagi-lagi Arin mengacuhkannya.
Kesal, Kenzi menarik tubuh Arin agar menghadapnya. Ia memegang dagu Arin
sembari meneliti wajah itu mengabaikan tatapan protes sang empunya. "Masih
sakit?" Kenzi meraba hidung Arin yang memerah.
Arin
mengangguk. "Sedikit," Wajahnya memerah dan tiba-tiba Arin merasa
canggung karena tangan Kenzi tak kunjung menjauh dari wajahnya. Karena tak
tahan lagi Arin menepis tangan Kenzi diwajahnya lalu kembali menghadap
televisi.
Wajahnya
semakin memerah takkala pemain utama difilm yang ditontonnya sedang berciuman.
"Hahaha," Arin tertawa hambar. Matanya melotot ketika dua pasang
manusia itu menjatuhnya tubuhnya keatas ranjang, saling menindih dengan tangan
yang saling meraba. Adegannya begitu cepat karena kini pakaian atas keduanya
telah tersingkap. Arin gelagapan, "Hahaha salah cari film. Kampret,"
umpatnya saat tak menemukan remot yang dicarinya.
Arin
tak sadar kalau remot yang dicarinya ada ditangan Kenzi. Reaksi Kenzi melihat
adegan difilm itu berbanding terbalik dengan Arin. Jika Arin terlihat salah
tingkah, Kenzi malah bersikap biasa seakan tontonan dilayar sudah biasa
dilihatnya.
Arin
merentak berdiri hendak melangkah menjauh tapi tangannya ditarik Kenzi
tiba-tiba hingga ia terjatuh diatas pangkuan pria itu. Mata mereka bertemu
menimbulkan desiran aneh didada Arin.
"K..kak,
Arin ngantuk mau tidur." Ucapnya gugup sambil menunduk. Jantungnya
berdetak kencang sampai terasa sakit. Ia berdiri kembali tapi karena kakinya
terasa lemas ia kembali jatuh dipangkuan Kenzi. Pria itu tersenyum aneh.
Setidaknya aneh dimana Arin.
***
Kenzi
tampak fokus dengan pekerjaannya. Entah saking fokusnya atau bagaimana, ia
tidak mendengar suara ketukan pintu ruangannya sehingga orang itu masuk tanpa
dipersilahkan.
Mike,
orang itu, duduk didepan meja kerja Kenzi. Mengamati Kenzi yang terlalu fokus
menurutnya. Ia sudah mengenal dan dekat dengan Kenzi sejak sekolah menengah
pertama. Jadi sedikit banyaknya ia tahu tentang Kenzi.
"Ke
mana lo empat hari kemarin?" Suaranya terdengar dingin menusuk telinga
Kenzi.
Kenzi
mengangkat kepalanya, menatap malas pria didepannya. "Liburan,"
jawabnya acuh lalu kembali memfokuskan diri pada lembar-lembar kertas
didepannya.
"Liburan
sambil ngubah status?" Tanya Mike lagi, kesal.
"Apa
kamu tidak punya pekerjaan lain?" Kenzi balik bertanya bermaksud mengusir
halus Mike.
"Well,
gue bossnya. Buat apa punya anak buah kalo masih ngerjain semuanya
sendiri." Mike tersenyum bangga membuat Kenzi mendengus. Kemudian Mike
kembali keekspresi semula saat mengingat tujuan awalnya datang keruangan Kenzi.
"Tega ya lo ngga ngundang gue?"
"Undang
apa?"
Mike
mendengus. "Ngga usah pura-pura bego. Kenapa lo ngga undang gue?"
"Undang
apa?" Tanya Kenzi sekali lagi. Ia benar-benar tidak mengerti maksud Mike.
Mike
melotot. "Nikahan lo bego."
"Oh,"
hanya itu responnya lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Ini pasti pekerjaan
Ryan yang membeberkan pernikahannya yang tidak mengundang siapa pun. Lagi pula
tidak resepsi jadi tidak perlu undang mengundang orang lain, cukup keluarga
inti. "Ngga undang siapa-siapa, ngga ada resepsi juga." Lanjutnya
karena Mike hanya diam.
"Ya
elah bego." Ucapan Kenzi membuat Mike naik darah. "Seenggaknya lo
ngasih tahu perihal nikahan lo. Gue juga pengen jadi saksi nikahan lo."
"Aku
sudah pernah kasih tahu kamu kalau akan nikahin dia pas umurnya sudah dua puluh
tahun."
"***
lo." Ingin rasanya Mike meninju wajah Kenzi yang lagi berhias kacamata
itu. Kenzi memang sudah pernah memberitahunya tapi itu sudah sangat lama, saat
mereka baru lulus SMA. "Mana gue tau kalo tahun ini dia dua puluh tahun
bego." Gerutu Mike.
Kenzi
diam membiarkan Mike dengan presepsinya sendiri. Ia punya alasan sendiri sampai
tidak memberitahu orang-orang terdekatnya perihal pernikahan sederhananya.
Walaupun tanpa resepsi sebenarnya Kenzi sangat ingin mereka datang
menyaksikannya mengucap ijab kabul. Tapi ada satu hal yang membuatnya tidak
melakukan itu dan hanya dia dan tuhan yang tahu apa alasannya. Karena hal ini
juga Ryan kesal padanya dan akhirnya Ryan memberitahu beberapa orang tertentu
mengenai pernikahannya, berharap agar Kenzi mendapat amukan.
"Arin
sudah kenal Galih." Kata Kenzi setelah lama terdiam.
"Bodo,"
balas Mike acuh. Ia masih kesal.
"Aku
tahu kalau mereka sudah pernah ketemu pas sama Ryan." Kenzi tidak perduli
dengan balasan acuh Mike. "Ryan tidak pernah cerita tentang itu."
Mike
menatap wajah Kenzi yang sudah terdapat ekspresi berbeda. Balasan acuhnya tadi
sebenarnya hanya dibibir saja. "Tahu dari mana lo kalo mereka udah pernah
ketemu dan kenal?"
Kenzi
menceritakan kejadian kemarin secara singkat termasuk bagian dimana Arin
memberitahunya kalau sudah pernah bertemu Galih saat bersama Ryan.
"Aku ngga tahu kenapa Ryan ngga ngasih tau. Aku juga belum tanya, ngga
niat sih."
"Jangan
mikir macam-macam! Ryan adek lo. Kali aja dia ngga mau lo kepikiran."
Kenzi
diam. Ia tidak berpikir yang tidak-tidak tentang adiknya itu. Ia yakin Ryan
punya alasan sendiri yang pasti demi kebaikannya.
***
Kenzi
memasuki rumahnya dalam keadaan gelap. Sekarang sudah hampir jam sepuluh malam
dan ia baru pulang. Arin pasti sudah tidur, pikirnya.
Kenzi
masuk kedalam kamarnya yang juga gelap. Hanya ada cahaya dari lampu tidur.
Kenzi mendekati Arin yang sedang tertidur dengan posisi meringkuk tanpa memakai
bantal. Ditatapnya wajah Arin yang terdapat jejak air mata disana. Gadis itu
habis menangis, ditambah lagi dengan kasur yang sedikit basah. Arin menangis
karena bacaan novel. Kenzi tahu itu karena ditangan Arin terdapat sebuah novel.
Kenzi
menyimpan novel itu dirak dinding tak jauh dari posisinya, lalu memperbaiki
pisisi tidur Arin. Dipandanginya wajah yang menurutnya tidak pernah berubah
itu.
Masih
tetap sama. Cantik.
Setelah
puas memandang wajah Arin, laki-laki itu mengambil pakaian untuk tidurnya dan
untuk kerja besok lalu keluar kamar dan masuk dikamar yang berada diseberang
kamarnya.
Sudah
tiga hari sejak malam itu, Arin selalu menghindarinya. Ia sendiri bingung
kenapa Arin bersikap seperti itu. Awalnya ia mengacuhkan sikap Arin yang
terlihat gelisah bila didekatnya tapi ia tidak tega. Akhirnya demi kenyaman
Arin, laki-laki itu memilih tidur dikamar yang berbeda.
Pagi
harinya, Kenzi sedikit terkejut melihat Arin yang sudah rapi dan duduk dimeja
makan. Gadis itu terlihat gelisah sambil menatap sepiring nasi goreng
diseberangnya. Kenzi berjalan melewati Arin menuju dapur.
"Kak
Ken!" Seru Arin membuat pergerakan Kenzi yang akan membuka kulkas terhenti
sesaat.
"Apa?"
Laki-laki itu mengeluarkan roti tawar dari kulkas.
"Makan
ini ya?" Tiba-tiba Arin sudah didepan Kenzi dengan membawa piring nasi
goreng itu. Arin mengambil roti ditangan Kenzi lalu memasukkannya lagi ke dalam
kulkas. Lalu menarik tangan suaminya menuju meja makan. Tak lupa menyodorkan
tawarannya tadi.
"Apa
ini?" Tanya Kenzi memperhatikan tampilan nasi goreng itu.
"Nasi
goreng?" Kata Arin berbinar.
"Kamu
yang buat?" Tanya Kenzi sambil menyendokan nasi goreng itu ke dalam
mulutnya. Nasi goreng yang dibungkus dengan telur dadar. Penampilannya seperti
makanan restoran. Arin menganguk semangat. "Bergaya."
"Enak?"
Tanya Arin semangat, ia mengabaikan celetukan Kenzi.
"Rasa
nasi goreng." Jawab Kenzi acuh.
'Shit.'
Umpat Arin tanpa suara. "Antar ya? Mau kan?"
Kenzi
meminum air pemberian Arin. "Jadi ini sogokan?"
"Mana
ada begitu?" Protes Arin. "Mau ya? Ngga enak naik angkot."
"Tidak
ada yang suruh kamu naik angkot." Jawaban Kenzi membuat Arin mencibir.
"Aku pikir kamu tidak mau berdekatan denganku."
"Eh?
I..itu.. kemarin.."
"Ayo!"
Potong Kenzi sambil berlenggang pergi.
Dalam
perjalanan mereka hanya diam. Sesekali Arin melirik Kenzi yang memasang raut
datar.
"Dia
malas ya antar gue? Kok ngeselin sih." Gerutu Arin dalam hati. "Ekspresi
kok cuma itu itu aja. Kan ngeselin, elah."
"Kalo
ada yang ingin kamu bilang, bilang saja! Jangan curi-curi pandang seperti
itu." Kenzi menghentikan mobilnya di depan fakultas Arin. "Nanti mau
dijemput? Jam berapa?"
"Nanti
aku kasih tahu." Ucap Arin lalu keluar dari dalam mobil. Kenzi bisa
melihat Arin yang sesekali menyapa teman yang dilewatinya.
"Nanti
aku kasih tahu." Kenzi mengulang kalimat terakhir Arin lalu mendengus
sambil menjalankan mobilnya. "Memangnya punya nomorku? Dasar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus bahagia
2023-03-07
0
Fitriyani Puji
kelitan nya kenzi suka arin udah lama nya
2022-11-28
0
Idan Cedan
kok,,tulisan nya g jelas deh...! pisah nya jauh2 kurang nyambung...!!!
2022-03-15
0