"Rumahmu?" Sekali lagi Arin memandangi rumah yang ada didepannya. Ia bingung dimana pintu masuknya karena yang tepat didepannya sekarang seperti halnya pintu garasi. Rolling door kalo ngga salah namanya. Pikir Arin.
"Ayo masuk!"
"Hah?"
Tiba-tiba pintu didepannya terbuka, bergerak keatas. Dalam hati Arin berdecak kagum tapi menampilkan ekspresi biasa diwajahnya. Ia tak ingin dikatakan kampungan.
"Barang-barangku?" Cegah Arin membuat Kenzi menoleh dan berbalik. Tadi sebelum kesini mereka mampir lebih dulu dikosan Arin. Lelaki itu membuka bagasi mobilnya dan mengambil barang Arin yang memang tidak banyak. Arin juga membantu membawa barangnya tidak begitu berat karena Kenzi sudah membawa barangnya sekaligus.
Arin mengikuti Kenzi naik kelantai atas. Melihat banyaknya barang yang dibawa Kenzi, Arin jadi was-was kalau saja laki-laki itu bisa saja tergelincir. Tapi laki-laki itu terlihat biasa saja, tidak terlihat kesusahan.
"Kuat ya?" Gumam Arin pelan. "Iyalah, laki-laki tenaganya mah gede." Celetuknya kemudian.
"Kamu ngomong apa?" Tau-tau Kenzi sudah ada didepannya. Perasaan Arin tadi mereka berjarak sekitar sepuluh langkah.
"Ngga ada." Gadis itu berkilah. Lalu ia melirik ruangan dibelakang Kenzi yang pintunya terbuka. "Kamar?" tanyanya melihat adanya tempat tidur.
"Iya. Kamar kita." Kenzi mengambil alih barang yang dibawa Arin dan memasuki kamar itu.
Melihat tempat tidur, mendadak Arin merasa lelah. Ia ingin tidur saat ini juga. Gadis itu membanting tubuhnya diatas ranjang seraya menutup mata.
"Ngga mandi dulu?" Tanya Kenzi. Lelaki itu sudah membuka kaosnya. Sekarang sudah hampir pukul sebelas malam. Untungnya tadi sebelum kekosan Arin mereka sudah lebih dulu mencari makan.
Arin tidak membuka matanya. "Keberatan kalo aku ngga mandi?" Beberapa detik dirasanya tak mendapat jawaban, Arin melanjutkan. "Aku ngga pernah mandi malam. Aku tidur dilantai kalo gitu." Arin bangkit, matanya menyusuri lantai kamar mencari tempat dimana kira-kira ia bisa tidur tanpa menganggu. Pilihan gadis itu jatuh pada lantai di sebelah kanan tempat tidur. Ia belum menyadari Kenzi yang bertelanjang dada.
Kenzi hanya menghela nafas pelan. Ia tidak berusaha mencegah gadis itu yang akan tidur dilantai. Padahal ia tidak mengatakan apa-apa. Laki-laki itu berjalan kekamar mandi yang ada disisi kiri kamar.
Lima belas menit kemudian Kenzi keluar dengan handuk bergantung rendah dipinggangnya. Ia melihat Arin yang sudah tertidur dilantai tanpa beralaskan apa-apa. Bahkan bantal saja gadis itu tak memakainya. Cepat Kenzi memakai pakaiannya lalu menghampiri gadis yang sudah menjelma jadi istrinya. Pelan-pelan ia memasukan tangannya kebawah leher dan lutut Arin lalu memindahkannya diatas ranjang.
Jangan kalian pikir Kenzi akan setegah itu. Buat apa ia nikahi gadis itu kalau tidak bisa menerima apa yang ada digadis itu. Termasuk kebiasaan malasnya yang terkesan jorok.
***
Arin terbangun. Ia merasa ada sesuatu yang menindih perutnya. Arin hampir saja memekik jika tak ingat kalau sekarang statusnya sudah berubah. Hanya saja dirasanya semua ini terlalu cepat. Apa lagi posisi mereka saat ini terlalu mengejutkan.
Kenzi berada sangat dekat dengan tubunya. Sebelah tangan laki-laki itu berada diatas perutnya dan kepalanya menjorok kerambut Arin yang ikatannya terlepas. Semalam Arin masih bisa merasakan tubuhnya yang seakan melayang tidak tahunya kalau ia diangkat keatas ranjang.
Ini disebut meluk ngga sih? Bisik Arin dalam hati. Seumur-umur ia belum pernah dipeluk oleh laki-laki. Jadi wajar bukan kalau sekarang ia merasa gugup. Apalagi mereka belum kenal sebelumnya.
Pelan-pelan Arin beranjak dari tempat tidur. Ia melihat ponsel Kenzi tergeletak diatas meja kecil disamping ranjang. Ia mengambil ponsel itu dan mengecek jam disana.
Hampir jam lima, ia kesiangan. Buru-buru ia masuk kedalam kamar mandi. Ia mandi dengan cepat. Saat akan memakai pakaiannnya ia bingung karena tasnya semalam tidak ada dikamar itu. Padahal jelas Arin ingat kalau tasnya ada disamping sofa semalam. Arin kembali mengedarkan pandangannya, sesekali ia melirik Kenzi yang masih tertidur. Ia takut kalau Kenzi akan melihat tubuh setengah telanjangnya.
Arin menemukan pintu lain dikamar itu. Nah itu yang Arin cari. Mungkin saja itu pintu walk in closet dan tasnya ada disana. Dan benar saja dugaannya tapi tasnya sudah kosong karena isinya sudah berpindah kesalah satu lemari kaca disana.
Arin pakai baju dengan cepat lalu menunaikan ibadah seperti seharusnya seorang muslim. Setelah itu ia kedapur untuk membuat sesuatu yang sekiranya bisa dibuat untuk sarapan. Seharusnya jika tak bangun terlambat, sebelum mandi Arin biasanya belajar lebih dulu.
Seperti inilah Arin saat diluar rumah orang tuanya atau saat tidak bersama orang
tuanya. Bohong jika pribadi Arin masih pribadinya yang dulu, gadis yang terkesan jorok dan pemalas. Hanya saja ia tak ingin memperlihatkannya pada kedua orang tua ataupun saudaranya. Alasannya klise tak ingin dikatakan aneh. Hah, kalau alasannya seperti itu bukankan dia memang aneh?
Arin mengikuti instingnya mencari dapur dan ternyata tidak salah. Tapi apa yang ia temukan didalam kulkas tidak sesuai harapannya. Hanya ada roti tawar dan beberapa macam selai.
Gadis itu mendesah pelan. Mengapa sarapannya tak jauh-jauh dari makanan sederhana itu? Arin sudah bosan jika setiap pagi perutnya selalu diisi dengan roti. Gadis itu membuat secangkir teh hangat untuknya sendiri lalu mengambil satu lembar roti tawar dan menggigitnya langsung. Kakinya berjalan menyusuri rumah Kenzi. Ia tidak tahu apakah rumah ini juga akan menjadi rumahnya. Ia bingung.
Ia memilih duduk diteras belakang yang menampilkan taman kecil dan kolam berenang. Disamping taman ada kolam ikan dengan air mancur ditengahnya. Beberapa pohon rindang berukuran sedang membuat udara pagi semakin terasa sejuk. Mungkin di sini akan menjadi tempat favoritnya dirumah ini.
"Tidak kuliah?" Suara Kenzi membuat Arin menoleh. Kenzi mendekat dan duduk di kursi di sampingnya yang dibetasi sebuah meja kecil. Kenzi belum mandi, Arin tahu itu karena baju yang dipakainya masih sama. Dan tanpa permisi lelaki itu meminum teh hangatnya.
"I..itu bekasku," kata Arin memberitahu.
Kenzi mengangkat sebelas alisnya lalu memandang cangkir teh yang masih dipegangnya. "Terus?"
"Terus... ya.." Arin gelagapan. Ia bingung harus bagaimana. Maksudnya ditempat yang sama dipinggiran cangkir itu bekas bibirnya. Ini mungkin semacam ciuman tidak langsung.
"Jangan terlalu sering makan dan minum yang terlalu manis seperti ini." pria itu menaruh kembali cangkirnya diatas meja. "Ngga baik."
Yang dikasih tahu hanya mengangguk pelan. Lalu hening. Keduanya sama-sama menikmati pagi yang masihdiselimuti embun.
"Kamu sudah mandi?" Tanya Kenzi yang tersadar kalau rambut wanitanya terlihat basah. Arin mengangguk. "Mau kekampus?"
Arin itu menoleh. "Kalo mandi pagi berarti mau kekampus ya?" Ia kembali menatap kedepan. "Jangan anggap sikapku akan sama dengan saat aku dirumah orang tuaku." Kenzi memandang tak mengerti. "Aku tidak sepemalas itu sampai tidak mandi pagi, hanya saja ada beberapa faktor sampai aku seperti itu jika di sana." Curhatnya.
"Oo.." Kenzi bergumam. "Terus semalam ngga mandi."
"Gue masih ingat ya semalem gue bilang apa." Gerutu Arin membuat Kenzi terkekeh. Pria itu bangkit lalu mengacak rambut atas Arin. Sekilas Arin terlihat terkejut. Sentuhan kecil Kenzi memberikan efek aneh pada tubuhnya.
"Kuliah?"
Arin memutar bola matanya malas. "Hari minggu elah."
Kenzi terkekeh lalu meneliti tubuh Arin. "Oke," ucapnya sambil berlalu pergi.
☆☆☆
Arin mengikuti Kenzi disamping pria itu. Matanya fokus meneliti apa saja yang ada di dalam trolli yang dibawa Kenzi. Isinya kebanyakan buah-buahan kesukaannya, terutama pisang, apel, dan pir, ketiga buah itu wajib ia beli. Setelah dirasa cukup tangannya berhenti mengambil buah-buahan.
Sekarang ia hanya mengikuti Kenzi. Dan kini mereka berada di bagian daging. Gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya melihat daging yang diambil Kenzi padahal pria itu sedang tidak meminta persetujuannya. Matanya mendelik ketika menangkap Kenzi memasukan beberapa ikan kedalam keranjang mereka.
"Ini mah kebanyakan." Ucapnya tanpa suara. Diam-diam ia meletakan kembali ikan-ikan itu dan menyisakan satu. Lalu ia tersenyun evil.
Saat akan kekasir, Kenzi tiba-tiba berhenti dan beebalik pada Arin membuat gadis itu terkejut.
"Kenapa?" Tanya Arin.
"Kamu ngga beli.. mm pembalut mungkin?"
Mendengar pertanyaan pria itu, tanpa sadar Arin menghembuskan nafasnya. Matanya mengerjab polos lalu berbalik dan berlari kearah rak yang menjual kebutuhan wanita satu itu.
Tak lama kemudian Arin kembali dengan kedua tangan dibalik tubuh. Menyembunyikan
sesuatu yang dipegangnya. Arin melempar benda itu dikeranjang lalu berlari keluar meninggalkan Kenzi seorang. Membuat Kenzi ternganga. Buat apa disembunyikan kalau sekarang benda itu diserahkan pada Kenzi? Gadis itu memang aneh sepertinya. Bisik Kenzi dalam hati.
***
Sampai dirumah Arin hanya duduk dimeja bar memperhatikan Kenzi menyusun belanjaan yang tadi mereka beli. Bukan hanya duduk tapi mulutnya bekerja mengunyah apel merah di tangannya. Selama laki-laki itu tidak protes ia pikir tidak masalah.
"Kok ikannya cuma satu ya?" Kenzi berseru bingung. Dan dengan sok polos Arin hanya menaikan sebelah alisnya seakan bertanya ada apa. Kenzi hanya menggeleng. Mungkin ia lupa atau hanya perasaannya saja. Pikir Kenzi. Laki-laki itu memilih mengabaikan keganjilan yang ia rasa.
"Makan siang pake apa?"
"Nasilah," jawab Kenzi acuh.
"Yang masak siapa?" Kali ini kenzi menoleh menatap Arin sekilas tanpa menjawab. "Dih ditanya juga,"
"Aku." Kenzi mengeluarkan bahan bahan yang akan dipakainya.
"Kamu bisa masak?" Tanya Arin tak percaya.
"Bisa," Kenzi menghentikan kegiatannya lalu menatap Arin yang masih diposisi yang sama dan masih menyantap apel merahnya yang tinggal seperempat. "Kamu harus bantu."
"Oke," kata Arin semangat. "Bantu dengan doa, kan?" Arin membalas tatapan Kenzi dengan memainkan matanya lalu terkekeh. Anehnya pria itu tidak marah dan malah ikut tertawa bersamanya.
Akhirnya mereka berdua masak bersama. Bersama-sama didapur tepatnya. Arin hanya membantu Kenzi sebisanya seperti mengambilkan lada dan semacamnya. Dan selebihnya Arin hanya memperhatikan dan sesekali bertanya tentang prosesnya.
Saat ini Kenzi tengah mengajari Arin membuat udang goreng tepung. Laki-laki begitu serius mengajarkan hal itu pada Arin. Sementara Arin lebih banyak tertawa dan tidak memperhatinkan.
"Nah balutnya harus rata kayak gini." Kenzi dengan santai menepelkan tepung kewajah Arin membuat Arin terkejut.
"Iya, ngga boleh ada yang ngga kena." Arin balas menempelkan telapak tangannya yang sudah penuh dengan tepung ke wajah Kenzi sehingga wajah pria itu lebih kotor darinya.
Arin tertawa keras melihat wajah belepotan Kenzi yang terlihat lucu dimatanya. Belum lagi ekspresi yang ditampilkan Kenzi semakin mendukung wajah lucunya.
Jadilah mereka saling menepelkan tepung satu sama lain. Saling mengejar dan saling menghindar. Tertawa dan bercanda bersama melupakan kecangungan yang terjadi diantara mereka sejak dua hari kemarin.
Arin mengejar Kenzi sampai ditaman belakang. Tiba-tiba Arin tersandung sesuatu dan mengakibatkannya jatuh kedepan. Dahi dan hidungnya menabrak kursi.
"Aduuuhh... patah nih implan." Arin memegangi hidungnya yang terasa bengkok. Ia berdiri dibantu Kenzi. Pria itu lalu mendudukan Arin disalah satu kursi disana.
"Kamu ngga papa?" Tanya Kenzi cemas. Laki-laki itu memegang dagu Arin sambil meneliti wajah Arin. Bukannya menjawab Arin malah menepelkan sisa tepung di tangannya. "Udah ya? Nanti kamu jatuh lagi." Kenzi membersihkan wajah Arin dari tepung. Jika saja tepung itu tak memenuhi wajahnya pasti Kenzi sudah melihat wajah Arin yang memerah.
"Bersihin diri kamu! Terserah mau mandi lagi atau ngga." Kenzi membawa Arin berdiri. "Habis makan siang kita ke dokter."
"Buat apa?"
Kenzi mengusap hidung Arin yang memerah. "Periksa, kalo aja implan kamu patah."
"Ih apaan sih," gadis itu memberengut. "Aku tadi cuma bercanda tau."
Kenzi terkekeh. "Tau kok. Cuma periksa aja, jaga-jaga." Laki-laki tersenyum. "Sekarang mandi ya?" Bujuknya. Arin mengangguk lalu pergi kekamar mereka dan membersihkan diri.
Sementara Kenzi membereskan kekacauan yang sudah mereka buat tadi. Sesekali ia tersenyum. Dalam hati ia akan mengingat selalu moment tadi. Minus adegan dimana Arin terjatuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-03-07
0
Fitriyani Puji
apa janagn jangan kenzi udah suka sama arin dari dulu eh thor ada vusial nya ngak pensaran ama kenzi dan arin
2022-11-28
0
Novi Yantini
bagus
2022-02-24
0